Sudah saatnya kita punya "juru dengar" supaya 10 tahap tersebut dapat diperpendek tanpa menimbulkan luka, kerusakan, dan kerugian yang tidak ada manfaatnya.
Ditengah kejenuhan suasana covid-19 kita juga cukup lelah dengan berbagai demo dengan pola yang itu-itu saja. Siklus demo ada beberapa macam :
(1) demo rutin, bisa tahunan atau mingguan dengan tuntutan dan tema yang kurang lebih sama
(2) demo karena adanya kebijakan penguasa yang kurang populis sehingga membentuk polarisasi
(3) demo insidentil tergantung kasus tertentu.
Yang ingin saya utarakan bukan tiga (3) macam demo tersebut tetapi proses terjadinya demo sebenarnya dapat diterka urutannya yakni :
(1) timbulnya isu-isu yang menjadi keresahan masyarakat
(2) proses public hearing resmi dan tidak resmi, langsung dan tidak langsung
(3) adanya lobi-lobi dibelakang layar
(4) menjelang, pada saat maupun sesudah hari "H" kebijakan disahkan, apabila tidak populis akan terjadi demo besar
(5) demo dibiarkan berlangsung karena memang menjadi hak demokrasi
(6) diakhir demo sering timbul kerusuhan/ anarki
(7) diumumkan bahwa demo ditunggangi oleh kelompok tertentu
(8) terjadi penangkapan
(9) kebijakan baru tetap diterapkan dengan masa sanggah dapat diajukan melalui lembaga tertentu
(10) keresahan publik reda namun ketidakpuasan tertanam dalam hati dan catatan sejarah
Lucunya pernyataan "demo ditunggangi dan sponsornya sudah diketahui" selalu diumumkan belakangan.
Apa sih yang ingin saya sampaikan ?
Sepertinya keresahan publik terhadap sebuah kebijakan memerlukan sebuah kementerian baru atau minimal direktorat baru. Yakni "Kementerian Pendengar dan Penyimak Publik".
Nah lumayan kan ada anggaran baru, ada pekerjaan baru. Sementara anggaran, pekerjaan dan peran dari para wakil rakyat dan peran juru bicara tetap ada.
Sudah saatnya kita punya "juru dengar" supaya 10 tahap tersebut dapat diperpendek tanpa menimbulkan luka, kerusakan, dan kerugian yang tidak ada manfaatnya.
Serpong, Oktober 2020
DPM
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews