Setidaknya sudah lebih dari 200 Dokter, beberapa Doktor, dan lebih dari 3 Profesor yang bisa menerima dan menerapkan formula Prof Sukardi ini untuk pasien-pasiennya.
Entah apa sebenarnya yang ada di benak pikiran dr. Mohamad Saifudin Hakim, MSc, PhD (sesuai nama yang tercantum sebagai Dosen dan Peneliti Virus pada Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) UGM Jogjakarta).
Mengapa saya perlu mencantumkan nama lengkap Mohamad Saifudin Hakim? Karena saat masuk ke akun Facebook-nya itu namanya berbeda. Menjadi Mohammad Saifuddin Hakim. Huruf ‘m’dan ‘f’ yang ada di FB double. Orang yang sama? Entahlah!
Nama dr. Mohamad Saifudin Hakim, MSc, PhD menjadi viral sejak wawancara Erdian Anji Prihartanto, penyanyi yang akrab dipanggil Anji, dengan klaim Hadi Pranoto yang disebut dalam kanal Youtube-nya sebagai penemu Antibodi Covid-19.
Akun FB Muhammad Saifuddin Hakim (entah siapa sebenarnya yang ada di belakang akun ini) dipakai untuk “menyerang” Profesor Sukardi alias Ainul Fatah, ahli mikrokultur bakteriologi Indonesia, terutama terkait gelar “profesor” AF.
Sebenarnya saya pribadi enggan mendebat (dengan tulisan) terkait tulisan-tulisan Saifuddin Hakim yang disebar di FB-nya. Karena saya sebelumnya juga sudah menanggapinya dengan beberapa tulisan terkait dengan sekian kali serangan pada Prof AF.
Tapi. kali ini saya terpaksa harus menanggapi lagi karena Saifuddin Hakim dalam status FB terbaru sempat menyinggung kalimat yang ada dalam tulisan saya sebelumnya: Atau ketika ditanya, jawabnya, "Yang mencatat adalah murid2nya. Tidak perlu publikasi."
Mengapa Mas Dokter Hakim tidak menemukan satu pun artikel atau publikasi ilmiah hasil penelitian Prof AF? Karena yang saya tahu, catatan ilmiah yang Anda minta itu ada dalam otaknya. Dia tidak pernah merekan dalam bentuk catatan.
Yang mencatatnya selama ini ya “murid-murid” Prof AF yang setia belajar “ilmu baru” yang disampaikan Prof AF itu: Probiotik Siklus/Komunitas! “Salah Sasaran, Serangan Saifudin Hakim ke Profesor Sukardi!” (5 Agustus 2020 fnn) by Mochamad Toha.
Meski dalam status FB-nya sekarang ini tidak secara vulgar menyebut Sukardi atau Ainul Fatah, tapi bila dicermati, isinya masih mengarah serangan kepada Prof AF. Berikut ini saya kutipkan secara lengkap agar bisa dibaca secara seksama.
Muhammad Saifuddin Hakim (20 September pukul 19.45).
Benarkah "Ilmu Mikrokultur Bakteriologi" adalah "ilmu rahasia" yang tidak sembarang orang bisa mempelajarinya? Dan juga benarkah pemilik ilmu ini adalah "orang istimewa" yg harus dijaga lebih dari sekedar "rakyat biasa"?
Sangat disayangkan, di era keterbukaan sains dan teknologi saat ini, kita dihadapkan realita adanya ulah pihak2 yg tidak bertanggung jawab yg menggambarkan bahwa ilmu kultur bakteri itu "ilmu istimewa", "ilmu rahasia" yg tidak sembarang orang bisa mempelajarinya, harus ada syarat2 tertentu (misalnya, tidak boleh menjalankan syariat Islam), atau harus punya IQ tertentu, yg semua ini mengada-ada (karena memang tidak pernah ada).
Juga digambarkan, seolah-olah orang yang ahli di bidang ini di dunia cuma sedikit, "satu-satunya" ahli di dunia, atau "satu dari lima ahli di dunia", atau digambarkan bahwa bisa jadi pemilik ilmu ini mati mendadak (misterius), dan sebagainya.
Seperti di dunia ini cuma sedikit orang pinter ya ... Bagi yg keracunan film action, bisa jadi iya mudah percaya. Tapi, bagi yg melek literasi dan sains, akan dengan mudah paham kalau semua itu cuma omong kosong semata.
Saifuddin Hakim pun mengutip beberapa artikel luar negeri.
Ilmu tentang kultur mikrobiota bahkan sudah ada sejak 150 tahun yg lalu. Di artikel no 1 ini, Prof. Willem de Vos menggambarkan secara detail perjalanan kultur mikrobiota dari masa ke masa, sampai era teknologi next generation sequencing (NGS) sekarang ini.
Jelas, ya, semua dibuka secara ilmiah dan transparan?
Di artikel no. 2, saya cantumkan publikasi Nature, yang menjelaskan detail teknik cara kultur mikrobiota. Bisa dilihat metodenya dilukiskan secara gamblang, tidak ada yg ditutup-tutupin, semua orang bisa membaca dan mempelajarinya.
Artikel no. 3, iya, ini peringatkan buat kita semua, jangan sampai mudah mengklaim ini itu terkait mikrobiota. Metode penelitian apakah sudah sesuai? Teknik sequencingnya dan analisisnya sudah bener? Ya, apalagi kalau melangkah lebih jauh lagi dengan mengklaim bisa terapi ini itu, tanpa ada publikasi riset yg jelas.
Apalagi jika ujung2nya ingin jualan, hati2 jika ingin hartanya diberi keberkahan.
Artikel no. 4, ini contoh bagaimana kalau orang itu meng-klaim menemukan strain bakteri, ya dia harus berani dong publikasi. Jangan cuma mengklaim punya 5.000, 6.000. 8.000, 10.000 strain bakteri, tapi ketika ditanya analisis datanya nggak punya, sequencingnya di mana nggak tau. Seolah-olah cuma dia aja yg ngerti ilmu ini.
Atau ketika ditanya, jawabnya, "Yang mencatat adalah murid2nya. Tidak perlu publikasi." Ini mengutip tulisan saya seperti judul di atas. Kalau sudah dijawab seperti ini, senyum saja, terus doakan.
Akibatnya, ya gambar no. 5, tiba2 mengklaim ada bakteri golongan viruseae, padahal bakterinya apa tidak ada yg tau, karakternya gimana, genome-nya bagaimana? Ini adalah sebuah gambar dari seorang dokter yang sudah “berguru” pada Prof AF.
Ya buat apa ngasih nama bakteri kalau hanya buat tipu2, supaya tampak "keren", tapi tidak ada satu pun komunitas dunia ilmiah yg mau mengakui? Terahir, ayukkk kita belajar utk menjadi lebih kritis.
Dunia sains sudah semakin maju, publikasi riset bisa diakses dg mudah, jangan sampai pikiran kita terkungkung dengan film2 yg menggambarkan ahli kultur virus atau bakteri ini dikejar2 CIA, FBI, BIN, atau apalah namanya, terus tiba2 "meninggal secara misterius". Harus punya nama lain atau alias. Nama asli harus disembunyikan bla bla bla ...
Keluar rumah dikawal, bikin seminar publikasi sembunyi2, ngasih ceramah nggak boleh difoto atau direkam. Yukkk ... jangan mau dibodoh2in propaganda semacam itu. Kita punya akal untuk berpikir dan mengkritisi itu semua! (20 September pukul 19.45)
Noorma Rina Hanifah
Kok ga rame sih, padahal sudah di tag. Apa masih pada kaget karena yang nulis status ini diundang ke BIN ya ? Padahal mereka sukanya nulis kalau si prof "aset negara" dan "intel" 6 • Suka • Tanggapi • Balas • Lainnya • 22 Sep
Arief Hasan
Alhamdulillah, formula probiotik beliau sangat membantu kami dan sodara2 kami yg berkenan mengkonsumsi. Formula sudah bekerja dan terbukti, alhamdulillah. Suka • Tanggapi • Balas • Lainnya • 27 Sep pukul 18.10
Dari puluhan komentar atas FB Saifuddin Hakim itu, hanya Arief Hasan yang berkomentar positif soal formula Prof Sukardi alias Ainul Fatah itu. Puluhan lainnya nadanya lebih banyak mem-bully dan mencibir layaknya Saifuddin Hakim.
Menurut Wakil Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Prof Dr Endang Sukara, tak semua penelitian harus diungkap kepada publik, karena ada penelitian yang hasilnya merupakan rahasia negara dan ada hanya diberikan kepada otoritas tertentu.
“Karena hasil penelitian jangan sampai meresahkan publik,” kata Endang, seperti dilansir Liputan6.com, 19 Februari 2011. http://lipi.go.id/berita/lipi:-tak-semua-penelitian-harus-dipublikasikan/6607.
“Yang jelas hasil-hasil riset ilmuwan sebenarnya hanya ditujukan untuk mencari kebenaran ilmiah dan memberi sumbangsih terhadap ilmu pengetahuan dan masyarakat, bukan untuk niat apa pun,” lanjutnya.
Peneliti memiliki integritas bahwa hasil penelitiannya harus bisa dipertanggungjawabkan. Namun, setiap peneliti memiliki kebijakan sebelum memulai penelitiannya apakah untuk diungkapkan atau tidak, termasuk sampelnya.
“Kalau hasil penelitiannya hanya akan membuat chaos lebih baik tidak langsung diungkap ke publik, tapi cukup kepada otoritas yang berwenang,” katanya.
Jadi, jelas kan, tak semua riset itu harus dipublikasi secara luas, termasuk hasil riset yang telah dilakukan Prof AF. Belum diungkap ke publik secara luas saja sudah membuat chaos Saifuddin Hakim dan follower fanatiknya, apalagi dibuka.
Yang penting, hasil riset beragam formula Sukardi itu setidaknya sudah terbukti bermanfaat bagi masyarakat. Itupun sudah banyak ditulis media mainstream, seperti: “40 Pasien Covid-19 di Ambon Sembuh berkat Suplemen Herbal dari Profesor di Surabaya” (Kompas.com - 02/07/2020, 17:16 WIB).
Suplemen herbal yang digunakan didapat langsung dari seorang profesor yang ahli dalam bidang molekuler. Hal itu diungkap Direktur Rumah Sakit FX Suhardjo Lantamal Ambon Mayor Laut Satrio Sugiharto kepada Kompas.com saat dikonfirmasi via telepon.
“Kita langganan dari Surabaya, kita dapat dari profesor ahli molekuler namanya Prof Sukardi. Beliau ahli molekuler dan itu hanya segelintir orang yang ada di dunia,” katanya.
Terapi herbal dan suplemen yang diberikan pihak rumah sakit sangat membantu para paisen corona. Bahkan, pasien berusia 84 tahun dengan penyakit bawaan yang dirawat di rumah sakit tersebut dapat sembuh.
“Jadi, pendekatan herbal, cuma kita tidak mau memublikasi terlalu besar. Terapi herbal ini kan sudah melewati riset yang dilakukan Profesor Sukardi itu, lalu kita riset lagi di sini. Kita petakan lagi, bandingkan pasien si A, si B,” ungkapnya.
Setidaknya sudah lebih dari 200 Dokter, beberapa Doktor, dan lebih dari 3 Profesor yang bisa menerima dan menerapkan formula Prof Sukardi ini untuk pasien-pasiennya. Pemkab Mojokerto, Pemkab Pasuruan, dan Pemkab sudah menggunakan formula ini untuk pencegahan dan penyembuhan pasien Covid-19.
Bahkan, anggota TNI dan Polri juga sudah minum produk Prof AF. Mengapa Saifuddin Hakim tidak berani mem-bully ketiga Pemkab tersebut? Apa dia sudah pernah ngajak diskusi Prof AF yang setiap hari bisa ditemui di Remen Kafe, Pandaan?
Tidak ada yang disembunyikan di sana. Masa’ Anda kalah dengan Hadi Pranoto yang sudah pernah bertemu langsung dengan Prof AF?
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews