Dari Jendral Jusuf, kita dapat belajar banyak hal. Diantaranya keteguhan dalam bekerja, dan juga pengabdian pada atasan. Tidak untuk kepentingan diri sendiri.
Hari Kamis, 11 Maret, bersamaan dengan peringatan Isra Mikraj. Juga ada momen dimana Soekarno menerbitkan Supersemar. Akronim dari Surat Perintah Sebelas Maret.
Supersemar sendiri menjadi kontroversi dan juga diringi dengan pendukung dan wujudnya penolakan di kemudian hari.
Secara khusus, dalam rangkaian penerbitan surat tersebut ada kunjungan tiga jendral ke Istana Bogor. Diantaranya Jendral M. Jusuf, bersama Jenderal Amirmachmud dan Jenderal Basuki Rahmat.
Nama kecil yang juga pernah digunakannya adalah Andi Mo'mang (Andi Mattalata “Meniti Siri’ dan Harga Diri” 2014). Kemudian justru dalam perjalanannya, gelar bangsawan Andi tidak digunakannya lagi.
Sepanjang 1966 sampai wafatnya, 8 September 2004, secara khusus tidak pernah membicarakan seperti apa Supersemar itu. Walau ada juga pendapat bahwa Jendral M. Jusuf memegang satu salinan berupa photo copy.
Begitu pula dengan pendapat lain bahwa justru Jendral M. Jusuf-lah yang memegang map merah memasuki Istana Bogor, dan menyerahkan naskah Supersemar yang sudah siap ditandatangani.
Namun, semua percakapan itu, tidak pernah terkonfirmasi. M. Jusuf sampai wafat tidak pernah memberikan maklumat apapun. Semuanya diserahkan kepada Jendral Besar Soeharto selaku atasannya.
Kamis, 9 September, dimakamkan di Panaikang, Makassar, berada di samping pusara putranya, Jaury Jusuf Putra. Saya menyaksikan sebuah patung di rumah sakit Akademis, Makassar. Kata orang-orang, itu patung yang bernama Jaury Jusuf Putra.
Supersemar sendiri menjadi bagian dalam alih kekuasaan Soekarno ke Soeharto. Ajuda yang setia mendampingi Soekarno, sejak 1966 sampai awal 1967, Soekarno tidak lagi punya kesibukan yang berarti.
Ada aktivitas mendengarkan musik keroncong. Itupun kemudian berhenti setelah Soekarno tidak lagi mendiami istana Bogor.
Kemudian ketika tidak lagi menjabat presiden, Bung Karno mendiami Wisma Yaso. Ada yang menyebutnya sebagai tahanan rumah.
Ricklefs (2008: 568) menuliskan dalam buku “Sejarah Indonesia Modern”, Supersemar menjadi momen dimana Soeharto menghabiskan seluruh warisan demokrasi terpimpin Soekarno.
Ricklefs menggambarkan bahwa penghancuran itu terjadi di hadapan Soekarno yang marah tetapi tidak dapat melakukan apa-apa.
Dua tahun setelah wafatnya Jendral M. Jusuf terbit buku yang ditulis Atmadji Sumarkidjo (2006) berjudul “Jenderal M. Jusuf: Panglima Para Prajurit”.
Dalam nama Jusuf, kemudian dikenang dengan loyalitas. Begitu pula dengan nama Jusuf jugalah ada panglima ABRI yang justru bukan dari Jawa, tetapi dari tanah Bugis.
Loyalitas dan kedekatannya dengan para prajurit yang menjadi kecurigaan tersendiri rekan kerjanya, sehingga dicurigai memiliki ambisi kekuasaan.
Ia dituduh ambisius, walau tuduhan itu dilancarkan secara halus. Namun, sang jendral menolak tuduhan itu dengan tetap bekerja yang terbaik. Bukan untuk dirinya dan kekuasaan yang dipegangnya, tetapi justru untuk menjadi citra bagi atasannya.
Sejak itu, tetap saja menunjukkan kerja yang unggul. Bukan untuk kepentingan dirinya, tetapi justru untuk pengabdiannya dalam loyalitas.
Terakhir memegang jawatan sebagai kepala Badan Pemeriksa Keuangan, selama sepuluh tahun. Dalam jawatan itulah tetap menjadi bagian dalam mendukung kekuasaan Soeharto. Sekali lagi, tidak untuk dirinya, tetapi pada atasannya.
Tipikal seorang prajurit yang senantiasa mengedepankan kemauan bekerja karena semata-mata perintah atasan.
Dari 1964 ketika pertama kali dilantik sebagai Mentri Perindustrian di Kabinet Dwikora I, sampai pada 1993 dengan jawatan terakhir di BPK, Jendral Jusuf selalu menunjukkan kinerja terbaik.
Bahkan dapat menjadi panglima ABRI yang juga merangkap sebagai mentri Pertahanan dan Keamanan 1978-1983, di kabinet Pembangunan III.
Dari Jendral Jusuf, kita dapat belajar banyak hal. Diantaranya keteguhan dalam bekerja, dan juga pengabdian pada atasan. Tidak untuk kepentingan diri sendiri, tetapi pada kepentingan bersama yang melampaui egoisme pribadi.
Bisajuga, Supersemar adalah tidak semata proses peralihan kekuasaan. Namun di dalamnya juga terkandung pesan dimana seorang prajurit tetaplah prajurit. “Bersedia bekerja atas apapun perintah atasan”.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews