Dari Facebook kita bisa mendapatkan keberkahan informasi. Meski kadang kita juga harus berhadapan dengan informasi palsu.
Seorang kawan lama, Bang Husein Herianto, doktor filsafat yang sangat spritual mengirimkan sebuah tulisannya via WA. Judulnya 'Nalar Realisme Memahami Sains'. Tulisan itu rupanya respon atas perdebatan yang seru dari tokoh-tokoh pemikir.
Sambil setengah berkerut membaca tulisannya, juga membaca nama-nama besar yang dikutibnya, saya berfikir, waduh, kok sedikit banget pengetahuanku. Bang Husein sejak dulu memang rekan diskusi yang asyik. Pikiran dan referensinya luas. Dan saya selalu merasa beruntung bisa menimba pengetahuan setiap kali ngobrol dengannya.
Karena tulisan itu juga saya menelusuri perdebatan yang jadi latar belakangnya.
Perdebatan tersebut diawali dari sebuah Webinar yang menghadirkan Goenawan Mohammad membicarakan soal Sains. Tentu saja konteksnya merespon fenomena virus yang saat ini menerkam dunia. Sains menjadi garda terdepan untuk menjawab masalah kehidupan.
Seorang penanggap, penulis yang tulisannya selalu menggelitik, AS Laksana (Mas Sulaks), akhirnya menulis di laman FB mengkritisi komentar GM dalam webinar tersebut.
Lalu tulisan Mas Sulaks dibalas lagi oleh GM. Bukan hanya mereka berdua yang terlibat perbebatan bergizi itu. Di Kompas kemarin, saya juga membaca artikel teman lain, Nirwan Ahmad Arsuka membahas persoalan yang sama. Saya yakin tulisan Nirwan juga dipicu dari perdebatn seru tersebut.
Karena hampir dua minggu kemarin FB saya bermasalah, saya sebel juga ketinggalan informasinya. Lalu ketika sudah berhasil membuat akun baru (dengan nomor telepon baru), saya menelusuri satu-satu tulisan-tulisan asyik tersebut.
Saya berjumpa dengan Budi Munawar Rachman yang mengulas soal sains dan kesombongan saintisme. Saya juga berjumpa dengan tulisan bergizi MAs Ulil Abshar Abdalla yang membahas soal Quthbiisme. Istilah ini diambil dari nama Syaid Quthb, seorang ideolog Ikhwanul Muslimin yang mendorong orang bersikap merasa paling benar dalam penghayatan agama.
Mengikuti keseruan anjang sana pikiran seperti itu, saya bersyukur media sosial seperti Facebook bukan hanya berisi sampah hoax, foto makanan dan aktifitas elementer. Tetapi juga menyajikan 'kuliah' mendalam dari orang-orang yang memang pikirannya layak dikonsumsi.
Saya membayangkan jika sejak dulu media sosial sudah ada dan semua pemikir raksasa bangsa ini menggunakannya dengan aktif. Kita akan bisa langsung bertemu Cak Nur atau Gus Dur. Berjumpa Romo Mangun yang asyik itu. Atau bahkan menyelami pemikiran ekonomi Hatta, menyelami pergumulan ideologi Tan Malaka. Serta dibakar oleh status-status nasionalisme Soekarno.
Saya sendiri mencoba memanfaatkan hampir semua media sosial. Twitter dengan segala keterbatasannya, bisa dimanfaatkan untuk mencari kecepatan informasi. Juga untuk menyampaikan cetusan-cetusan pendek.
Sementara IG lebih banyak unsur happy-nya. Berguna untuk melihat dunia ini ternyata begitu indah.
Sementara karena FB menyediakan ruang yang lebih longgar, bisa dimanfaatkan untuk mendapatkan teks yang lebih utuh, meski tetap saja terbatas. Juga bisa menyampaikan pikiran kita.
Ruang diskusi yang bebas ini menjadi semacam latihan kita untuk semakin menyemarakkan berkah demokrasi. Kita bisa selalu update informasi, melaga pikiran, sambil terus menerus belajar dari banyak orang-orang besar secara langsung. Iya, secara langsung dan gratis. Asyik juga kan?
Meskipun saking bebasnya ruang media sosial bisa juga digunakan untuk menyebarkan idologi yang justru tujuannya untuk membenuhuh kebebasan itu. ISIS misalnya, dalam sehari memproduksi 240 ribu konten. Menyebarkannya secara masif untuk menggaet orang-orang yang picik.
Demikian juga dengan Hizbut Tahrir yang mempropagandakan khilafah untuk membasmi keberagaman. Mereka aktif menggunakan media sosial sebagai medium sebaran ajarannya.
Maka, meski akun akun saya bolak-balik kena strap Mark Zukenberg, saya tetap menaruh hormat pada Mark. Dari dialah kita bisa mendapatkan keberkahan informasi. Meski kadang kita juga harus berhadapan dengan informasi palsu.
"Dan satu lagi mas. Tanpa Facebook, saya gak mungkin ada," ujar Abu Kumkum.
Betoooollll
Eko Kuntadhi
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews