Peneliti LIPI, Dr Andriana Elisabeth mengatakan, isu Papua merdeka atau referendum Papua diprediksi akan dijadikan isu bersama dalam hari HAM sedunia. Sebab, beberapa sayap politik pendukung Papua merdeka seperti KNPB, ULMWP, Free West Papua melalui unjuk rasa yang selalu berakhit ricuh.
Kericuhan itu memang yang selalu diharapkan oleh Benny Wenda termasuk Veronica Koman memudahkan internasionalisasi masalah Papua, walaupun sampai saat ini masih "gagal total".
OPM dan para simpatisannya sudah tidak layak untuk mempermasalahkan pelanggaran HAM di Papua, karena sudah ada komitmen kuat dari pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin untuk menyelesaikan masalah Papua, bahkan kita sebagai rakyat Indonesia yang mencintai Papua menanyakan, adakah komitmen OPM untuk mempertanggungjawabkan pelanggaran HAM yang selama ini dilakukan mereka terhadap warga sipil baik dari kalangan orang asli Papua ataupun warga pendatang.
OPM dan pendukungnya baik di Papua maupun diluar Papua termasuk diluar negeri jangan sibuk mencari dan mempolitisasi pelanggaran HAM di Papua, karena mereka juga menjadi salah satu aktor pentingnya.
Belum lama ini beredar video tentang pelanggaran berat HAM yang dilakukan OPM, dimana video berdurasi 2 menit 13 detik yang isinya unjukrasa memprotes anak anak sebagai tentara oleh OPM. Aksi unjuk rasa tersebut dilakukan di Inggris, termasuk warga Oxford yang menolak Dewan Kota Oxford yang telah memberikan penghargaan kepada "buronan politik/political fugitives" Benny Wenda, dedengkot ULMWP yang hidup tenang dan mewah di Inggris dari manuvernya menjual isu Papua.
Beredarnya video tersebut adalah salah satu bukti kuat bahwa OPM dan Benny Wenda cs memberlakukan praktik "maling teriak maling" diatas penderitaan, languish dan squalor yang selama ini belum terselesaikan secara tuntas di Papua.
OPM dan pendukungnya perlu melihat secara realistis menyadari bahwa isu referendum Papua sudah tidak laku lagi, bahkan saat ini niat generasi muda Papua untuk mendalami Pancasila semakin meluas dan membesarnya.
Akhirnya, bisa kita lihat bahwa pelaksanaan HUT OPM 1 Desember 2019 sepi peminatnya, termasuk walaupun ada unjuk rasa di Ambon dan Yogyakarta, hanya diikuti segelintir pendukungnya. Dan, langkah aparat penegak hukum menangkap anasir anasir OPM di beberapa daerah juga mendapat dukungan dari masyarakat Papua yang cinta NKRI.
Bangsa Indonesia dan OPM seharusnya menyadari bahwa isu isu pelanggaran HAM adalah isu untuk mendestabilisasi situasi dan kondisi sebuah negara untuk menciptakan "uncertainty through color revolutions".
Oleh karena itu, sebaiknya OPM kembali ke NKRI dan bersama sama pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin membangun Papua, apalagi sudah ada niat politik yang positif dari pemerintah untuk terus melanjutkan Otsus Papua bahkan menjadikannya Otsus Plus untuk meningkatkan kesejahteraan Papua melalui memperbaiki kesehatan, pendidikan, menggerakkan ekonomi kerakyatan dan pembangunan infrastruktur.
Menyelesaikan masalah Papua bukan dengan wacana yang destruktif seperti referendum Papua, melainkan dengan spirit kebangsaan dan menjaga pluralisme termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Papua.
Lebih baik, generasi muda dan masyarakat Papua merefleksikan kecintaannya kepada NKRI dengan menyontoh aksi pesepakbola asal Papua, Osvaldo Haay yang menjadi top skor sepak bola SEA Games di Philipina saat ini. Sekali lagi Papua adalah Indonesia dan Indonesia adalah Papua.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews