Jika Pemilu 2019 Terdapat Kecurangan, Buktikan

Siapapun Presidennya, dialah Presiden NKRI yang harus dihormati sebagai seorang Kepala Negara nantinya.

Jumat, 10 Mei 2019 | 10:56 WIB
0
628
Jika Pemilu 2019 Terdapat Kecurangan, Buktikan
Ryamizard Ryacudu (Foto: Merdeka.com)

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan bahwa tidak boleh ada gerakan di luar konstitusi yang berujung pada delegitimasi KPU terhadap hasil real count yang ditetapkan KPU, seperti people power, karena Indonesia adalah negara hukum.

Dirinya juga mengingatkan, bukanlah hal yang tak elok memaksa rakyat jika memang tidak ada bukti kecurangan pemilu.

Dalam kesempatan berbeda, Ilham Saputra selaku Komisioner KPU menghimbau agar masyarakat publik tidak menuduh bahwa pihaknya melakukan kecurangan karena kesalahan sejumlah entry data di Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng).

Baca Juga: Provokasi Narasi Kecurangan, Sebuah Disain Upaya Deligitimasi Pemilu

Situng memang berfungsi sebagai transparansi penghitungan dan rekapitulasi suara. Tetapi, jika ditemukan beberapa kesalahan, jangan kemudian dianggap KPU curang dan melakukan entry data yang salah secara sengaja.

“Masyarakat silakan memantau situng, kemudian memastikan C1 itu yang masyarakat pegang atau tidak ada kesesuaian silahkan laporkan kepada kamim” ujar Ilham.

“Tapi tidak dengan cara kemudian memviralkan dan menganggap buat meme – meme KPU curang, tidak ada sama sekali seperti itu,” lanjutnya.

Sebelumnya Mantan Ketua MPR Amien Rais sempat meminta Komisi Pemilihan Umum KPU untuk melakukan audit secara forensik terhadap sistem IT KPU, untuk mencegah terjadinya kecurangan di Pemilu 2019. Pihaknya mengancam bahwa Prabowo – Sandi akan mundur dalam kontestasi Pilpres 2019 jika KPU terbukti melakukan kecurangan.

Pihaknya juga mengecam berencana akan mendatangi kantor KPU untuk mengaudit forensik sistem teknologi informasi (TI) penghitungan suara Pilpres.

Namun hal tersebut ditepis oleh komisioner KPU Pramono Ubaid, dirinya menganggap bahwa usulan Dewan Pengarah BPN Prabowo – Sandiaga tersebut merupakan hal yang tidak relevan, pasalnya, hasil pemilu tidak ditentukan berdasarkan sistem IT, tetapi perhitungan manual di lapangan.

“Sebenarya audit (forensik sistem IT KPU) itu tidak ada alasan yang relevan,” ujar Pramono.

Mantan pimpinan MK Mahfud MD, yang menyebutkan bahwa berbagai kritik dari kelompok – kelompok maupun tokoh masyarakat terhadap KPU merupakan hal yang wajar. Namun dirinya mengingatkan agar hal itu tidak mengarah pada pendelegitimasian lembaga tersebut. Sebab, KPU ataupun pemerintah di era reformasi sekarang ini sudah sulit berbuat curang seperti yang pernah terjadi di masa Orde Baru.

“Kalau sekarang ini enggak ada pemerintah campur tangan. Coba dimana indikasinya pemerintah ikut campur tangan?” kata Mahfud.

Ia juga menilai bahwa kinerja KPU secara umum sudah bersih. Karena itu, bila kemudian ada kecurigaan atau kekhawatiran bahwa KPU akan berbuat curang dengan melakukan rekayasa lewat sistem IT misalnya, itu adalah hal yang mustahil.

Meski serangan hoax dan upaya delegitimasi terhadap KPU maupun Bawaslu datang silih berganti, kedua lembaga independen tersebut dinilai sudah maksimal sebagai penyelenggara pengawas Pemilu April 2019.

Menurut Sudarmo selaku Dirjen Politik Kemendagri, baik KPU maupun Bawaslu bekerja secara profesional dan proporsional, terutama dalam hal menyangkut maraknya berita bohong atau hoax terkait pemilu yang menyasar kedua lembaga independen tersebut,

“Kita yakin Pemilu serentak ini bisa berjalan dengan damai, aman, lancar dan sukses,” tutur Darmo.

Hal ini diperkuat dengan hasil survei terbaru yang dilakukan oleh SMRC yang menunjukkan tingkat kepercayaan publik dalam penyelenggaraan Pemilu 2019 mencapai hampir 80 persen.

Beragam fitnah dan upaya delegitimasi untuk KPU tentu menjadi berita yang memperkeruh suasana demokrasi di Indonesia, para pendukung garis keras saling klaim hasil penghitungan yang mengunggulkan jagoannya, hal ini tentu harus diredam, karena bagaimanapun kita harus menunggu pengumuman resmi dari KPU.

Apabila masyarakat menemui kecurangan, alangkah baiknya untuk disampaikan kepada Bawaslu melalui prosedur yang telah ditetapkan, tidak lantas mengunggahnya di sosial media sehingga para netizen akan rawan menerima berita yang belum tentu benar. Apalagi dengan mengecam KPU dengan ancaman people power.

Baca Juga: Upaya Delegitimasi KPU dan Cara Curang untuk Gagalkan Hasil Pemilu

Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan pernah menjelaskan, bahwa kesalahan yang ditemukan pun tidak banyak. Yaitu hanya sembilan TPS dari 810.000 TPS yang tersebar di seluruh Indonesia.

Para kontestan pemilu 2019 juga sebaiknya menjaga diri untuk tidak melakukan hal yang berlebihan, kedewasaan dalam menyikapi perbedaan. Siapapun presidennya, dia lah presiden NKRI. Yang harus dihormati sebagai seorang Kepala Negara nantinya.

Mentaripakjo, Penulis adalah pengamat sosial politik

***