Dalam berkonflik dengan Moeldoko terkait sengkarut Partai Demokrat, hanya berharap, Susilo sebagai tokoh politik memberi contoh baik: tegas dan konsisten.
Masih tentang Susilo. Beberapa kali dia menyatakan, dia yakin bahwa Presiden Jokowi sama sekali tidak mengetahui dan tidak terlibat dengan upaya ‘pengambilalihan Partai Demokrat’ oleh orang yang ada di lingkaran istana. Dari sekian kali pernyataan itu disampaikan, bisa disimpulkan bahwa Susilo ingin menghindari konflik dengan Presiden Jokowi dan PDIP. Bagus.
Tapi anehnya, setiap kali menyebut Moeldoko, baik Susilo maupun Agus, selalu menyebut KSP Moeldoko. Ya kalo menyebut KSP (Moeldoko) itu sudah menyentuh institusi presiden. Karena KSP adalah salah satu unit kerja di bawah institusi Presiden. Segala apa yang dilakukan oleh KSP Moeldoko, pasti atas sepengetahuan dan izin Presiden Jokowi.
Selain itu, pada satu pernyataan yang disampaikan tanggal 5 Maret 2021, Susilo mengatakan, "Saya benar-benar tidak menyangka karena sewaktu selama 10 tahun saya memimpin Indonesia dulu, baik pribadi maupun Partai Demokrat yang saya bina tidak pernah mengganggu dan merusak partai lain seperti yang kami alami saat ini."
Lah ... pernyataan itu sangat jelas menuduh Presiden Jokowi mengganggu partai lain, yaitu Partai Demokrat. Dengan pernyataan itu, dengan siapa lagi dia membandingkan dirinya (sebagai Presiden 2004 – 2014) kalau bukan dengan presiden saat ini? Dalam berkonflik politik, jendral kok malu-malu, ragu-ragu, takut-takut kayak gitu?
Keanehan lain, kebijakan yang diambil terkait TNI pada periode 2004 – 2014, kapasitas Susilo adalah sebagai Presiden RI, bukan sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat. Waktu itu ia memilih Jend. TNI Moeldoko sebagai Panglima TNI. Publik menilai pantas karena Moeldoko salah satu perwira tinggi TNI terbaik di angkatannya.
Bahkan sebagai lulusan AKABRI tahun 1981, Moeldoko adalah peraih Adhi Makayasa — Tri Sakti Wiratama.
Lalu sekarang, ketika Moeldoko sebagai pribadi bersedia dipilih pada KLB PD di Sumut, Susilo sebagai Ketua Majlis Tinggi PD (versi Kongres V 2020) menyatakan menyesal kalau pada tahun 2013, ketika ia menjabat Presiden RI, memilih Jend. Moeldoko sebagai Panglima TNI.
Loh ... kok begitu? Dulu kan Susilo sebagai Presiden RI, sekarang menyesal karena sebagai Ketua Majlis Tinggi PD tidak suka dengan Moeldoko yang sebagai pribadi bersedia dipilih pada KLB PD di Sumut.
Jangan-jangan ... sebagai Presiden RI 2004 – 2014, semua kebijakan Susilo diambil atas pertimbangan: menguntungkan atau tidak bagi Partai Demokrat dan keluarganya. Apakah semua politisi melankolis tidak bisa membedakan kapasitas diri dalam menyikapi persoalan, sebagai pejabat publik atau sebagai pejabat partai?
Saya perlu jelaskan, dalam perspektif politik, saya bukan fans Moeldoko. Tapi dalam berkonflik dengan Moeldoko terkait sengkarut Partai Demokrat, hanya berharap, Susilo sebagai tokoh politik memberi contoh baik: tegas dan konsisten.
Seperti dalam konteks Piala Dunia sepakbola, saya fans berat Jepang. Tapi ketika ditayangkan pertandingan Estonia versus Brazil, misalnya, saya mendukung Estonia. Paham, ya?
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews