Pelajaran dari Bupati Nganjuk di Akhir Ramadhan

Dalam hidup ini, kita terkadang mendapat teladan kejujuran yang lebih murni justru dari orang orang sederhana.

Selasa, 11 Mei 2021 | 21:09 WIB
0
213
Pelajaran dari Bupati Nganjuk di Akhir Ramadhan
Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat dan istri (Foto:rmolbanten.com)

Tidak semua berita yang bertebaran bernilai sampah. Ada banyak pelajaran yang dapat kita ambil. Tergantung bagaimana kita membacanya dan mencari makna di balik berita itu.

Belum lama, saya membaca tulisan Pak Dahlan Iskan tentang ceritera seorang tokoh pengusaha kaya yang budiman dan alim. Dengan penuh kekaguman, tokoh ini digambarkan Pak Dahlan Iskan sebagai tokoh yang "mau berkorban" meninggalkan karirnya sebagai pengusaha sukses untuk menjadi bupati dengan tujuan mulia, memakmurkan rakyat. "Gajinya sebagai Bupati ia serahkan ke lembaga kesejahteraan masyarakat. Mobil mobil dinas bupati tidak ada yang ia pakai. Semua pegawai negeri harus membayar pajak--yang hasilnya dikelola tim untuk mengatasi kemiskinan." 

Pak Dahlan Iskan juga menggambarkan tokoh ini sebagai orang alim. "Tiap hari Jum'at ia pindah masjid: khutbah." Katanya, setiap kali usai jumatan, ia bertemu dengan masyarakat untuk membantu siapa saja yang rumahnya tak layak huni. 

Membaca tulisan Pak Dahlan Iskan tentang tokoh ini, saya terus terang terkesima. Kagum. Diam diam saya berharap bahwa suatu saat Indonesia akan memiliki banyak tokoh seperti ini yang akan menjadikan Indonesia makmur.

Belum juga rasa kekaguman berhenti, tiba-tiba pagi ini saya membaca berita ini. 

Saya hampir tak percaya apa yang saya baca. "Pasti ini hoax," begitu kata hati saya. Bagaimana mungkin orang yang begitu hebat, kaya dan alim, tertangkap OTT. 

Saya kemudian melakukan recheck sambil berharap ini hoax. Tapi nampaknya berita ini benar karena juga dimuat pada sumber berita lain.

Waduh! Bagaimana mungkin orang sebaik itu ternyata terindikasi jual beli jabatan. Ia diberitakan

menetapkan tarif bagi jajarannya yang ingin mendapatkan jabatan.

"Untuk camat Rp 100 juta, untuk staf hingga Rp 50 juta." (sumber detikcom, 10/5/2021).

Dan uniknya, berita itu juga menceriterakan bahwa operasi tangkap tangan dipimpin oleh Kasatgas Penyidik KPK Harun Al Rasyid yang konon tak lulus test wawasan kebangsaan. Apa ini maknanya? Ruwet... ruwet.

Entah mengapa, saya merasa pilu membaca berita ruwet ini. Saya tak terbayang bagaimana para jamaah yang selama ini menganggap tokoh ini menjadi panutan. Pasti saat ia berkhutbah di setiap masjid, kata-kata bijak kenabian keluar dari mulutnya. Pasti banyak warga yang masih merasakan hangatnya "tangan kedermawanan" yang pernah diulurkan tokoh ini. Mengapa akhirnya jadi begini?

Saya jadi teringat apa yang sering dikatakan guru ngaji saya di masa kecil. Ia sering mengutip ayat 32 Surah Al An’am:

وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَلَلدَّارُالْآَخِرَةُ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ

“Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?”

Ya betul. Senda gurau. Dan seringkali senda gurau yang keterlaluan dan tak lucu. Saya pun menutup mata dan memutuskan untuk mematikan handphone sejenak. Pusing!

Saat handphone kembali saya nyalakan, saya membaca berita yang dikirim oleh seorang teman. Ini beritanya.

Coba baca. Alhamdulillah, berita ini cukup menyegarkan. Seorang ibu dengan ekonomi pas pasan, menemukan uang sejumlah Rp. 16.5 juta dan mengembalikan pada pemiliknya. Alasan yang ia katakan membuat hati saya bergetar: 

"Saya kembalikan karena saya orang tidak punya, hilang seribu dua ribu saja saya panik dan bingung," begitu diberitakan.

Dalam hidup ini, kita terkadang mendapat teladan kejujuran yang lebih murni justru dari orang orang sederhana. Ini barangkali ayat Tuhan yang sangat bernilai hadir di akhir bulan ramadhan. Wajarlah dalam hidup ini kita selalu berdoa tak henti hentinya agar Tuhan selalu "menunjuki jalan yang lurus."

#iPras2021.

***