Radikalisme adalah paham berbahaya karena dapat membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara. Penyebarannya pun semakin canggih dengan memanfaatkan teknologi informasi dan menyasar kalangan terdidik, baik di sekolah maupun di kampus.
Kelompok radikal berani mengambil cara apa saja untuk mendapatkannya, termasuk dengan kekerasan seperti pengeboman dan pelemparan granat ke tempat umum. Waspadalah akan bahaya radikalisme di sekitar kita, mulai dari sekolah hingga kampus, karena murid-murid merupakan sasaran empuk dari kaum radikal.
Masihkah Anda ingat berita tentang sekumpulan anak TK yang dengan santainya berjalan dan berpose di sebuah karnaval kampung, padahal mereka memakai baju dan penutup kepala hitam-hitam sambil memanggul senapan plastik. Kostum teroris jadi temanya, dan peristiwa ini spontan jadi buah bibir di kalangan masyarakat.
Ternyata paham radikal sudah mulai masuk ke dalam institusi sekelas taman kanak-kanak! Pengajar di sekolah itu langsung ditegur dengan keras karena memiliki ide yang sangat ekstrim, dan dia pun dicurigai apa termasuk kaum radikal.
Radikalisme juga mulai masuk ke dalam perguruan tinggi negeri dan swasta. Saking halusnya usaha mereka, bahkan para dosen dan pejabat kadang tidak sadar akan kehadirannya. Biasanya kaum radikal masuk melalui pintu unit kegiatan mahasiswa dan mereka memberi ceramah dan kuliah umum gratis. Pelan-pelan mahasiswa yang belum tahu maksud mereka akan dicuci otak dan menuruti segala kemauan mereka, termasuk jadi korban yang mau dipasang bom.
Ada pula tindakan kamu radikal yang tidak terlalu ekstrim dengan memberi asupan buku-buku sayap kiri yang sebelumnya dilarang beredar oleh pemerintah Orde Baru. Mahasiswa jadi membaca buku itu dan dipengaruhi agar terus berdemo dan menentang segala peraturan pemerintah.
Demo yang ada di kota-kota di Indonesia serta di depan gedung MPR tentu berbahaya dan merusak kedamaian masyarakat. Apalagi setelah demo biasanya ada suasana ricuh dan berpotensi mengundang kerusuhan dan juga penjarahan besar-besaran.
Padahal sebuah undang-undang tentu terbit dengan pertimbangan yang sangat matang, dengan tujuan membahagiakan dan memakmurkan masyarakat. Jika ada demo mahasiswa, maka kaum radikal jadi enteng tugasnya karena yang disalahkan bukan mereka, dan setelah itu bisa cuci tangan dan lari tunggang-langgang dari kejaran pihak berwajib.
Boleh berdemo asal damai dan jangan sampai mahasiswa itu mau dipengaruhi oleh provokator dari kaum radikal yang ingin mewujudkan keinginannya untuk mengganti paham pancasila dan menggulingkan kursi presiden.
Menteri Pertahanan mengecam masuknya kaum radikal ke dalam sekolah hingga ke tingkat taman kanak-kanak. Beliau meminta menteri pendidikan untuk membuat kurikulum baru yang berisi tentang pengajaran pancasila dan kewarganegaraan seperti yang dipelajari murid-murid beberapa tahun lalu. Pelajaran kewarganegaraan juga wajib untuk dijalani, bukan sekadar dihapalkan pasal-pasalnya.
Jika ada guru yang ketahuan ternyata jadi anggota kaum radikal, maka bisa ditindak dengan tegas. Apalagi jika ia berstatus pegawai negeri sipil, bisa diskors bahkan diberhentikan dengan tidak hormat. Sebagai ASN, seorang pengajar tentu tahu kewajibannya untuk setia pada negara, bukannya jadi pengikut ekstrimis dan kaum radikal dan ikut menyebar paham ini ke setiap muridnya.
Radikalisme di kampus juga wajib diwaspadai. Setidaknya ada pemeriksaan sebulan sekali ke dalam ruang unit kegiatan mahasiswa, jadi tahu apakah mereka melakukan aktivitas positif atau negatif. Saat ada penerimaan mahasiswa baru, maka bisa diselipkan acara pengenalan pancasila di ceramah penyambutan mereka. Jika perlu maka diadakan penataran P4 seperti pada 25 tahun yang lalu.
Radikalisme memang sangat berbahaya karena mereka menebar teror dengan mengebom tempat umum. Paham ini sudah mulai masuk ke dalam kampus dan sekolah-sekolah di seluruh Indonesia dengan cara yang sangat halus. Sebaiknya pengajaran pancasila dan kewarganegaraan diadakan lagi agar murid-murid dan mahasiswa paham akan keunggulannya dan tidak lagi terpengaruh oleh kaum radikal.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews