Deklarasi Pemilu Damai, Sebuah Langkah Kecil Penulis untuk Kokohnya NKRI

Senin, 25 Februari 2019 | 05:44 WIB
0
647
Deklarasi Pemilu Damai, Sebuah Langkah Kecil Penulis untuk Kokohnya NKRI
Damai dan Rukun Indonesiaku, karya Ryan Bintoro https://art.kompas.com/artist/18/ryan-biantoro(Ryan Bintoro https://art.kompas.com/artist/18/ryan-biantoro)

  

Dua bulan menjelang Pemilu serentak DPR/DPRD, DPD, dan juga Pilpres, sebuah media warga bernama PepNews yg dikomandoi Pepih Nugraha mengumpulkan sekitar 30-an penulis. Mereka berkumpul di Hotel Santika, Slipi Jakarta, Ahad siang 17 Februari 2019 untuk mendeklarasikan Pemilu Damai.

Apa artinya 30 orang penulis? Apa juga artinya PepNews yang baru berusia sekitar dua tahunan ini? Dalam hitungan jumlah penulis, tentu saja hal ini mustahil bisa mengubah peta politik Indonesia yang sudah terlanjur karut marut seperti saat ini.

Apalagi, di hari yang sama, Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga menggelar debat kedua Pilpres 2019. Jika mau dibandingkan, tentu saja gaung debat ini, jauh lebih nyaring terdengar daripada deklarasi 30-an penulis tersebut.

Namun, kita juga tak bisa sesekali menyepelekan sesuatu yang dipandang kecil. Bagaimana pun, sesuatu yang besar, semuanya juga dimulai dari yang kecil, bahkan sesuatu yang sama sekali tidak pernah dipandang sedikit pun.

Bagi para penulis ini, Pemilu Damai adalah hal yang mutlak, dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Pemilu Damai adalah sebuah keniscayaan yang harus disebarluaskan gaungnya, karena dari sinilah pertaruhan untuk menjaga reformasi tetap berjalan sesuai dengan yang dicita-citakan.    

Pemilihan umum adalah bagian dari proses berdemokrasi. Melalui pemilu yang berlangsung secara serentak pada 17 April 2019, kita bisa menentukan siapa wakil-wakil kita yang akan duduk di DPR (termasuk DPRD I/DPRD II), dan DPD, serta kita juga bisa menentukan siapa Presiden yang akan memimpin Indonesia untuk lima tahun kedepan.

Pemilu yang digelar secara serentak 17 April 2019 mendatang merupakan pemilu ke-12 yang pernah diadakan bangsa kita. Kita semua berharap pemilu tersebut bisa berlangsung secara damai, tanpa sedikit pun terjadi hal-hal yang bisa mencederai nilai-nilai demokrasi yang kita anut selama ini.

 

Pemilu Pertama di Tahun 1955

Kalau kita berkaca pada pemilu pertama yang diadakan pada tahun 1955, sudah sepantasnya kita merasa bangga, bahwa pemilu yang diadakan saat usia kemerdekaan Indonesia yang baru 10 tahun itu, ternyata mendapat pujian dari berbagai pihak, termasuk dari negara-negara asing. Pemilu pertama itu bisa berlangsung dengan aman, lancar, jujur, adil, dan juga demokratis.

Cerita manis tentang Pemilu 1955 itu diabadikan Herbert Feith dalam bukunya, "The Indonesian Election of 1955' yang terbit pertama kali tahun 1957.

Menurut Cendekiawan asal Australia tersebut, Pemilu ini digelar tanpa pengalaman berdemokrasi sebelumnya. Penyelenggaranya dilakukan oleh Panitia Pemilihan Indonesia (PPI), yang terdiri dari orang-orang dari banyak partai. 

Bahkan, di level pelaksanaannya, petugas partai yang ada di masing-masing TPS, ternyata masih banyak yang buta huruf, dan sedikit saja orang yang sudah bisa membaca.

"Indonesia berani mempertaruhkan proses Pemilu pada tingkat kecerdasan para penduduk desa yang buta huruf, dan... pertaruhan itu terbayar tunai," kata Irene Tinker dan Mil Walker, peneliti pemilu di Indonesia dan India, sebagaimana dikutip Feith.  

Sebagai bangsa yang sudah lebih dari 70 tahun merdeka, tentu saja kita akan merasa malu bila nyatanya kita tak mampu melaksanakan pesta demokrasi itu secara damai, seperti yang diadakan di tahun 1955.

Indonesia adalah bangsa yang besar, yang telah mampu melewati cobaan berdemokrasi. Pemilu presiden 2014 sebelumnya, yang oleh banyak orang diprediksikan chaos, nyatanya juga bisa berlangsung dengan mulus.

Begitu juga kita semua berharap Pemilu 2019 bisa berlangsung secara damai. Meskipun, sejak awal, berseliweran hoax, fitnah, dan ujaran kebencian, kita tetap mengharapkan bahwa semuanya mematuhi uturan hukum yang berlaku, dan Pemilu 2019 bisa berlangsung secara damai, seperti yang juga menjadi harapan para penulis PepNews dalam deklarasinya sebagai berikut:

 

Deklarasi Penulis untuk Pemilu Damai

 

Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa 

Kami Penulis Indonesia Berjanji;

Menulis dengan hati nurani

Menulis dengan jiwa yang sehat

Melawan intoleransi, radikalisme dan terorisme

Melawan segala bentuk penyebaran hoaks, fitnah, dan ujaran kebencian

 

Kami Penulis Indonesia Berjanji;

Mengedepankan rasa aman dan nyaman melalui pilihan kata, fakta dan data

 

Kami penulis Indonesia Berjanji;

Mendorong terciptanya pemilu damai

Menegakkan yang benar

Membela yang tak bersalah

Dengan sepenuh jiwa raga

 

Tetap NKRI

Pemilu 2019 Damai, Damai,  Damai!

 

 

Untuk melihat susana deklarasi tersebut, silakan melihat tayangan di link berikut: Deklarasi Pemilu Damai!

Sekali lagi, kita semua mengakui, bahwa deklarasi yang disampaikan para penulis di atas adalah sesuatu langkah kecil, yang tak punya makna apa-apa. 

Namun, langkah kecil ini akan begitu berarti jika ternyata, kedua pasangan yang berkontestasi di Pilpres 2019, baik Joko Widodo dan KH Ma'ruf Amin maupun Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno, sama-sama punya itikad baik untuk mengedepankan pemilu damai untuk kemaslahatan bangsa ini.

Tanpa adanya itikad baik dari keempat putra terbaik bangsa kita itu, jangan harap bangsa kita yang besar ini bisa mengulang kesuksesan pemilu-pemilu damai di masa lalu. 

Salam dan terima kasih!

*** 

sumber:

  1. Kompas.com (20/09/2018): "Pemilu Damai Dalam Dekapan Sang Merah Putih"
  2. Detik.com (13/03/2018) : "Pemilu 1955, Pembuktian Rakyat Buta Huruf di Depan Mata Dunia"
  3. Nur Terbit Youtube Channel