Penolakan kenaikan harga BBM itu bukan karena berpihak pada rakyat, tapi lebih karena berada di luar kekuasaan atau oposisi.
Setiap kenaikan BBM, memicu aksi demonstrasi dan penolakan. Dan siapapun presidennya yang menaikkan harga BBM pasti ada gelombang demonstrasi.
Seolah-olah kalau menaikkan harga BBM tidak berpihak kepada rakyat dan dianggap menyengsarakan rakyat. Dan kalau menolak berpihak pada rakyat.
Suara-suara seperti itu biasanya muncul dari politisi yang berseberangan atau di luar pemerintah.
Ketika diluar pemerintah atau sistem, pasti menolak atau tidak setuju dengan kenaikan harga BBM.
Seperti munculnya meme menangis, Megawati, Puan Maharani dan Hasto Kristiyanto pada waktu presiden SBY menaikkan harga BBM.
Kala itu, PDI-P berada di luar pemerintah atau jadi oposisi.Dan wajar kalau berseberangan dengan dengan kebijakan pemerintah yang menaikkan harga BBM.
Namun sekarang keadaan berbalik atau bergantian. Saat ini PDI-P dengan presiden Jokowi berada dalam pemerintahan. Dan partai Demokrat di luar pemerintahan atau oposisi.
Dan partai Demokrat gantian yang tidak setuju dengan kenaikan harga BBM. Demokrat juga menjadikan atas nama rakyat untuk menolak kenaikan harga BBM.
Jadi penolakan kenaikan harga BBM itu bukan karena berpihak pada rakyat, tapi lebih karena berada di luar kekuasaan atau oposisi.
Seperti jawaban Megawati yang mendukung kenaikan harga BBM, sebab menurut yang bersangkutan, kalau tidak dinaikkan situasi akan semakin sulit.
Itulah jawaban ketika berada dalam sistem atau pemerintah. Dulu sampai nangis karena di luar pemerintah..
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews