Biarkan saja Nikita menentukan jalan hidupnya sendiri; dengan perlawanannya, dengan keberaniannya melawan ratusan pria yang mau menggeruduk rumahnya, tidak perlu diurusi.
Ada banyak pertanyaan berupa status unek-unek di media sosial menyikapi kedatangan seorang tokoh yang telah datang kembali dari luar negeri. Sedemikian massifnya penyambutan di bandara sampai-sampai puluhan penerbangan dalam dan luar negeri dibatalkan hari itu karena jalanan menuju Bandara Soekarno-Hatta macet total, lumpuh oleh euforia massa. PSBB pun total tak berlaku, tak ada jarak lagi di sana.
Saya tidak ingin mengomentari mengapa dia pergi, mengapa dia kembali, mengapa dia disambut gempita pendukungnya, dan apa yang akan dia lakukan selanjutnya. Tidak sama sekali. Saya hanya ingin menanggapi unek-unek warga internet yang menganggap negara (baca: aparat pemerintah) tidak hadir saat kekacauan akibat penyambutan itu terjadi. Sampai-sampai ada yang bertanya dengan nada melankolik: mau di bawa kemana negara ini?
Di beberapa grup WA yang saya ikuti, teman-teman pun mempertanyakan hal ini; kok polisi tidak bertindak, kok TNI diam, kok Pak Jokowi cuwek saja, kok gugus tugas penanganan Covid-19 tidak bertindak dan seterusnya. Saya coba berada dalam kacamata negara dalam hal ini bagaimana pemerintah memandang "fenomena" ini.
Saya pikir negara dalam hal ini pemerintah tidaklah menutup mata atas peristiwa ini, tidak pula abai terhadap persoalan yang muncul atas kembalinya tokoh itu. Tetapi, pemerintah hanya sedang memperlakukan warganya sama saja di depan aparat.
Orang boleh datang dan pergi, pemerintah mau menyambut atau tidak, itu pilihan. Tindakan gegabah aparat di lapangan -katakanlah menghadang atau mencegah para penjemput- hanya akan memantik persoalan, apalagi bertindak secara represif, apa kata dunia? Jadi tindakan aparat apa: ya biarkan saja!
Di sinilah makna "pembiaran" yang diterapkan pemerintah dalam hal ini aparat negara. Biarkan saja orang pergi dan datang, biarkan saja orang-orang menyambutnya.
Kalau ada unsur atau wakil pemerintah pusat yang menyambut, berarti orang itu istimewa, setidak-tidaknya warga terhormat yang layak diberi penghormatan. Kalau tidak ada penyambutan, ya sama saja seperti Mang Udin atau Daeng Rusli yang baru tiba di bandara.
Memaksa Jokowi sebagai presiden berkomentar? Berarti sama saja dengan dia mengomentari saya yang baru merevarasi iPad akibat baterainya gembung di Ratu Plaza. Jokowi punya "tangan-tangan negara", punya aparat seperti TNI, Polri, BIN, Kejaksaan, Kehakiman, dan seterusnya, yang tentu saja ia mempercayakan semua aparat bekerja di lapangan dengan tepat.
Pada saatnya ia akan bicara jika laporan yang diterimanya lengkap, itupun sekali lagi kalau apa yang ia komentari penting dan bermaslahat buat rakyat. Kalau tidak penting, sama dengan tidak mengomentari ulah Nikita Mirzani yang menyedot perhatian publik saat ini.
Biarkan saja Nikita menentukan jalan hidupnya sendiri; dengan perlawanannya, dengan keberaniannya melawan ratusan pria yang mau menggeruduk rumahnya, tidak perlu diurusi.
Kalau kemudian aparat mau mengurusi, itu berarti Nikita lumayan penting.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews