Semakin Redupnya Citra Partai Demokrat

Dibutuhkan integritas dan kompetensi kepimpinan yang terlihat nyata di mata masyarakat untuk menjadi seorang pemimpin negara; tidak cukup dengan hanya menyandang status sebagai anak presiden.

Jumat, 27 Januari 2023 | 06:22 WIB
0
235
Semakin Redupnya Citra Partai Demokrat

Ketua DPRD Penajam Paser Utara (PPU) Kalimantan Utara Syahruddin M Noor (SMN) menjadi sorotan setelah video syur berdurasi sekitar 3 menit antara dirinya dengan seorang mahasiswi berinisial FA tersebar.

Menurut pengacara FA, Zainul Arifin, hubungan seks ini berlangsung di sebuah hotel di Jakarta pada pertengahan September 2021. Setelah mengenal melalui temannya, FA dijanjikan uang Rp 1,5 juta oleh SMN yang adalah kader Partai Demokrat untuk berhubungan badan layaknya suami istri.

SMN terlibat transaksi ini sebelum akhirnya mengetahui adegan syurnya itu direkam oleh FA dan tersebar di dunia maya. SMN melaporkan wanita berusia 25 tahun yang dikencaninya ke Bareskrim Polri pada tanggal 10 Juni 2022. Dengan laporan tersebut, pihak kepolisian telah menangkap dan menahan FA.

SMN melaporkan FA ke Bareskrim Polri atas tuduhan penyebaran video pornografi melalui media elektronik. Sebagai akibatnya FA ditahan dan terancam pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar berdasarkan Pasal 45 Ayat 1 Juncto Pasal 27 Ayat 1 UU ITE dan atau Pasal 4 Ayat 1 huruf a UU Nomor 4 Tahun 2008 Jo Pasal 55 KUHP.

Kasubdit II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes Rizki Agung Prakoso menjelaskan pihaknya membuka peluang menetapkan SMN sebagai tersangka dalam kasus video asusila yang diperankannya.

Kombes Rizki menerangkan SMN dapat menjadi tersangka jika ada pihak yang melaporkannya. Oleh karena itu, pengacara FA, Zainul Arifin mengaku telah membuat laporan terhadap Syahruddin sehubungan konten pornografi ke Bareskrim Polri pekan lalu.

Yang menarik perhatian dari kasus ini adalah SMN sebagai pelaku tindakan mesum di video mesum itu masih berkeliaran bebas seakan tanpa ada beban moral terhadap masyarakat sekitarnya mengingat posisinya sebagai ketua DPRD yang seharusnya menjadi tokoh panutan.

Hal yang tidak kalah menarik adalah sejauh ini belum terdapat laporan dari Badan Kehormatan DPRD PPU Kalimantan Utara untuk menggelar sidang etik untuk meninjau kasus tidak bermoral dan beretika ini.

Seakan apa yang sudah dilakukan kader Demokrat itu sebagai hal yang lumrah terjadi.

Partai Demokrat yang dikenal sering mengkritisi pemerintah juga seharusnya bertindak cepat dan tegas untuk meninjau kasus yang melibatkan kadernya, bukan membiarkan kasus ini berkepanjangan tanpa tindakan disiplin partai.

Kesan lamban dan pembiaran terhadap kasus video syur ini justru semakin menggerus citra Demokrat dengan beberapa kasus pelanggaran hukum sebelumnya, seperti tindak korupsi, yang telah menjerat sejumlah kader.

Sejumlah masalah tersebut belum termasuk kasus internal yang menjalar di tubuh Demokrat saat kepimpinan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) diragukan oleh kadernya sendiri dengan adanya gerakan pengambilalihan kepemimpinan partai 2 tahun lalu.

Keraguan terhadap potensi kepimpinan ini bahkan bukan lagi terlihat di kalangan internal partai tetapi juga di kalangan publik. Ini terlihat saat AHY dinilai gagal menangani konflik internal Demokrat sehingga menyurati Presiden Joko Widodo Istana berada di balik upaya Kepala Staf Presiden Moeldoko dalam merebut kepimpinan Partai Demokrat.

Faktanya adalah Kementerian Hukum dan HAM menolak berkas dokumen permohonan pengesahan kepengurusan Partai Demokrat kubu Moedoko. Bahkan Moeldoko sejak awal menjelaskan keterlibatannya dalam kemelut Partai Demokrat merupakan tindakan pribadi tanpa melibatkan istana.

Dengan kata lain, tindakan AHY menangani konflik internal partai dengan menyurati Presiden Jokowi justru mempermalukan dirinya sendiri karena hanya mempertontonkan kelemahannya ke publik dalam menangani masalah partai.

Permasalahan yang mengemuka di salah satu partai politik di Tanah Air ini seharusnya menjadi pelajaran penting bagi partai politik lain kontestan Pemilu 2024.

Dibutuhkan integritas dan kompetensi kepimpinan yang terlihat nyata di mata masyarakat untuk menjadi seorang pemimpin negara; tidak cukup dengan hanya menyandang status sebagai anak presiden sebelumnya, apalagi hanya dibekali retorika pencitraan semata tanpa didukung fakta.

***