Sama "Ngehek"-nya

Kenapa kalian tidak membela juga supaya Provinsi Jawa Barat minta merdeka karena tanah kami, air kami, dihisap oleh para investor dan para urban sak Indonesia?

Sabtu, 7 September 2019 | 07:40 WIB
0
507
Sama "Ngehek"-nya
Veronica Koman (Foto: line-today.me)

Menurut gue ya (jadi gak terima protes, menurut lo terserah lo), SJW yang mendukung kemerdekaan Papua, sama ngehek-nya dengan middle class ngehek yang komplen BPJS naik 100%.

SJW alias Social Justice Warrior berpikir sedang membela rakyat Papua yang dieksploitasi SD- nya, jadi memberikan kebebasan rakyat Papua untuk memilih merdeka menentukan nasib mereka sendiri adalah hak asasi mereka.

Oh yea. Membela rakyat Papua yang termarjinalkan, right?

Lalu apalah kalian juga sekarang sedang memikirkan hidupnya rakyat Timor Leste atau Papua Nugini yang malah makin menderita setelah jadi negara merdeka? Hidup melarat dengan inflasi tinggi, digempur barang-barang impor dari Australia karena belum mampu berdikari, dijarah SDA-nya oleh Asing melebihi ketika masih bergabung dengan NKRI.

Apa kalian sedang mengutuki Australia seperti kalian mengutuki pemerintah kalian sendiri?

Oh. Timor Leste kan sudah jadi negara sendiri. Jadi terserah mereka bagaimana mengatur diri sendiri. Bukan urusan kita.

Oh yea. Nanti jika Papua merdeka, seperti keinginan kalian, dan hidupnya makin blangsak seperti rakyat Timor Leste, dibancaki oleh Asing, kalian juga akan sama BODO AMAT nya seperti kepada rakyat Timor Leste, right?

Oh Papua sudah menentukan pilihannya sendiri. Kalau jadi makin melarat, itu pilihan mereka sendiri. Right! Dibantu oleh mulut dan jari kalian (mau nulis 'bacot' kok bukan gaya saya).

Naif sekali jika berpikir memberikan kemerdekaan pada rakyat Papua artinya memberikan kebebasan kepada rakyat untuk menentukan nasib sendiri.

Heloo, yang menentukan nasib rakyat adalah para elit Papua yang perutnya buncit-buncit itu. Siapapun penguasanya nasib rakyat akan tetap sama, selama para elit tidak memikirkan kesejahteraan rakyatnya. Mau itu pemerintah RI atau elit Papua, sama saja.

Di mana suara kalian, ketika dana otsus Papua yang sekian kali lipat besarnya dari dana alokasi daerah untuk Prov.Jawa Barat, tidak membawa dampak pada pembangunan Papua?

Kenapa kalian tidak membela juga supaya Provinsi Jawa Barat minta merdeka karena tanah kami, air kami, dihisap oleh para investor dan para urban sak Indonesia?

Apa suara kalian, juga sama kerasnya mengutuki elit Papua seperti mengutuki pemerintah RI?

Hmm... tidak terbaca ya kutukan2 itu oleh mata saya, yang terbaca cuma "salawi" saja.. Apa mata saya yang siwer?

Apalagi ketika rezim SBY, meski sudah masuk eranya medsos, tidak ada SJW yang teriak-teriak mendukung Papua merdeka. Kemana kalian ketika rezim SBY berkuasa? Masih tidur? Atau belum lahir?

Bingung jawabnya?

Ya pasti, karena kenaifan kalian memang cuma untuk memuaskan ego kalian, untuk menunjukkan pada dunia 'nih gue SJW yang kaffah'.

Atau sebaliknya, menyembunyikan jati diri kalian sebagai antek-antek ngaktivis NGO yang mencari keuntungan dari konflik-konflik lewat bantuan kemanusiaan. Semakin banyak konflik tentu semakin asoy kan...!?

Iya, kalian yang mendukung Papua merdeka sama ngeheknya dengan middle class ngehek yang bermental kere.

Mau serba murah, bahkan gratis kalau bisa untuk semua pelayanan publik, dan bodo amat sumber bisa gratisnya dari mana, tapi pingin terlihat kaya.Biar selalu teriak minta gratis tapi ogah terlihat miskin, kalau perlu pansos segimana rupa..

So, biar ngutang kesana kemari supaya gak dihampri debt collector, nyicil mobil 3 juta/bln dijabanin, meski rumah tidak punya garasi sekalipun.

Kalian bayar cicilan motor tepat waktu, tidak nunggak-nunggak, daripada motor ditarik dealer dan malu pada tetangga.

Bayar langganan wifi 300rb/bln tidak masalah, demi eksis di sosial media, beli paket data 100rb/bln x 4 orang penghuni rumah bukan beban, karena itu sudah kebutuhan horang jaman now.

Pengeluaran untuk rokok 20rb/hari atau 600rb/bln, untuk ngopi-ngopi di cafe dan liburan, wajib dianggarkan untuk menjaga keseimbangan dan kesehatan jiwa katanya.

Tapi dada nyesek jika harus bayar 50rb, 100rb atau bahkan 160rb/bulan untuk premi BPJS, jika sepanjang tahun sehat wal afiat tidak pernah setor badan di loket Rumah Sakit.

Mungkin dada kalian baru lega dan menemukan kebahagiaan saat bisa keluar dari Rumah Sakit dengan kuitansi biaya sekian puluh juta rupiah tapi tanpa harus mengeluarkan serupiah pun dari dompet kalian.

Kalian puas, menemukan puncak syukur tertinggi karena premi BPJS yang dibayar tiap bulan dan bikin nyesek dada itu, akhirnya bisa dinikmati, bukan hanya sampai titik rupiah terakhir, tapi ratusan kali lipat dari itu, setara jika membayar premi selama 80 tahun. Puasss rasanya..

Ya udah banyakin makan micin aja, Dek. Mungkin dalam 1 sack micin di sepanci kuah bakso, kalian akan menemukan kebahagiaan sejati itu..

Lewat vonis kanker.

***