Gerakan #2019GantiPresiden yang dimotori oleh sejumlah kelompok oposisi sangat tendensius, karena narasi yang diusung selalu berisi isu primordial dan memecah belah masyarakat. Meski mengaku konstitusional, namun gerakan itu sungguh tidak etis dan berpotensi melanggar aturan kampanye.
Selain itu, para penggagasnya tampak tak memahami nilai-nilai demokrasi yang dianut oleh bangsa ini. Dalam prinsip demokrasi, setiap orang pada dasarnya memiliki kebebasan dan hak untuk memilih calon presiden.
Kebebasan itu harusnya tanpa boleh diintervensi oleh hasutan, provokasi dan penyebaran konten negatif (black campaign) untuk menjatuhkan salah satu calon. Dengan begitu, “Gerakan Ganti Presiden 2019” sangat jelas bersifat provokatif. Mereka menyerang tanpa etika kepada Presiden Jokowi, melalui berbagai isu SARA yang penuh kebencian.
Pakar Hukum sekaligus Guru Besar di Universitas Padjajaran Romli Atmasasmita dengan tegas menyebutkan gerombolan #2019GantiPresiden adalah upaya makar terhadap pemerintahan yang sah. Gerakan ini hanyalah bentuk pengalihan isu dari kasus korupsi politisi dan konflik di PKS yang sangat memalukan.
Tak hanya demikian, gerakan ini juga melakukan politisasi ibadah Haji dan propaganda politik di Tanah Suci. Aksi norak mereka pun memancing protes umat Islam di Indonesia karena mempermalukan umat Islam Indonesia. Dengan memanfaatkan fasilitas masjid sebagai tempat propaganda, mereka berkoalisi dengan kelompok radikal terlarang seperti eks-HTI, dan sederet parpol yang menolak Perppu Ormas.
Kegiatan 2019 Ganti Presiden adalah murni politik praktis, tapi sering dibungkus dengan istilah pengajian, tabligh akbar dan ceramah. Dalam kegiatannya, orang-orang dalam gerakan ini seringkali melakukan intimidasi dan persekusi. Seperti misalnya seorang ibu disawer duit, dicolok-colok dengan pisang, dipegang-pegang, belum lagi kata-kata kotor dan ini diperlakukan di depan anaknya.
Merespon gerakan 2019 Ganti Presiden, masyarakat di berbagai daerah semakin gencar melakukan penolakan. Gerakan "sampah" yang digelorakan secara luas hingga pelosok-pelosok negeri ini rupanya mengalami banyak sekali hambatan dan kendala.
Mengapa disebut gerakan tagar 2019 ganti Presiden adalah "sampah" karena terdapat bau busuk di dalamnya, hal ini nampak dari rendahnya animo masyarakat akan gerakan sampah ini, di mana di setiap daerah yang hendak digelar selalu berujung penolakan dan pembubaran acara oleh masyarakat sekitar, sungguh kasihan.
Beberapa bulan lalu, tepatnya 29 Juli 2018 Neno Warisman tertahan selama sekitar enam jam di dalam kompleks Bandara Hang Nadim, Batam karena dihadang ratusan orang di pintu kedatangan. Dua hari kemudian, 1 Agustus 2018 MUI Jawa Barat menolak rencana deklarasi #2019GantiPresiden karena dianggap provokasi.
Tidak sampai di situ, 25 Agustus 2018 Neno Warisman kembali tertahan di dalam mobilnya di halaman parkir Bandara Sultan Syarif Kasim, Pekanbaru selama 8 jam, karena massa menghadangnya. Besoknya, 26 Agustus 2018 Polresta Pontianak, Kalimantan Barat tidak mengeluarkan izin kegiatan Deklarasi #2019GantiPresiden di Eks Cafe Nineteen, Pontianak.
Di Surabaya pun sejumlah ormas menolak acara deklarasi #2019GantiPresiden yang akan dihadiri musisi Ahmad Dhani. Masih banyak daerah yang belum disebut yang secara tegas menolak gerakan 2019 ganti presiden.
Dari animo masyarakat jelas terlihat bahwa masyarakat ogah dan anti dengan gerakan Ganti Presiden, tak ada orang di negeri ini yang ingin mengganti Presiden yang bekerja keras seperti Joko Widodo. Gerakan 2019 Ganti Presiden merupakan gerakan makar dari kelompok yang frustrasi karena tidak bisa mengalahkan kehebatan Presiden Joko Widodo.
Gerakan ini hanya salah satu upaya menggulingkan pemerintahan yang sah, terbukti dengan dimunculkannya isu-isu agama yang dapat menimbulkan perpecahan dan membuat kondisi negara tidak aman.
Masyarakat yang secara sadar mengerti bahwa gerakan ini hanya menyebabkan perpecahan, secara tegas menolak berbagai deklarasi dan kegiatan yang diselenggarakan. Gerakan ini tak ubahnya sebagai agenda terselubung untuk menghancurkan NKRI.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews