Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan tidak menerima gugatan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) terkait KLB di Deli Serdang. Bagaimana nasib Demokrat dan AHY nantinya?
Yang disyukuri para wanita dari keberadaan baliho-baliho besar di sudut-sudut kota, barangkali hanya baliho AHY. Barangkali lho ya…. Berbeda dari baliho “Kepak Sayap Kebhinnekaan” atau baliho laki-laki senior yang “Siap Kerja untuk Indonesia”, wajah ganteng AHY menghiasi perempatan dan pinggir-pinggir jalan dengan pancaran wajahnya yang bersih dan lembut.
Inilah satu-satunya baliho yang enak dipandang mata. Hahaha... Ada tulisan di bagian bawah baliho: “Nasionalis Religius”. AHY beruntung. Tak ada yang menghujatnya. Tak ada yang mengkritiknya dengan mengatakan suasana pandemi kok pasang baliho.
Kisah AHY masuk dunia politik bisa dikatakan dramatis. Semula dia lebih tertarik menjalani kehidupan sebagai tentara. Dia lulusan terbaik Akademi Militer Magelang. Karir militernya begitu kemilau. Dia meniti karir militer sebagai perwira muda yang cemerlang hingga pangkat Mayor.
Adiknya, Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas lebih dahulu terjun ke politik. Dia mendampingi kemana-mana ayahnya yang Ketua Umum Partai Demokrat. Adapun Mas AHY terjun ke politik belakangan. Itupun dengan serta merta, mendadak dan dengan proses yang penuh drama.
AHY memilih politik dan mengorbankan karir militernya, untuk maju sebagai salah satu kandidat dalam Pilkada DKI 2017. AHY terpaksa meninggalkan dunia militer yang dicintainya dan menjadi cita-citanya sejak kecil karena tak mampu menolak tawaran jabatan politik dari ayahanda tercinta.
AHY sendiri yang mengungkap detik-detik saat dia menerima tawaran untuk diajukan sebagai calon Gubernur DKI. Ketika itu dia berada di Darwin, Australia. Dia sedang mengikuti latihan TNI AD bersama Angkatan Darat Australia. Jawabannya ditunggu segera. Dalam situasi penuh tekanan karena keterbatasan waktu, dia memutuskan menerima pencalonan itu.
Bagaimanapun, AHY anak yang berbakti. Kendati mengaku menerima tawaran itu tanpa tekanan, dia mengumumkan pengunduran dirinya dari militer sambil menahan isak tangis. Sungguh tak tega menyaksikannya.
Walau tentu saja itu wajar. AHY juga manusia biasa yang punya perasaan. Dia sadar dengan konsekuensi pilihannya. Meninggalkan dunia militer berarti harus berpisah dengan sesama prajurit yang meniti karir bersama, juga kolega-kolega, atasan dan bawahan yang telah menjadi keluarga keduanya.
Malang tak dapat ditolak. Tuhan tidak suka AHY jadi Gubernur. AHY langsung kalah di Pilkada babak pertama. Jelas tak mungkin bagi AHY kembali lagi ke TNI AD. Karir politiknya kemudian dilanjutkan di partai yang didirikan sang bapak. Singkat cerita, berbekal pengaruh dan nama besar ayahnya, AHY terpilih sebagai ketua umum secara aklamasi dalam Kongres V Partai Demokrat.
Walau masuk politik dengan serta merta, AHY masih beruntung terpilih sebagai Ketum dan sekarang sedang menaikkan popularitas sekaligus posisi tawar melalui baliho-baliho besar itu. Tujuannya bisa ditebak, untuk ikut kontestasi dalam bursa Capres 2024.
Walau bisa dikatakan dia adalah satu-satunya capres dengan status politisi dadakan, lagi-lagi AHY beruntung. Tidak ada yang menyerangnya dengan pertanyaan tendensius, prestasinya apa? Mana aksi nyata di masyarakat?
Kalau mau nyapres, tentu AHY harus mengendarai gerbong Partai Demokrat. Tapi bagai sudah jatuh tertimpa tangga. Sepertinya Tuhan memang tidak suka Demokrat adem ayem saja.
Dualisme kepemimpinan terjadi sejak dilaksanakan Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang, Sumatra Utara, yang memutuskan memilih Moeldoko sebagai Ketua Umum. Terjadilah sengketa rebutan partai yang berujung sidang di pengadilan.
Sudah setengah hati masuk politik, kalah Pilkada, masih harus menghadapi ujian berupa badai konflik internal partai. Akhirnya dia jadi labil, kadang pakai kumis dan jambang, kadang enggak.
Situasi terakhir, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan tidak menerima gugatan AHY terkait KLB di Deli Serdang.
Entah bagaimana nasib Demokrat dan Mas AHY nantinya… Semangat, Mas AHY!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews