Saya ingin berbagi cerita. Pengalaman pribadi. Peristiwa ini saya alami menjelang Pilpres 2019. Suatu hari saya diterima seorang pensiunan Jenderal Angkatan Darat. Kami sudah beberapa kali berjumpa. Beliau senior Prabowo, dan memiliki hubungan baik dengan Capres itu. "Aku mau bantu Prabowo. Aku juga mau sumbang sedikit uang. Aturlah pertemuan," ujar Pak Jenderal tua itu.
Sepulang dari pertemuan, saya menghadap senior yang sangat saya hormati. Beliau tokoh yang disegani Pak Jenderal itu. Dia pun setuju dengan rencana pertemuan, dan meminta saya berkoordinasi dengan team 08 --- sebutan untuk Prabowo. Saya segera menelpon salah satu Wakil Ketua Umum DPP Gerindra. Kami mencocokan waktu.
Singkat kata, ditetapkan waktu pertemuan. Di Hambalang. Saya pun kembali lapor kepada tokoh senior sahabat karib Pak Jenderal. Tak diduga saya justru disemprot habis-habisan. "Bro, Prabowo memang capres. Tapi adabnya dia yang harus datang ke Pak Jenderal. Dia itu junior, dan banyak dibantu. Jangan sumur yang datangi timba. Ngerti kau?" Ujarnya. Wajahnya memerah. Saya tak berani membantah. Cuma diam.
Akhirnya pertemuan yang saya inisiasi batal.
Beberapa hari ini kita menyaksikan Prabowo melakukan safari politik. Setelah mendatangi Surya Paloh, bekas Danjen Kopassus itu mendatangi Cak Imin, Ketum PKB. Sebetulnya dalam politik sah-sah saja. Silaturahim itu secara umum baik. Tapi konteks ruang dan waktu saat ini membuat langkah Prabowo itu bermakna lain. Terlebih, setelah pertemuan, Cak Imin menyebut Prabowo [dan Gerindra] akan menjadi makmum 'masbuk' di belakang imam. Tentu imamnya adalah Jokowi.
Istilah masbuk biasa digunakan untuk makmum salat yang datang terlambat. Dalam syar'i batasannya ruku, karena tak sah rakaat seseorang jika tak membaca Al Fatiha. Tapi entah mengapa, penggunaan istilah masbuk oleh Cak Imin itu membuat saya sedih setengah mati. Saya merasa, ya, perasaan saya, ada nada 'penghinaan' di ungkapan itu. Sangat peyoratif. Entahlah, mungkin saya sedang sensi.
Ada hal lain. Saya merasa kapasitas Prabowo, mohon maaf, jauh lebih besar daripada Cak Imin. Bukan berarti saya merendahkan Cak Imin. Tapi itulah yang saya rasakan. Dengan segala kisah perjuangan di masa lalu, menurut saya Prabowo adalah sumur kebijaksanaan yang dalam. Dan, sekali lagi saya mohon maaf, dibandingkan Prabowo, Cak Imin 'hanyalah' timba yang sedang beruntung. Pun Surya Paloh. Dia juga adalah timba belaka. Alangkah baiknya jika sumur itu tak dibawa-bawa menyantroni timba.
Ini cuma opini. Boleh setuju, boleh juga berbeda pandangan.
Udah, gitu aja ...
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews