Mewaspadai Ancaman Radikalisme di Kampus

Inilah yang patut diwaspadai mengingat peran serta masyarakat termasuk mahasiswa sebagai pembawa aspirasi rawan disusupi paham radikalisme.

Senin, 7 Oktober 2019 | 20:42 WIB
0
311
Mewaspadai Ancaman Radikalisme di Kampus
Foto; Kompas.com

Radikalisme merupakan wabah yang patut diwaspadai karena dapat membawa kehancuran bagi keutuhan NKRI. Targetnya pun menyasar generasi muda yang duduk di bangku kuliah. Hal ini menjadi indikasi bahwa siapapun tidak kebal dari paham radikal, termasuk kalangan intelektual. 

Apa yang terpikir dibenak ketika muncul kata Radikalisme? Terbersit ialah kelompok, sekumpulan orang atau bahkan individu yang melancarkan aksinya dengan tindakan-tindakan ekstrim. Namun, tahukah Anda jika tindakan ini sangat mengancam jiwa, termasuk orang lain.

Ciri-Ciri Radikalisme radikalisme ini sangatlah mudah dikenali. Pelaku ini umumnya adalah penganut ideologi yang ingin terkenal maupun dikenal guna mendapatkan dukungan lebih banyak lagi.

Untuk melancarkan tujuan yang menjadi keyakinannya. Ciri-ciri radikalisme tersebut antara lain ialah:

1. Radikalisme biasanya berwujud penolakan, evaluasi hingga perlawanan dengan keras (ekstrim), yang mana dilakukan secara terus menerus untuk menuntut perubahan secara drastis seperti yang dia inginkan.

2. Penganut radikalisme ini tak tanggung-tanggung menggunakan cara kekerasan dalam mewujudkan tujuan mereka.

3. Penganut radikalisme mempunyai anggapan jika semua pihak yang berbeda pandangan dengannya ialah orang yang bersalah.

Tindakan Radikalisme ini sejatinya dapat berkembang karena adanya pemikiran bahwa segala sesuatunya harus dikembalikan ke dalam konsep agama meskipun harus menggunakan cara yang kaku serta menggunakan kekerasan.

Selain itu, masalah ekonomi juga ternyata berperan membuat paham radikalisme muncul di sejumlah negara. Indikasinya ialah, manusia akan melakukan tindak radikalisme ini saat mereka merasa terdesak. Sehingga akan melakukan tindakan apapun termasuk melakukan teror terhadap manusia lainnya.

Faktor lainnya adalah kekecewaan. Hal ini lumrah terjadi akibat sejumlah masyarakat berpikir jika sang pemimpin negara tak berpihak kepada mereka.

Sehingga akan menimbulkan kelompok-kelompok yang terkesan ingin menegakkan keadilan. Kelompok ini bisa berasal dari sektor sosial, agama maupun politik. Sayangnya, bukan keadilan yang ingin ditegakkan, namun malah memperkeruh suasana. Selain itu, faktor pendidikan juga psikologis turut mempengaruhi hal ini.

Menurut Irjen Gatot Eddy Pramono selaku Kapolda Metro Jaya menyatakan perlunya mewaspadai penyebaran radikalisme ini, khususnya mahasiswa. Pihaknya menilai jika masyarakat Indonesia didominasi oleh "low class" yang ditilik dari segi pendidikan juga ekonomi. Dimana seharusnya demokrasi yang merupakan mandat untuk rakyat ternyata malah dimanipulasi oleh pihak tertentu guna mewujudkan kepentingan mereka.

Dia menambahkan bahwa, Peran mahasiswa, dinilai cukup besar dalam merawat keberagaman. Sebab, tantangan bangsa Indonesia ke depan yang paling besar adalah masalah radikalisme, terorisme, serta intoleransi yang dikaitkan dengan melesatnya perkembangan media sosial. Jika masyarakat utamanya mahasiswa tak mampu mengelola Medsos dengan bijak, maka paham-paham menyimpang ini akan mudah masuk kemudian mempengaruhi generasi muda.

Maka dari itu, ia juga mengimbau dan mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menjaga keberagaman, toleransi, persatuan dan kesatuan guna memperkokoh bangsa.

Selain itu Kebhinnekaan yang dimiliki bangsa Indonesia yang terdiri dari suku, budaya, agama, bahasa dan lainnya sangat rentan diintervensi pihak yang tak menyukai Indonesia menjadi bangsa yang besar. Yang mana diindikasikan oleh dua macam ancaman, yakni eksternal juga internal. Dari faktor eksternal, Aneka cara akan dilancarkan guna melumpuhkan Indonesia.

Awalnya, kemungkinan musuh dari luar akan mencoba mencari persoalan besar yang dihadapi bangsa yang akan mereka jadikan objek untuk dijajah. Bahkan secara terang-terangan melakukan invasi militer. Katakanlah masalah agama, suku, maupun etnis yang akan mereka angkat menjadi suatu konflik di media sosial. Seumpama cara ini tidak berhasil maka selanjutnya mereka akan melancarkan sejumlah invasi militer.

Sedangkan untuk faktor internal hal ini lebih mengarah pada persoalan yang muncul dari dalam negeri itu sendiri. Contohnya, penetapan pilihan jalur demokrasi untuk kehidupan berbangsa dan bernegara layaknya peristiwa 1998. Sebagaimana kita tahu, akhir-akhir ini ramai unjuk rasa yang berujung ricuh guna menyuarakan aspirasinya kepada pemerintahan.

Inilah yang patut diwaspadai mengingat peran serta masyarakat termasuk mahasiswa sebagai pembawa aspirasi rawan disusupi paham radikalisme. Implikasinya hingga penggulingan kepemerintahan. Bukankah hal ini sungguh disayangkan?

Maka dari itu, bertindak kritis itu perlu, guna meningkatkan pembangunan untuk kesejahteraan bersama. Namun, radikalisme serta paham ekstrim lainnya harus diwaspadai dan juga dilawan dengan tegas. Mari wujudkan persatuan dan kesatuan, sehingga tak akan ada celah untuk pihak ketiga berupaya memecah-belah persatuan dan kesatuan NKRI.

***