Menjelang dan pasca debat Capres para pendukung kasak-kusuk, media sosial riuh, seakan debat akan menjadi penentu menang kalah di TPS. Berbagai variabel yang dianggap berpotensi merugikan kandidatnya dikoreksi, siapa yang jadi moderator hingga stasiun televisi mana yang dianggap netral. Bahkan upaya saling 'menghabisi' lawan dengan mengajukan saran meski bertentangan dengan aturan penyelenggara seperti debat menggunakan bahasa asing.
Seberapa signifikan sebenarnya sebuah debat mempengaruhi elektabilitas seorang calon presiden?
Mengikuti penjelasan Burhanuddin Muhtadi yang merujuk debat Capres 2014 silam, pemaparan visi misi sangat signifikan mempengaruhi elektabilitas masing-masing Capres. Berdasarkan hasil survei LSI saat itu, pasca debat perdana, elektabilitas Jokowi-JK mencapai 47,5 persen, sedangkan pasangan calon pesaing, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa hanya di kisaran 36,9 persen.
Hal berbeda diungkapkan Yunarto Wijaya, Direktur Eksekutif lembaga survei Charta Politica pasca debat perdana Capres 2019. Bagi Yunarto, debat Capres tidak punya pengaruh signifikan karena kedua pasang calon sudah memiliki basis pendukung yang loyal.
Lantas bagaimana dengan debat Capres terakhir yang baru saja berlangsung. Akankah punya pengaruh signifikan sebagaimana ekspektasi masing-masing pendukung?
Sebagaimana tiga debat sebelumnya, tak ada yang istimewa, datar, tertib, layaknya sebuah seremoni. Mekanisme debat semacam ini tidak memberi ruang yang cukup bagi Capres untuk mengeksplorasi pandangannya, begitu pula peluang saling kritik secara maksimal.
Beberapa kalangan bahkan menilai model debat seperti ini tidak bisa dikategorikan sebagai debat, melainkan pemaparan visi misi. Berbagai pembatasan oleh penyelenggara dibuat sedemikian rupa untuk memberi kesan berbudaya dan beretika. Larangan yang tidak membolehkan membuat pernyataan yang bertendensi menyerang personal misalnya. Sialnya larangan ini kemudian diinterpretasi sedemikian rupa justru oleh tim pendukungan Capres sendiri dengan melaporkan lawan debatnya ke Bawaslu di debat sebelumnya.
Belum lagi moderator yang diposisikan tak lebih sebagai wasit untuk mendisiplinkan para pembicara dalam menggunakan durasi tinimbang sebagai pemandu acara debat. Akibatnya, debat menjadi hambar dan membosankan.
Debat terakhir yang baru saja berlangsung terlihat sulit melepaskan diri dari penilaian semacam ini. Ada letupan di sana-sini yang dimunculkan Prabowo, sayangnya selain tidak dipersiapkan matang juga terkesan emosional terkait alokasi anggaran untuk kepentingan alutsista serta korupsi di bawah pemerintahan Jokowi.
Di tengah kepungan survei yang memprediksi kemenangan telak Jokowi, tentu bisa dipahami jika Prabowo berusaha maksimal manfaatkan momentum debat terakhir ini untuk mengangkat elektabilitasnya.
Sebuah ikhtiar yang semestinya diapresiasi.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews