Surat Terbuka untuk Pak Moel

Pak Moel, bisa jadi pendapat saya ini juga tak tepat. Tapi, sebagai sesama Muslim, saya ingin saling memberi masukan sesuai kapasitas yang saya tahu.

Senin, 21 Oktober 2019 | 23:22 WIB
0
356
Surat Terbuka untuk Pak Moel
Moeldoko (Foto: CNN Indonesia)

Pak Moel yang saya hormati, ijinkan saya berbagi pandangan, untuk merespon link berita ini. Dulu saya juga seperti Panjenengan: berpendapat bahwa Islam, juga Tuhan, tak perlu dibela. Dan memang tak perlu. Bahkan itu mustahil. Tuhan sama sekali tak membutuhkan pembelaan mahluk. Allah itu qiyamuhu binafsihi.

Belakangan saya sadar bahwa cara pikir saya keliru. Ternyata justru dengan melakukan 'pembelaan' untuk Islam, juga Tuhan, itu artinya saya sedang membela diri saya sendiri. Saya berharap 'pembelaan' itu dicatat sebagai ladang amal kebajikan.

Saya berikan contoh sederhana. Saya ini alhamdulillah banyak uang, meski mungkin tak sekaya Pak Moel. Saya tak kekurangan. Saya bisa makan enak dimana saja, di hotel bintang 5 pun tak masalah. Tapi, jika tak puasa, istri saya tetap menyiapkan makan siang dari rumah di tupperware. Padahal saya 'tak perlu' itu. Uang di dompet saya lebih dari cukup. Mengapa istri melakukannya? Dia ingin mengungkap rasa. Saya yakin Bapak paham.

Ada contoh lain. Ini hari Jum'at. Kita disunahkan memperbanyak salawat kepada Kanjeng Nabi Muhammad. Saya pun melakukannya. Lantas, apakah Kanjeng Nabi membutuhkan salawat saya? Mboten Pak, mboten. Sama sekali Kanjeng Nabi tak butuh salawat saya. Beliau dijamin Gusti Pangeran. Justru dengan memperbanyak salawat, saya yang berharap mendapat safaat dan kebaikan berlipat.

Pak Moel, bisa jadi pendapat saya ini juga tak tepat. Tapi, sebagai sesama Muslim, saya ingin saling memberi masukan sesuai kapasitas yang saya tahu. Dan kita saling mendoakan semoga kelak dikumpulkan dengan para syuhada, 'pembela' agama Allah --- seperti Umar bin Khattab, Hamzah bin Abdul Muthalib, Abdurrahman bin Auf dan lain-lain.

Salam Hormat.

***