Masyarakat Harus Lebih Cerdas dalam "Mengunyah" Ceramah Bahar Smith

Jumat, 30 November 2018 | 08:57 WIB
0
1080
Masyarakat Harus Lebih Cerdas dalam "Mengunyah" Ceramah Bahar Smith
Bahar Smith (Foto: Detik.com)

Dikutip dari chirpstory.com inilah transkrip lengkap video berdurasi 60 detik yang berisi provokasi dan kebencian Bahar Smith terhadap Presiden Jokowi dan kepada etnis tertentu.

00.00 - 00.06
PENGHIANAT BANGSA, PENGHIANAT NEGARA, PENGHIANAT RAKYAT KAMU JOKOWI

00.07 - 00.15
KAMU KALAU KETEMU JOKOWI, KALAU KETEMU JOKOWI, KAMU BUKA CELANANYA ITU, JANGAN-JANGAN HAID JOKOWI ITU, KAYAKNYA BANCI ITU.

00.16 - 00.23
KALAU ADA KAMU DI SINI YANG KEMARIN PILIH DIA, TANGGUNG JAWAB DUNIA AKHIRAT KAMU, TUKANG MEUBEL KAMU PILIH JADI PRESIDEN BEGITU JADINYA TUH.

00.24 - 00.60
KAMU BERJANJI DULU SEBELUM JADI,SAYA BERJANJI MEMAKMURKAN RAKYAT, MENSEJAHTERAKAN RAKYAT. SAYA JANJI MEMAKMURKAN, MENSEJAHTERAKAN RAKYAT.SETELAH JADI, RAKYAT MANA YANG MAKMUR, RAKYAT MANA YANG SEJAHTERA?

SAYA TANYA KAMU SUDAH MAKMUR ? (AUDIENCE: BELUM)

KAMU SUDAH SEJAHTERA? (AUDIENCE : BELUM)

YANG MAKMUR BUKAN RAKYAT, YANG SEJAHTERA BUKAN RAKYAT. YANG MAKMUR CINA, YANG MAKMUR PERUSAHAAN-PERUSAHAAN ASING, YANG MAKMUR ORANG-ORANG KAFIR, YANG MAKMUR PERUSAHAAN-PERUSAHAAN BARAT. KITA PRIBUMI INDONESIA, KITA PRIBUMI INDONESIA MENJADI BUDAK DI NEGERI KITA SENDIRI, MENJADI BUDAK DI NEGERI KITA... KELAPARAN...

***

Terkait isi ceramah tersebut, bagaimanakah seharusnya sikap masyarakat?

Saya pikir masyarakat harus cerdas dan bahkan 100 kali lebih cerdas. Harus bisa menyaring mana yang harus didengar dan mana yang tidak. Mana ajakan yang harus diikuti dan mana yang tidak. Masyarakat harus berpikir kritis dan tidak terprovokasi. "Tidak semua harus didengar dan tidak semua harus diikuti"

Seorang penceramah agama dari agama apapun di Indonesia, saya pikir sah-sah saja menyampaikan kritik terhadap pemerintah yang berkuasa. Apakah itu terhadap kepala desa/lurah, camat, bupati/walikota, gubernur bahkan presiden sekalipun. Tidak boleh ada yang melarang karena penceramah agama bukan perpanjangan tangan pemerintah.

Jika memang kebijakan pemerintah dianggap telah menyimpang dari konstitusi, melanggar agama, menyengsarakan rakyat, maka penceramah agama harus dengan tegas menyuarakan bahkan meneriakkan kebenaran dengan sekeras-kerasnya.

Tetapi saya pikir kritik tersebut harus pula disampaikan dengan cara yang bijaksana dan bermartabat. Tidak dengan emosi yang tak terkendali sehingga mengeluarkan kata-kata yang tidak bermoral yang justru merendahkan dirinya sendiri. Tidak juga karena kepentingan politik dukung-mendukung atau karena dasar kebencian.

Sekali lagi masyarakat harus cerdas dan bahkan lebih cerdas lagi. Harus dapat membedakan mana ceramah yang sesuai dengan ajaran agama dan mana yang berasal dari luapan emosi dari dalam diri penceramah itu sendiri.

Siapapun yang menjadi presiden Indonesia berikutnya. Apakah Jokowi, Prabowo, atau siapapun. Siapa saja termasuk penceramah agama boleh mengkritisinya jika dianggap telah menyimpang dari konstitusi. Tetapi sekali lagi harus disampaikan dengan cara-cara yang bermartabat.

Pantaskah seorang penceramah agama mengatakan hal seperti ini?

"KAMU KALAU KETEMU JOKOWI, KALAU KETEMU JOKOWI, KAMU BUKA CELANANYA ITU, JANGAN-JANGAN HAID JOKOWI ITU, KAYAKNYA BANCI ITU"

Saya pikir kata-kata seperti ini tidak seharusnya diucapkan oleh seorang penceramah agama. Ini sebuah ujaran kebencian dari rasa emosi yang tak terkendali. Sebuah ujaran rendah tak bermoral dan bermartabat yang tidak seharusnya diucapkan oleh penceramah agama.

Bukan karena diucapkan kepada Presiden Jokowi. Tetapi kepada siapa pun kelak. Apakah kepada "Presiden Prabowo" jika beliau terpilih, tetapi kata-kata seperti ini tidak pantas diucapkan. Apalagi diucapkan oleh seorang penceramah agama?

Semoga masyarakat cerdas dan lebih cerdas.

(RS)

***