Demi kepentingan kelompok mereka sanggup mengorbankan keutuhan dan kehancuran bangsa. Sedikitpun mereka tidak mengkuatirkan jika negara ini porak-poranda.
Begitu bersemangatnya Titiek Soeharto dalam menggelorakan semangat pendukung Prabowo-Sandi, di Rumah Perjuangan Rakyat, Jakarta Pusat, Jumat (17/5).
Sebagai Anggota Dewan Pengarah BPN Prabowo-Sandi, Siti Hediati Hariyadi alias Titiek Soeharto , mengklaim telah terjadi kecurangan dalam Pemilu 2019. Bahkan menurutnya lagi Pemilu saat ini lebih curang dari Pemilu di era Soeharto.
Secara tidak langsung, Titiek mengakui bahwa Pemilu era Soeharto juga penuh kecurangan. Sebetulnya bukan kecurangan sih, tapi pembodohan demokrasi lebih tepatnya, karena Pemilu hanya sekedar formalitas saja, pemenangnya sudah bisa diduga.
Saya tidak ingin membahas soal Pemilu jaman Soeharto, saya tergelitik oleh semangatnya Titiek yang begitu mengebu-gebu, sehingga mengingatkan saya soal kasus Yayasan Supersemar, yang sampai saat ini belum tuntas.
Juga soal upaya Presiden Jokowi bakal menyita Rp7.000 triliun aset uang koruptor di Swiss, diduga 84 WNI memiliki rekening gendut di bank Swiss. Bisa jadi termasuk juga didalamnya kekayaan keluarga Cendana.
Inilah yang menjadi penyemangat keluarga Cendana untuk mengahabisi rezim Jokowi. Seperti diketahui, demo yang akan berlangsung sejak tanggal 20 hingga 22 Mei yang akan datang, akan menjadi momentum penggulingan Jokowi.
Hal itu bisa dilihat dari semangat yang diusung dalam demo tersebut, yakni mendesak KPU agar mendiskualifikasi Jokowi-Ma'ruf. Karena memang inilah moment yang tepat bagi keluarga Cendana untuk berpartisipasi dalam demo yang katanya atas inisiatif masyarakat.
Kalau misi ini tercapai, dan Jokowi terguling dari kekuasaannya, maka selamatlah kasus keluarga Cendana dengan Pemerintah, juga rencana Pemerintah untuk menarik Dana 7.000 triliun di Bank Swiss bisa batal.
Begitulah skenario yang mereka inginkan, dan bisa jadi demo yang katanya akan menggalang jutaan Massa tersebut, tidak terlepas dari support keluarga Cendana. Inilah yang membuat Titiek begitu bersemangat, bukanlah menjadi Ibu Negara yang menjadi misi utamanya.
Dalam orasinya di Rumah Perjuangan, Putri penguasa Orde Baru mengatakan kecurangan dalam Pemilu 2019 adalah pengkhianatan terhadap bangsa dan negara.
Titiek mengatakan Pemilu kali ini telah membelah bangsa Indonesia. Ia bahkan mengatakan masyarakat terus dibohongi atas kecurangan yang terjadi.
"Kita terpecah belah, memecah persatuan dan kesatuan bangsa ini," tuturnya.
Baca Juga: Kembali ke Orde Baru, Ajakan "Rujuk" Titiek Soeharto kepada Prabowo?
Titiek sepertinya sangat memanfaatkan momentum ini sebagai peluang untuk melampiaskan kekesalannya pada Pemerintahan Jokowi, yang dianggapnya berani menggangu Ketenangan keluarga Cendana, karena Pemerintahan sebelumnya tidak pernah memgutak-atik kekayaan mereka.
Aksi demo yang akan berlangsung di depan Gedung KPU dan Bawaslu, benar-benar menjadi kendaraan politik kepentingan keluarga Cendana. Aksi yang disinyalir akan diboncengi oleh kelompok Teroris tersebut untungnya sudah diantisipasi oleh pihak keamanan jauh-jauh hari sebelumnya.
Beberapa Anggota jaringan teroris sudah berhasil ditangkap oleh Densus 88, dan ternyata memang jaringan ini akan memanfaatkan momentum demo di depan Gedung KPU dan Bawaslu, untuk melaksanakan aksi bom bunuh diri. Berbagai jenis Bom baik yang sudah dirakit, maupun yang belum, berhasil diamankan.
Dari situasi ini kita bisa memahami, bahwa demi kepentingan kelompok mereka sanggup mengorbankan keutuhan dan kehancuran bangsa. Sedikitpun mereka tidak mengkuatirkan jika negara ini porak-poranda, hanya karena membela kepentingan mereka.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews