Mengapa keluarga Cendana menjadi sahabat Prabowo Subianto dalam Pilpres ini. Apakah ada kepentingan khusus dan apa kepentingannya?
Siti Hediati Hariyadi, yang akrab dipanggil Titiek Soeharto, memuji penampilan calon Presiden 02, Prabowo Subianto, dalam debat ke-4 calon Presiden di Hotel Shangri-La, Jakarta, 30 Maret 2019 lalu. Titiek yang merupakan anak ke-4 mendiang Presiden Soeharto itu terlihat aktif mendukung eks suaminya, Prabowo Subianto.
Sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Partai Berkarya sesungguhnya wajar saja jika ia mendukung eks suaminya, mengingat Partai Berkarya yang dipimpin oleh adiknya, Hutomo Mandala Putra, akrab dipanggil Tommy Soeharto, mendukung calon Presiden 02.Akan tetapi, jika kita menengok ke belakang, tepat ke tahun 1998, hal ini tentu menimbulkan pertanyaan besar.
Pada tanggal 20 Mei 1998, 21 tahun yang lalu, setelah Magrib, usai bertemu Habibie, Prabowo datang ke Cendana. Di ruangan dalam, ia melihat Presiden Soeharto duduk bersama anak-anaknya dan Menhankam/Pangab Jenderal Wiranto.
Semula Prabowo ingin bergabung, namun putri bungsu Soeharto, Siti Hutami Endang Adiningsih (Mamiek) menghampirinya dengan marah dan mengatakan, ”Kamu pengkhianat. Jangan injak kakimu di rumah saya lagi.” Akhirnya, Prabowo tidak jadi bergabung, dan pulang ke rumahnya. Keesokan harinya, Presiden Soeharto mundur.
Prabowo mengisahkan, pada tanggal 22 Mei 1998, sehari setelah Presiden Soeharto mundur, ia mendapat kabar seorang Kolonel atas perintah KSAD Subagyo Hs datang ke Markas Kostrad untuk mengambil pataka (panji-panji) Kostrad. Ia kaget karena itu berarti kedudukannya sebagai Panglima Kostrad akan berakhir. Ia menghubungi KSAD, dan ia diminta untuk menghadap. Ia kemudian menemui Presiden Habibie untuk meminta penjelasan mengapa ia diganti.
Dari Presiden Habibie ia menerima penjelasan bahwa pergantian itu dilakukan atas permintaan Soeharto, mertuanya. Lalu oleh Soeharto, ia bahkan didorong untuk tinggal di luar negeri. (Hari-hari Terpanjang Menjelang Mundurnya Presiden Soeharto, dan beberapa peristiwa terkait, James Luhulima, Penerbit Buku Kompas, Jakarta 2008)
Yang menjadi pertanyaan besar, bagaimana bisa Prabowo yang menjadi musuh besar keluarga Cendana, kini menjadi sahabat keluarga Cendana?
Namun, kita diingatkan bahwa di dalam politik itu tidak ada musuh dan kawan yang abadi. Yang abadi hanyalah kepentingan. Ungkapan pemimpin China Deng Xiaoping mengonfirmasi itu, ”Tidak penting kucing itu hitam atau putih, selama kucing itu bisa menangkap tikus.”
Adagium, tidak ada musuh dan kawan yang abadi. Yang abadi hanyalah kepentingan, muncul ke permukaan pertama kali pada tahun 1972, ketika Presiden Amerika Serikat Richard Nixon berkunjung ke Beijing. Taiwan yang menjadi sahabat Amerika Serikat dalam mengepung China, sejak tahun 1950an, tiba-tiba ditinggalkan oleh Amerika Serikat. Melalui diplomasi pingpong (tenis meja), Amerika Serikat tiba-tiba memperbaiki hubungannya dengan China. Kepentingannya adalah untuk mengepung Uni Soviet (Rusia).
Dan, siapa yang mengira bahwa pada tanggal 19 November 1985, Presiden Amerika Serikat Ronald Reagan bertemu dengan Pemimpin Tertinggi Uni Soviet Mikhail Gorbachev. Pertemuan yang dirintis oleh Presiden Amerika serikat Ronald Reagan itu dikukuhkan dalam pertemuan antara Presiden Amerika Serikat George HW Bush dengan Pemimpin Tertinggi Uni Soviet Mikhail Gorbachev pada tanggal 3 Desember 1989 di lepas pantai Malta.
Pertemuan itu menjadi awal berakhirnya Perang dingin. Amerika Serikat merangkul musuh bebuyutannya karena adanya kepentingan, yakni peredaan ketegangan dan perdamaian dunia.
Yang menarik untuk kita soroti adalah mengapa keluarga Cendana menjadi sahabat Prabowo Subianto dalam pemilihan Presiden untuk periode 2019-2024. Apakah memang ada kepentingan khusus, kalaupun ada apa kepentingan itu? Atau itu hanya sekadar bagian dari time heals all wounds, akhirnya waktu jua yang menyembuhkan luka?
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews