Tiga anggota Provost dan seorang anggota Polres Sleman berpakaian preman tampak sedang “mengawal” tiga guru yang menjadi tersangka “Susur Sungai”. Ketiga guru ini berpakainan orange tanpa alas kaki dengan kepala plontos, digunduli!
Mereka seolah sudah berbuat kriminal seperti begal. Padahal, mereka itu pendidik, bukanlah begal motor! Tidak sepantasnya diperlakukan seperti itu oleh anggota Polres Sleman. Mereka menjadi tersangka hanya karena “kelalaian”, bukan sengaja.
Perlakuan aparat Polres Sleman, Jogjakarta, terhadap tiga tersangka kasus “Susur Sungai” yang menggunduli para guru ini membuat PB PGRI bereaksi keras. Ketua PB PGRI Dudung Nurullah Koswara membuat tulisan, “Guru Bukan Begal Motor!”
Menurutnya, kelalain dan keteledoran bukan kriminal. Apabila benar guru yang lalai dalam kasus viral Susur Sungai yang menyebabkan korban para siswa SMPN 1 Turi, Sleman, Jogja dibotakin, sungguh tuna adab!
“Mengapa saya katakan tuna adab? Memang benar-benar tuna adab!” tegasnya. Si pelaku pembotakan terhadap guru atau yang memberi perintah pasti sosok “setengah manusia”. “Mengapa saya katakan demikian?” katanya.
“Entah terbuat dari apa tangan, isi otak dan isi hati seorang pemberi perintah atau pelaku pembotakan terhadap guru-guru yang lalai dan khilaf dalam kasus susur sungai,” lanjut Dudung.
Seorang pendidik dan penulis buku, Ade Chairil Anwar mengatakan, “Sebagai manusia, tentu khilaf dan lupa mereka perlu kita maafkan, kita akui ada korban jiwa dalam peristiwa itu, tapi memperlakukan mereka tak ubahnya seperti maling, sungguh tak manusiawi”.
Komentar Nzank Kartiwa, seorang guru muda berprestasi dan pernah belajar di Australia utusan dari Disdik Provinsi Jabar mengatakan, “Guru tersebut silakan untuk diadili sesuai pelanggarannya tapi akan terlihat berbudaya dan beretika tatkala guru itu tidak digunduli seperti itu”.
Cecep Taufiq Mubarak Yusuf seorang guru milenial menyatakan, sebelum ada vonis bersalah dari pengadilan siapa pun, termasuk penyidik tidak bisa menentukan seseorang bersalah atau tidak. Bersalah dan tidak bersalah adalah otoritas hakim di pengadilan.
Baginya pembotakan para guru itu sungguh melanggar etika. Sejumlah komentar yang sangat menyayangkan dugaan tindakan “pembotakan” terhadap guru mulai viral. Oknum jenis apa yang tega membotakin para guru?
“Adakah oknum penegak hukum yang tak punya etika memperlakukan seorang guru yang khilaf dan lalai sama persis dengan perilaku kriminal sekelas begal?” tanya Dudung.
“Mari seluruh guru Indonesia memberikan dukungan moral pada guru yang diperlakukan bagai begal, pencuri motor dan pemerkosa. Di mana pun dan kapan pun warga negara bahkan guru yang lalai dan melakukan kebodohan tidak harus diperlakukan tak terhormat,” tegasnya.
Mereka manusia yang lalai dan tak berniat jahat! Menurutnya, bangsa biadab adalah bangsa yang memuliakan koruptor namun membotaki guru yang lalai karena sebuah kegiatan yang niatnya baik.
“Kegiatan pramuka itu kegiatan yang baik, bedakan dengan kelalaian dan keteledoran,” kata Dudung. Juga, bedakan antara begal motor dengan guru yang lalai. Bila benar ada guru yang dibotakin, tanpa alas kaki dengan baju pesakitan layaknya begal sungguh ngeri dan sadis!
Begitu ungkap Dudung. Ngeri melihat, sejumlah orang menyaksikan saat petugas menggiring tiga orang yang dibotakin, kaki telanjang dan baju pesakitan. “Benarkah dalam video viral itu ketiganya ada gurunya?” tanya Dudung lagi.
Menurut Dudung, sesadis-sadisnya bangsa kafir Quraisy dan peradaban kuno tak ditemukan bukti memperlakukan guru sedemikian tidak adab.
“Sungguh Ibu Pertiwi akan menangis dan kebathinan guru akan terkoyak, memberontak bila guru yang khilaf dan lalai disamakan dengan begal motor! Hukum dan pengadilan itu harus ditegakan dengan baik,” ungkap Dudung.
Namun di atas hukum dan pengadilan mesti hadir etika, keadilan dan pemandangan elok bagi publik. Apakah tiga orang pendidik dan pembimbing pramuka yang dibotakin, kaki telanjang, baju pesakitan bagi mata publik pantas dan layak?
Polres Sleman memublikasikan tiga tersangka yang dinilai lalai saat kejadian tewasnya 10 pelajar SMPN 1 Turi, Sleman Jogjakarta pada kegiatan Pramuka: susur Sungai Sempor pada Jumat (21/2/2020).
