Aksi peringatan Mayday 1 Mei 2021 yang jatuh pada Sabtu pekan ini haruslah tidak disertai aksi turun ke Jalan. Pasalnya, aksi buruh 1 Mei masih berada dalam situasi pandemi Covid-19, sehingga rentan menimbulkan cluster baru Covid-19.
Tanggal 1 Mei diperingati sebagai MayDay atau sering disebut sebagai hari Buruh. Pada tanggal tersebut para buruh akan menghentikan kinerjanya dan melakukan aksi turun ke jalan.
Aksi ini terkadang diwarnai oleh sweeping dari sesama buruh, dan mengancam buruh yang tengah bekerja untuk ikut ke jalan. Alhasil, alih alih menyuarakan uneg-uneg, para peserta aksi justru asik main hape dan melihat pentolan-pentolannya berorasi diatas bak terbuka.
Hal seperti ini justru membuat banyak industri yang kinerjanya menurun, seperti contohnya industri di sektor padat karya, dimana aksi demo membuat pabrik tidak bisa berproduksi secara maksimal.
Sementara itu, puluhan ribu buruh hendak berenana menggelar aksi demo untuk memperingati May Day pada 1 Mei mendatang. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia atau KSPI Said Iqbal menyebut, buruh bakal membawa dua tuntutan.
Pertama, batalkan Omnibus Law Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta kerja.
Buruh memintah beleid sapu jagat itu dicabut, khususnya untuk klaster ketenagakerjaan yang isinya diduga banyak merugikan para pekerja. Permintaan ini merupakan tuntutan lanjutan sejak UU Cipta Kerja disahkan pada tahun lalu.
Di samping mengangkat isu undang-undang sapu jagat, buruh juga bakal menyuarakan pemberlakuan upah minimum sektoral kabupaten/kota atau UMSK 2021.
Aksi ini akan digelar di 24 provinsi secara serentak dan melibatkan buruh dari 3000 pabrik.
Tentu saja di negara demokratis, menyampaikan pendapat dengan aksi demonstrasi merupakan hal yang sah-sah saja dilakukan.
Namun, aksi demo sepertinya tidak etis jika dilakukan pada saat pandemi belum berakhir, apalagi di tengah bulan puasa dimana banyak orang menahan lapar dan dahaga.
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah secara tegas mengatakan bahwa Undang-undang Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan turut melibatkan partisipasi LKS Tripartit, dimana anggotanya terdiri dari serikat pekerja/serikat buruh, pengusaha, hingga pemerintah.
Ida mengatakan, setelah UU Cipta Kerja selesai, pihaknya akan memfasilitasi kembali agar empat RPP turunan UU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan dapat dibahas dalam forum tripartit.
Selain itu, terkait masalah pengupahan, RUU Cipta Kerja justru akan mengembalikan tujuan utama dari upah minimum sebagai jaring pengaman. Dalam regulasi tersebut juga akan diatur upah minimum berlaku bagi pekerja atau buruh dengan masa kerja kurang dari satu tahun pada perusahaan yang bersangkutan.
Sejauh ini, Ida menilai apa yang tertuang dalam UU Cipta Kerja sudah mengakomodasi seluruh tuntutan kelompok pekerja. Karenanya dirinya menganggap bahwa aksi turun ke jalan yang kerap dilakukan oleh buruh menjadi tidak relevan.
Dirinya juga berharap, agar semua pihak dapat menelaah kembali poin-poin yang tertuang dalam undang-undang tersebut.
Sebelumnya Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani menilai bahwa UU Ketenagakerjaan yang ada saat ini sudah usang karena terlalu lama belum direvisi. Padahal situasinya berbeda jauh dari 16 tahun silam saat payung hukum tersebut dibuat. Salah satu contoh, terkait jam kerja yang tidak sama lagi pada era digital saat ini dengan kantor formal pada umumnya.
Aksi demo buruh juga sebenarnya memang sesuatu yang usang, seakan demo buruh telah menjadi agenda tahunan bagi para buruh, ironinya ketika mereka beraksi, para elit buruh banyak yang melakukan sweeping dan mengajak buruh yang lain untuk turut serta dalam aksi, hasilnya tidak sedikit justru yang berangka demo sambil bercanda seakan tidak paham akan isu yang sedang diangkat.
Kalaupun ada yang ingin disampaikan, kenapa mesti ada demo dan melibatkan buruh yang mungkin tidak ngerti apa – apa. Apakah dengan semakin ramainya buruh maka semua buruh akan bahagia? Atau jangan – jangan cuma elite buruhnya saja yang merasa bahagia karena merasa superior diantara buruh yang lain.
Aksi demo dengan melakukan sweeping merupakan salah satu pemaksaan yang tentu saja tidak etis untuk dilakukan.
Pengerahan untuk aksi turun ke jalan, semestinya tidak perlu dilakukan secara paksa sehingga membuat pabrik berhenti beroperasi.
Alih-alih menyampaikan aspirasi, justru malah mendatangkan mudharat. Asosiasi Buruh sudah saatnya melakukan aksi yang elegan, agar tidak melulu turun ke jalan yang justru menambah macet jalanan.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews