Politik adalah permainan, ada kemenangan dan ada kekalahan. Karena itu permainan maka ada faktor kegembiraan untuk memulainya. Bukan dimulai dengan aroma permusuhan.
Perpolitikan Indonesia paska kemenangan Jokowi menjadi sorotan bukan hanya para politisi lokal, namun para politisi tingkat dunia pun mengikuti dan menganalisa perpolitikan yang beraneka rasa dari negeri bernama Indonesia.
Sekarang pembahasan politik bergeser ke pembahasan siapa yang pantas menduduki kursi menteri dalam kabinetnya Jokowi. Bukan itu saja hitung-hitungan berapa jatah kursi menteri pun meluas sampai ke ranah media sosial.
Memang sih, sangat wajar bila para pendukung koalisi Partai PKB, PPP, Hanura, Golkar, Nasdem, Perindo, dan sibungsu PSI. Apalagi bagi yang masuk Parlemen di Senayan.
Jangankan mereka yang sudah berjasa bagi kemenangan Jokowi, wong yang ingin rekonsiliasi saja diakomodir. Namun jadi lucu jika bargain politiknya adalah kepulangan Habieb Riziek ke Indonesia. Padahal ini juga termasuk isu sensitif karena ada di ranah kebijkan penegakan hukum yang tak boleh mendapat intervensi.
Terlepas isu panas yang muncul, kabinet yang akan menjalankan eksekusi dari kebijakan pemerintah patut di apresiasi. Bolehlah yang muda, seperti yang pernah diucapkan oleh Jokowi dikisaran usia above 25. Namun rekam jejak anak anak muda dalam perpolitikan kita baru sebatas wacana praksis belum kepada pelaku , kecuali para entrepreneur muda macam bos Bukalapak, bos Gojek, kalau politisi muda ada di ketumnya, sementara yang lainnya belum bisa dikatakan berhasil membranding dirinya.
Politik itu lucu, kadang juga bisa dibilang kejam. Kawan bisa jadi lawan, lawan bisa jadi kawan , dan semua kawan dan lawan bisa menjadi kumpul bersatu dengan tujuan yang sama.
Oleh karena itu, rekonsialisasi antara kubu Jokowi dan Prabowo bisa saja terjadi. Kita tidak mengenal sistem oposisi, oposisi hanya bahasan bagi yang di dalam lingkaran kekuasaan dengan yang berada di luar lingkaran kekuasaan. Bila yang di dalam kekuasaan terlalu gemuk pun itu dirasa tidak baik. Karena kontrol yang kuat akan lebih baik dibandingkan tidak ada yang kontrol atau lemahnya kontrol kekuasaan.
Tidak ada yang memastikan , bahwa utusan partai yang menjadi menteri itu baik. Kita belajar dari kasus Idrus Marham. Baru sekian jadi menteri kemudian harus turun karena tersandung skandal korupsi .
Nah, dalam politik ada lagi yang aneh. Boro boro ngomongin kapan dilantiknya para menteri, nama-nama menteri dalam kabinet saja belum disebutkan. Lucunya, sekarang muncul prematur wacana siapa yang akan naik ke posisi RI No.1 di Tahun 2024. Tokoh tokoh populis macam Tri Risma, Ridwan Kamil, Kang Emil, Emil Dardak, Ganjar Pranowo, BTP, Erick Tohir, Khofifah, sampai AHY dan Sandi hampir ada di time line media sosial.
Akhirnya masyarakat tetap akan terpolarisasi dengan dan didepan orang yang menjadi idolanya. Bisa jadi tim sukses 01 dan 02 masih bersebrangan dengan orang yang berbeda, atau timses 01 dan 02 bersatu melawan kelompok yang berbeda.
Oleh karena itu Politik itu dinamis, sesiapa yang taklid buta ,maka akan mendapatkan fenomena yang berbeda di masa depan yang akan dan pasti memengaruhi pilihan politiknya.
Politik bisa dipelajari, bisa dipraktikan namun ada ongkos yang harus dibayar. Yaitu kepercayaan publik. Kalau nila setitik rusak susuk Sebelanga, maka calon pempin muda 2024 nanti akan siap siap mengalami apa yang dirasakan oleh Jokowi sebelumnya. Kalau perpolitikan kita belum dewasa macam yang lalu.
Hoaks akan menjadi salah satu senjata yang masih dianggap efektif untuk meraih suara . Karena memang ada ilmunya, bisa dikaji dan bisa dijalankan oleh orang yang penuh ambisi kekuasaan.
Politik adalah permainan, ada kemenangan dan ada kekalahan. Karena itu permainan maka ada faktor kegembiraan untuk memulainya. Bukan dimulai dengan aroma permusuhan.
Politik masih dianggap bagian dari agama, oleh karena itu ada seni yang dimainkan di sana. Isu agama sentris masih berlaku di Indonesia. Agamanya apa, dari mana masih menentukan layak dipilih atau tidaknya.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews