Urgensi Moderasi Beragama Dalam Berbangsa dan Bernegara

Moderasi merupakan budaya Nusantara yang berjalan seiring dan tidak saling menegasikan antara agama dan kearifan lokal. Tidak saling mempertentangkan namun mencari penyelesaian dengan toleran.

Minggu, 31 Januari 2021 | 18:19 WIB
0
304
Urgensi Moderasi Beragama Dalam Berbangsa dan Bernegara
Foto: Kataindonesia.com

Radikalisme masih menjadi ancaman nyata bagi bangsa dan negara. Oleh sebab itu, diperlukan moderasi beragama yang lebih komprehensif guna melawan paham terlarang tersebut Indonesia sejatinya merupakan laboratorium demokrasi dunia.

Semangat berbagai paham keagamaan yang tinggi dapat menerima paham demokrasi yang mengedepankan egaliter sehingga tidak ada pandangan yang merasa kelompoknya lebih baik daripada kelompok lainnya.

Hal tersebut dapat terwujud karena semangat moderasi beragama diantara kemajemukan berbangsa yang sangat komplek.

Kemajemukan yang dimiliki Indonesia bukan berarti minim perpecahan, justru sebaliknya, keragaman tersebut sekaligus menjadi tantangan jika tidak disikapi dengan bijak dan arif, karena dapat menjadi penyebab terjadinya ketegangan hingga konflik bahkan kekerasan antar budaya, antar ras, etnik, agama dan antar nilai-nilai hidup yang dapat mengoyak keamanan sosial.

Lantas persoalan seperti apakah yang dapat menjadi ancaman keharmonisan sosial? Salah satunya adalah sikap keberagamaan ekslusif yang hanya mengakui kebenaran dan keselamatan secara sepihak, artinya memiliki pahaman bahwa prinsip yang dipegang adalah yang terbaik untuk semua, sehingga menampik prinsip orang lain, hal ini tentu dapat menimbulkan gesekan, salah satunya gesekan antar kelompok agama.

Konflik keagamaan yang banyak terjadi di Indonesia, umumnya dipicu adanya sikap keberagamaan yang ekslusif, serta adanya kontestasi antar kelompok agama dalam meraih dukungan umat yang tidak dilandasi sikap toleran, karena masing-masing menggunakan kekuatannya untuk menang sehingga memicu konflik.

Konflik kemasyarakatan dan pemicu disharmoni masyarakat yang pernah terjadi dimasa lalu berasal dari kelompok ekstrim kiri (komunisme) dan ekstrim kanan (Islamisme). Untuk menghindari disharmoni perlu ditumbuhkan cara beragama yang moderat, atau cara berIslam yang inklusif atau sikap beragama yang terbuka, sikap tersebut biasa ialah sikap moderasi beragama.

Moderasi itu artinya moderat, lawan dari ekstrem, atau berlebihan dalam menyikapi perbedaan dan keragaman. Misalnya, dalam melihat dan menyelesaikan satu persoalan, Islam moderat mencoba melakukan pendekatan kompromi dan berada di tengah-tengah dalam menyikapi sebuah perbedaan, baik perbedaan agama ataupun mazhab.

Sikap moderat ini harus mengedepankan toleransi, saling menghargai, dengan tetap meyakini kebenaran keyakinan masing-masing agama dan mazhab, sehingga semua dapat menerima keputusan dengan kepala dingin, tanpa harus terlibat dalam aksi yang anarkis.

Moderasi harus dipahami ditumbuhkembangkan sebagai komitmen bersama untuk menjaga keseimbangan yang paripurna, di mana setiap warga masyarakat, apapun suku, etnis, budaya, agama, dan pilihan politiknya mau saling mendengarkan satu sama lain serta saling belajar melatih kemampuan mengelola dan mengatasi perbedaan di antara mereka.

Untuk mewujudkan moderasi tentu tidak hanya sebatas pengakuan akan kemajemukan masyarakat, tapi juga harus diaktualisasikan dalam bentuk keterlibatan aktif terhadap kenyataan tersebut. Memberikan ruang bagi keragaman pemikiran, pemahaman dan perpsepsi keislaman.

Dalam pemahaman ini, kebenaran tidak hanya terdapat dalam satu kelompok saja, melainkan juga ada pada kelompok yang lain, termasuk kelompok agama sekalipun. Pemahaman ini berangkat dari sebuah keyakinan bahwa pada dasarnya semua agama membawa ajaran keselamatan. Perbedaan dari satu agama yang dibawah seorang nabi dari generasi ke generasi hanyalah syariat saja.

Maka, jelas bahwa moderasi beragama sangat erat terkait dengan menjaga kebersamaan dengan memiliki sikap ‘tenggang rasa’, sebuah warisan leluhur yang mengajarkan kita untuk saling memahami satu sama lain yang berbeda dengan kita.

Seruan untuk selalu menggaungkan moderasi, mengambil jalan tengah, melalui perkataan dan tindakan bukan hanya menjadi kepedulian para pelayan publik seperti penyuluh agama, atau warga Kementerian agama namun seluruh warga negara Indonesia saja dan seluruh umat manusia.

Dengan demikian moderasi beragama merupakan sebuah jalan tengah di tengah keberagaman agama di Indonesia.

Moderasi merupakan budaya Nusantara yang berjalan seiring, dan tidak saling menegasikan antara agama dan kearifan lokal (local wisdom). Tidak saling mempertentangkan namun mencari penyelesaian dengan toleran.

Diperlukan peran pemerintah, tokoh masyarakat, dan para penyuluh agama untuk mensosialisasikan,menumbuhkembangkan wawasan moderasi beragama terhadap masyarakat Indonesia untuk terwujudnya keharmonisan dan kedamaian.

***