Saat Konser pun Dibenturkan dengan Umat Islam

Penulis artikel ini justru serampangan membangun kesan seolah ini konser yang akan dihadiri ramai-ramai, banyak penyanyi dan penonton bejibun.

Selasa, 19 Mei 2020 | 19:39 WIB
0
280
Saat Konser pun Dibenturkan dengan Umat Islam
Sumber: FB

Salah satu media online partisan, RMOL.id, melakukan blunder serius di tengah pandemi Covid-19, Minggu 17 Mei 2020. