Yang Perlu Diwaspadai Indonesia dari Pengeroyokan terhadap Ade Armando

Padahal, kehadiran Ade Armando dalam unjuk rasa tersebut adalah untuk secara bersama mendukung tujuan utama aksi demonstrasi, yaitu menolak wacana penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden.

Selasa, 12 April 2022 | 04:12 WIB
0
320
Yang Perlu Diwaspadai Indonesia dari Pengeroyokan terhadap Ade Armando
Ade Armando (Foto: republika.co.id)

Mau tidak mau, kita harus mengakui bahwa bangsa ini belum dewasa dalam berdemokrasi.

Ini terlihat dari mereka yang hanya menjadi korban demokrasi, baik karena hasutan atau kurang pengetahuan, bahkan menjadi orang upahan sehingga merelakan diri untuk terlibat bentrokan di alam kebebasan demokrasi.

Ada juga pihak yang mengerti kebebasan demokrasi sampai memanfaatkan para korban yang baru saja disebutkan untuk memuaskan libido mencapai kekuasaan.

Contoh nyata dari permasalahan ini terlihat jelas dalam Pilkada 2017 dan Pilpres 2019. Apakah kebobrokan dalam berdemokrasi hanya kisah masa lalu bagi Indonesia? Jawabannya: tentu TIDAK!!!

Beberapa politisi masih terlihat menggunakan amunisi yang sama untuk berkuasa tanpa menunjukkan prestasi atau pencapaian yang berarti. Modus untuk membenturkan pendukungnya dengan pendukung lawan atas nama agama atau dalih kepentingan negara masih marak terlihat.

Kalau kita jeli dalam observasi, mereka ini hanya memanfaatkan situasi untuk berkuasa, apalagi dengan adanya agenda 2024 - yang terlihat bukan perang untuk menunjukkan prestasi membangun negeri, tetapi perang baliho.

Kali ini, peristiwa memilukan yang merusak arti demokrasi itu baru saja terjadi. Senin, 11 April 2022, aksi demonstrasi yang dikoordinasi oleh BEM SI berakhir ricuh antara demonstran dengan aparat di depan Gedung DPR/MPR DKI Jakarta.

Bahkan yang lebih mengenaskan lagi adalah peristiwa pengeroyokan oleh beberapa orang terhadap Dosen Universitas Indonesia yang juga dikenal sebagai pegiat media sosial, Ade Armando.

Padahal, kehadiran Ade Armando dalam unjuk rasa tersebut adalah untuk secara bersama mendukung tujuan utama aksi demonstrasi, yaitu menolak wacana penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden.

Memang ada pihak yang tidak setuju dengan konten hasil kreasi Ade Armando di sosial media. Namun, kita harus sadar bahwa bentuk penganiayaan terhadap Ade Armando bukanlah cara untuk menuntut keadilan hukum, tapi justru sebaliknya - sangat bertentangan dengan hukum dan mencederai marwah demokrasi.

Apabila konten sosial media yang diproduksinya selama ini terbukti bertentangan dengan pasal hukum, Ade Armando sudah pasti dapat dijerat karenanya dan bahkan ia dapat sepenuhnya dilarang menghasilkan konten sosmed seperti biasanya.

Ini sama sekali bukan pernyataan pembelaan terhadap Ade Armando dari saya. Tetapi, itu semua merupakan ajakan agar kita dapat melihat permasalahan ini secara jernih, termasuk di dalam masalah hukum apabila secara sah terdapat pembuktian secara konkrit.

Kalau kita berani jujur, kita sendiri sudah melihat upaya pemerintah untuk bertindak transparan dalam penegakan hukum di negara ini meskipun masih terdapat ketimpangan di sana sini.

Pemerintah, secara khusus melalui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD sebelumnya sudah menjamin agar tidak ada tindakan represif dari aparat keamanan dan penegak hukum terhadap demonstran di depan Gedung DPR/MPR.

Namun, apakah ini artinya aparat terus akan membiarkan aksi demonstrasi berubah menjadi ricuh, termasuk membiarkan aksi penganiayaan terjadi atas Ade Armando?

Kita harus sadar bentuk penganiayaan terhadap Ade Armando sama sekali tidak dapat dibenarkan dalam alam demokrasi yang sepenuhnya dijamin oleh undang-undang.

Meskipun masih tergolong skala kecil, kasus yang menimpa Ade Armando merupakan contoh percikan dari sejumlah konflik besar akibat perbedaan pandangan, terutama dalam kasus sensitif bernuansa SARA - mulai dari dari konflik di Poso, Sampit, hingga Ambon.

Saya menulis judul artikel ini dengan kata Indonesia karena saya tidak hanya ingin berbicara kepada pihak tertentu. Tetapi, lebih jauh dari itu, saya tujukan tulisan ini kepada segenap bangsa, terutama mereka yang benar-benar mendukung atau terlibat dalam penyerangan fisik terhadap Ade Armando.

Apa sebenarnya yang dapat ditunjukkan dengan aksi pengeroyokan itu? Bukankah ini merupakan bukti nyata bentuk kebodohan dalam berdemokrasi?

Lalu, bagaimana kalau sampai mata internasional tersorot ke dalam kasus ini - bukankah mereka semakin yakin bahwa bangsa Indonesia terbukti sangat mudah dipecah belah karena rentan dibakar emosi berujung kebodohan maupun kebrutalan akibat perbedaan pandangan?

Apabila aparat keamanan tidak berlaku tegas dalam mengamankan proses demokrasi bukan berarti kita dapat memanfaatkan situasi dengan meluapkan emosi sehingga kehidupan demokrasi itu menjadi semakin jauh dari tujuannya.

Bahkan saat aparat keamanan mengambil tindakan tegas, masih ada saja pihak mengambil keuntungan dengan mengampanyekan pelanggaran HAM.

Pernahkah terbayang apabila aparat keamanan dan hukum cuci tangan dari semua permasalahan kebodohan berdemokrasi seperti ini?

Bagaimana kalau aparat keamanan sampai membiarkan terjadi bentrokan massa yang tidak dapat dihindari sehingga setiap insan bangsa saling membunuh dan akhirnya negara ini dengan mudah direbut atau dikendalikan oleh negara lain tanpa kesulitan sama sekali?

Kita harus sadar bahwa keamanan negara ini tanggung jawab kita semua tanpa perlu kita berdalih bahwa itu sepenuhnya menjadi urusan negara dan para aparatnya.

Jangan sampai terlambat untuk menyadari bahwa kehidupan berdemokrasi bukan untuk mengungkapkan luapan amarah tak terkendali sehingga menimbulkan aksi anarki yang pada akhirnya merugikan semua pihak.

Dibutuhkan kecerdasan bangsa, kewaspadaan membaca situasi dengan tekun menambah pengetahuan, serta menjunjung tinggi nilai-nilai kebangsaan yang diwariskan pendiri negara agar Indonesia tetap dapat berdemokrasi dalam koridor persatuan, bukan lewat perpecahan apalagi kebodohan.

***