Dikutip dari chirpstory.com inilah transkrip lengkap video berdurasi 60 detik yang berisi provokasi dan kebencian Bahar Smith terhadap Presiden Jokowi dan kepada etnis tertentu.
00.00 - 00.06
PENGHIANAT BANGSA, PENGHIANAT NEGARA, PENGHIANAT RAKYAT KAMU JOKOWI
00.07 - 00.15
KAMU KALAU KETEMU JOKOWI, KALAU KETEMU JOKOWI, KAMU BUKA CELANANYA ITU, JANGAN-JANGAN HAID JOKOWI ITU, KAYAKNYA BANCI ITU.
00.16 - 00.23
KALAU ADA KAMU DI SINI YANG KEMARIN PILIH DIA, TANGGUNG JAWAB DUNIA AKHIRAT KAMU, TUKANG MEUBEL KAMU PILIH JADI PRESIDEN BEGITU JADINYA TUH.
00.24 - 00.60
KAMU BERJANJI DULU SEBELUM JADI,SAYA BERJANJI MEMAKMURKAN RAKYAT, MENSEJAHTERAKAN RAKYAT. SAYA JANJI MEMAKMURKAN, MENSEJAHTERAKAN RAKYAT.SETELAH JADI, RAKYAT MANA YANG MAKMUR, RAKYAT MANA YANG SEJAHTERA?
SAYA TANYA KAMU SUDAH MAKMUR ? (AUDIENCE: BELUM)
KAMU SUDAH SEJAHTERA? (AUDIENCE : BELUM)
YANG MAKMUR BUKAN RAKYAT, YANG SEJAHTERA BUKAN RAKYAT. YANG MAKMUR CINA, YANG MAKMUR PERUSAHAAN-PERUSAHAAN ASING, YANG MAKMUR ORANG-ORANG KAFIR, YANG MAKMUR PERUSAHAAN-PERUSAHAAN BARAT. KITA PRIBUMI INDONESIA, KITA PRIBUMI INDONESIA MENJADI BUDAK DI NEGERI KITA SENDIRI, MENJADI BUDAK DI NEGERI KITA... KELAPARAN...
***
Terkait isi ceramah tersebut, bagaimanakah seharusnya sikap masyarakat?
Saya pikir masyarakat harus cerdas dan bahkan 100 kali lebih cerdas. Harus bisa menyaring mana yang harus didengar dan mana yang tidak. Mana ajakan yang harus diikuti dan mana yang tidak. Masyarakat harus berpikir kritis dan tidak terprovokasi. "Tidak semua harus didengar dan tidak semua harus diikuti"
Seorang penceramah agama dari agama apapun di Indonesia, saya pikir sah-sah saja menyampaikan kritik terhadap pemerintah yang berkuasa. Apakah itu terhadap kepala desa/lurah, camat, bupati/walikota, gubernur bahkan presiden sekalipun. Tidak boleh ada yang melarang karena penceramah agama bukan perpanjangan tangan pemerintah.
Jika memang kebijakan pemerintah dianggap telah menyimpang dari konstitusi, melanggar agama, menyengsarakan rakyat, maka penceramah agama harus dengan tegas menyuarakan bahkan meneriakkan kebenaran dengan sekeras-kerasnya.
Tetapi saya pikir kritik tersebut harus pula disampaikan dengan cara yang bijaksana dan bermartabat. Tidak dengan emosi yang tak terkendali sehingga mengeluarkan kata-kata yang tidak bermoral yang justru merendahkan dirinya sendiri. Tidak juga karena kepentingan politik dukung-mendukung atau karena dasar kebencian.
Sekali lagi masyarakat harus cerdas dan bahkan lebih cerdas lagi. Harus dapat membedakan mana ceramah yang sesuai dengan ajaran agama dan mana yang berasal dari luapan emosi dari dalam diri penceramah itu sendiri.
Siapapun yang menjadi presiden Indonesia berikutnya. Apakah Jokowi, Prabowo, atau siapapun. Siapa saja termasuk penceramah agama boleh mengkritisinya jika dianggap telah menyimpang dari konstitusi. Tetapi sekali lagi harus disampaikan dengan cara-cara yang bermartabat.
Pantaskah seorang penceramah agama mengatakan hal seperti ini?
"KAMU KALAU KETEMU JOKOWI, KALAU KETEMU JOKOWI, KAMU BUKA CELANANYA ITU, JANGAN-JANGAN HAID JOKOWI ITU, KAYAKNYA BANCI ITU"
Saya pikir kata-kata seperti ini tidak seharusnya diucapkan oleh seorang penceramah agama. Ini sebuah ujaran kebencian dari rasa emosi yang tak terkendali. Sebuah ujaran rendah tak bermoral dan bermartabat yang tidak seharusnya diucapkan oleh penceramah agama.
Bukan karena diucapkan kepada Presiden Jokowi. Tetapi kepada siapa pun kelak. Apakah kepada "Presiden Prabowo" jika beliau terpilih, tetapi kata-kata seperti ini tidak pantas diucapkan. Apalagi diucapkan oleh seorang penceramah agama?
Semoga masyarakat cerdas dan lebih cerdas.
(RS)
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews