Peneliti LSI Albi Alfaraby mengatakan, hanya sedikit responden yang mau mengubah pilihan politiknya usai menonton debat.
Sulit mengubah imej Prabowo yang sangat Militer, karena kerasnya dunia militer yang ditekuni sejak usia 18 tahun, hingga sampai berakhir masa jabatannya sebagai Pangkostrad, pasca Tragedi Mei 1998, di era kepemimpinan Presiden BJ Habibie. Sehingga kekerasan dimiliter itu mengubah wataknya menjadi keras.
Tapi bisa jadi, memang watak lahirnya sudah keras, makanya dia memilih berkarir didunia militer, dan didunia militer dia menemukan banyak kesempatan untuk meluapkan kekerasannya. Dia begitu menikmati kehidupannya didunia militer, itulah yang selalu menjadi referensi hidup yang membanggakannya.
Bahkan dalam Debat Capres Keempat kemarin, terang-terangan dia mengatakan bahwa dirinya lebih "TNI dari TNI," faham dong apa artinya, Prabowo bukan sekedar militer, tapi militer yang sangat militeristik, dia lebih dari sekedar TNI.
Wajar kalau berdasarkan hasil Survei, Prabowo populer dikalangan orang-orang yang berpendidikan tinggi, karena memang lingkungan ini lebih menyukai ketegasan yang bersifat militeristik, dibandingkan orang sipil yang terkesan klemar-klemer seperti Jokowi.
Sementara, orang-orang yang berpendidikan menengah kebawah, sudah trauma dengan kepemimpinan militeristik yang otoriter, karena memang kalangan inilah yang sangat merasakan kepemimpinan otoritarian Rezim Orde Baru, dan kalangan ini cenderung memilih Jokowi.
Ketegasan itu tidaklah identik dengan militer, meskipun dimiliter ketegasan itu sangat dibutuhkan. Ketegasan itu adalah sikap, bukan sekedar tindakan. Kalau meminjam istilah Jokowi, "Pemimpin itu ketegasan tanpa Ragu." Artinya, pemimpin sangat identik dengan ketegasan.
Dan itu dibuktikan Jokowi dalam tindakannya saat membubarkan Ormas HTI, tanpa perlu cara-cara represif yang militeristik, HTI bisa dibubarkan Jokowi tanpa ada perlawanan. Inilah implementasi dari ketegasan sesungguhnya.
"Tidak semua urusan negara harus diselesaikan dengan cara militeristik, Karena diatas Politik adalah kemanusiaan." (Ajinatha)
Membuat bangsa ini disegani bangsa lain, tidak perlu unjuk diri dengan kekuatan militer. Dijaman moderen ini pendekatan diplomasi secara mengedepankan kemanusiaan, dan menjadi mediator perdamaian dunia, akan membuat peranan Pemerintah dihargai dan disegani dunia.
Mungkin Prabowo banyak mempelajari sejarah tentang kekejaman militer dunia, dan dia mengagumi tindakan-tindakan yang represif militer. Dia juga sangat mengagumi kepemimpinan yang dominan ala Donal Trump, jangan-jangan dia bisa lebih Donald Trump daripada Donald Trump sendiri.
Kepemimpinan yang begitu sudah "Old School," sudah tidak jamannya lagi. Kalau kepemimpinan itu diterjemahkan sebagai sebuah kekuasaan, hasilnya akan seperti itu. Tapi sejatinya, kepemimpinan itu adalah Melayani, bukanlah untuk mencari polperitas dengan menonjolkan diri.
Berdasarkan hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI), pasca Debat Capres Keempat kemarin, cuma 2,9% responden yang mengalihkan dukungannya. Jadi artinya Debat Capres kemarin itu tidak terlalu berdampak pada pilihan politik masyarakat.
Peneliti LSI Albi Alfaraby mengatakan, hanya sedikit responden yang mau mengubah pilihan politiknya usai menonton debat. LSI awalnya mengukur berapa banyak jumlah responden yang menonton debat. Hasilnya, dari seluruh responden yang berjumlah 2.200 orang, hanya 50,6% yang mengaku menonton debat antara Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Lalu dari jumlah itu, LSI kembali mengukur apakah responden akan mengubah pilihan politiknya usai menonton debat. "Hasilnya, hanya 5,8% yang mengaku mengubah pilihan politiknya, atau hanya 2,9% secara populasi," kata Albi saat merilis hasil surveinya di Kantor LSI, Rawamangun, Jakarta, Rabu (30/1).
Apakah dari 2,9% yang mengalihkan dukungannya kepada Prabowo-Sandi,? Ternyata tidak juga. Totalitas Prabowo dalam Debat Keempat kemarin, tidak mempunyai pengaruh yang Luar biasa bagi pemilih, Karena memang tidak semua Undecided Voters nonton acara Debat tersebut.
Bisa jadi, sehabis nonton Debat tersebut mereka malah takut memilih Prabowo yang terkesan sangat militeristik. Mari kita simak dari 2,9% itu seperti apa penjelasan selanjutnya.
Jumlah 2,9% itu, lanjut Albi, bisa dibagi menjadi tiga kategori. Pertama, dari belum menentukan pilihan menjadi memilih calon. Kedua, dari memilih calon menjadi tidak memilih calon. Ketiga, dari memilih Prabowo-Sandi menjadi memilih Jokowi-Ma’ruf. Keempat, dari memilih Jokowi-Ma’ruf menjadi memilih Prabowo-Sandi.
Jadi bagi pendukung Prabowo yang menyukai ketegasan ala militer, mungkin akan tetap mendukung Prabowo-Sandi, tapi yang tidak menyukai sikap Prabowo yang militeristik, bisa saja tidak jadi mendukung, bisa juga mengalihkan dukungannya.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews