Masyarakat Tolak Demonstrasi Buruh di Masa Pandemi

Demo di masa pandemi bisa membuat klaster corona baru sehingga pandemi akan lebih lama selesainya.

Selasa, 20 April 2021 | 20:46 WIB
0
163
Masyarakat Tolak Demonstrasi Buruh di Masa Pandemi
Demo (Foto: Tempo.co)

Tanggal 21 april dan 1 mei 2021, para buruh akan mengadakan demo untuk menentang Cipta Kerja.

Masyarakat tentu menolak unjuk rasa tersebut karena saat ini masih pandemi, sehingga dikhawatirkan membentuk klaster corona baru. Para buruh seharusnya mengerti dan tidak memaksakan diri, sehingga merugikan banyak orang.

Pada tanggal 21 april dikenal sebagai hari kartini. Namun para buruh merayakannya bukan dengan memakai kebaya dan beskap, melainkan dengan berdemo.

Mereka masih ngotot agar pemerintah membatalkan UU Cipta Kerja. Rencananya, demo ini akan dilakukan oleh 10.000 buruh dari 1.000 pabrik di 150 kota/kabupaten di Indonesia.

Said Iqbal, Ketua KSPI (organisasi serikat buruh) menyatakan bahwa selain tanggal 21 april, akan ada demo gelombang 2 tanggal 1 mei 2021 alias di hari buruh. Untuk unjuk rasa may day ini, malah akan lebih besar lagi. Karena pesertanya mencapai 50.000 pekerja dari 20 provinsi di Indonesia.

Iqbal melanjutkan, para buruh di Jabodetabek akan berunjuk rasa di depan kantor Mahkamah Konstitusi. Sedangkan pekerja di daerah lain akan berdemo di depan kantor gubernur, wali kota, atau bupati di wilayahnya. Ia juga menjamin bahwa unjuk rasa akan tetap mematuhi protokol kesehatan.
Masyarakat tentu menentang demo tersebut.

Pertama, UU Cipta Kerja sudah diimplementasikan dengan baik oleh pemerintah dan buruh tetap mendapatkan hak-haknya. Yakni upah minimum provinsi, uang lembur, dan THR. Untuk apa mereka menentang UU Cipta Kerja? Malah jika menaati UU Ketenagakerjaan yang versi lama, akan terjadi banyak kemunduran.

Kedua, demo di masa pandemi amat berbahaya karena bisa menularkan virus covid-19. Walau Said Iqbal memberi garansi bahwa unjuk rasa sesuai dengan masih protokol kesehatan, tetapi kita tidak bisa percaya begitu saja.

Jika unjuk rasa di Jakarta bisa ia kontrol ketika ada yang lalai melepas masker, lantas bagaimana dengan di daerah? Tentu jawabannya tidak.
Apalagi saat demo, suasana ramai dan buruh bersatu.

Mereka akan susah sekali menjaga jarak minimal 1 meter, karena saling bergandengan tangan. Saat suasana panas, akan cenderung melepas masker karena kegerahan.

Ketika ada 1 pendemo yang ternyata OTG dan ketahuan melepas masker, maka droplet akan tersebar dan menularkan corona ke banyak orang. Sungguh mengerikan.

OTG tak terlihat sakitnya secara fisik dan ia merasa baik-baik saja saat demo. Tetapi ternyata setelah diketahui kena corona, maka ribuan orang yang berkontak dengannya akan berpotensi untuk tertular.

Untuk proses tracing, maka Tim Satgas Covid-19 akan kesusahan, karena tidak punya data akurat tentang siapa saja buruh yang berdemo dan ia sudah berkontak dengan siapa saja.

Kalau ada yang kena corona pasca demo, apakah KSPI mau bertanggung jawab? Iya kalau ia punya kartu BPJS sehingga pengobatannya gratis, tetapi jika tidak, tentu harus membayar hingga puluhan juta rupiah.

KSPI tidak berpikir sampai sejauh ini, tetapi mereka mengutamakan nafsu untuk berdemo demi hak yang mereka minta. Padahal pemerintah sudah mengatur dan memberikannya baik-baik.

Sudahi saja dan tidak usah melanjutkan rencana demonstrasi, baik tanggal 21 april maupun 1 mei. Lebih baik utamakan kesehatan sendiri, keluarga, dan sesama buruh. Demo di masa pandemi sangat berbahaya karena bisa menularkan corona. Apalagi jumlah pasien covid di Indonesia tercatat lebih dari 4.000 orang setiap harinya, dan kita tentu tidak ingin terinfeksi penyakit berbahaya ini.

Tahanlah emosi dan jangan lanjutkan demo untuk menentang UU Cipta Kerja. Karena UU ini sudah disempurnakan agar nasib pekerja membaik dan upahnya lebih tinggi. Selain itu, demo di masa pandemi bisa membuat klaster corona baru sehingga pandemi akan lebih lama selesainya.

***