Tiga tersangka merupakan pembina Pramuka, yakni Isfan Yoppy Andrian (36), Riyanto (58), Danang Dewo Subroto (58). Yoppy merupakan guru Olahraga dan Riyanto adalah guru Seni Budaya di sekolah tersebut. Keduanya adalah pegawai negeri sipil (PNS).
Sementara Danang merupakan pembina Pramuka dari luar sekolah. Ia adalah pekerja swasta yang memiliki sertifikat kursus mahir dasar (KMD).
Di depan media di Polres Sleman, Selasa (25/2/2020) Yoppy mengakui karena kelalaiannya menyebabkan siswa-siswinya celaka hingga membuat 10 di antaranya meninggal dunia
“Saya mengucapkan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada instansi saya SMPN 1 Turi karena atas kelalaian kami terjadi hal seperti ini. Kami sangat menyesal dan memohon maaf kepada keluarga korban terutama kepada korban yang sudah meninggal,” tambahnya.
Yoppy mengatakan sudah menjadi resiko dirinya untuk bertanggung jawab sebagai pembina Pramuka sekaligus guru.
“Jadi memang sudah menjadi resiko kami sehingga apapun yang menjadi keputusannya nanti akan kita terima. Kemudian semoga keluarga korban bisa memanfaatkan kesalahan-kesalahan kami,” kata Yoppy.
Dalam pengakuannya, Yoppy yang menjadi inisiator dalam kegiatan susur sungai itu berdalih bahwa kondisi sungai saat sebelum kejadian aman. Sehingga, ia yakin ratusan siswanya bisa mengikuti kegiatan itu dengan selamat.
“Karena cuaca belum seperti pas kejadian. Jadi, pada saat itu jam 13.15 saya siapkan anak-anak, kemudian 13.30 saya berangkatkan itu cuaca masih belum hujan. Kemudian saya ikuti sampai ke sungai di atasnya di jembatan itu airnya juga tidak deras,” katanya.
Saat sampai di garis mula untuk susur sungai, kata dia, air juga tidak deras. Sesampainya di garis mula Yoppy meninggalkan siswa, ia pergi ke bank dengan alasan mentransfer uang.
Yoppy yakin meninggalkan anak-anak karena terdapat teman yang mendampingi siswa dan terbiasa mengurus susur Sungai Sempor. “Sehingga saya juga yakin aja enggak akan terjadi apa-apa,” katanya.
Yoppy tetap berkukuh agar susur sungai yang menurutnya bagian dari latihan pembentukan karakter tetap terlaksana. Susur sungai, menurutnya, penting untuk mengenalkan anak-anak pada sungai karena anak-anak saat ini dinilai banyak yang tidak lagi bermain di sungai.
Sementara tersangka Riyanto berdalih ia tak ikut mendampingi 249 siswa terjun ke sungai karena menunggui barang-barang siswa di sekolah dan melakukan presensi terhadap anak-anak usai susur sungai.
Riyanto yang merupakan Ketua Gugus Depan Pramuka di sekolah tersebut mengatakan tak mencegah ratusan siswa untuk melaksanakan susur sungai karena cuaca dinilainya masih memungkinkan.
“Kalau nanti terjadi [sesuatu di lapangan] waktu itu berangkat dilepas dari sekolah itu yang saya amati mendungnya itu pengamatan saya itu tipis,” ujarnya. Ternyata apa yang diamati Riyanto itu dalam kenyataannya berbeda, sehingga terjadilah musibah tersebut.
Pasca kejadian peristiwa susur sungai, Ketum PBPGRI Prof. Dr. Unifah Risyidi, langsung proaktif terjun ke lapangan didampingi ahli hukum LKBH PGRI Dr. KH. Wahyudi. Prof. Unifah melihat langsung dan memberikan bantuan hukum bagi para guru yang terlibat.
Hak guru dalam perlindungan hukum harus dadapatkan sesuai UURI No 14 Tahun 2005 dan sebagai hak warga negara. Melihat saat ini ada “pembotakan” pada guru, dalam twitter-nya Prof. Unifah terlihat marah dan bahkan mengancam turun ke jalan.
Bisa dibayangkan, jika Prof. Unifah memerintahkan para guru bersatu turun ke jalan demi membela kehoramatan guru, jelas itu bahaya! Upaya penegakan hukum kepada guru jangan disamakan dengan begal. Guru bukan begal!
Kelalaian guru dalam kegiatan pramuka itu bukanlah perilaku begal. Kehormatan guru mesti ditegakkan dengan adil saat penegakan hukum ditegakkan.
Melansir Tirto.id, Rabu (26 Februari 2020), Kabid Humas Polda DIJ Kombes Pol Yuliyanto memberikan penjelasan atas protes dari PGRI terkait guru yang jadi tersangka kasus susur sungai di Turi, Sleman, digunduli.
“Menyikapi protes yang disampaikan oleh akun PGRI tentang tahanan yang gundul. Propam Polda DIY dari tadi pagi sedang melakukan pemeriksaan di Polres Sleman untuk mengetahui pelanggaran yang dilakukan oleh anggota,” kata Yuliyanto, Rabu (26/2/2020).
“Jika nanti terbukti ada pelanggaran maka akan dilakukan tindakan kepada petugas yang menyalahi aturan,” tambah dia.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews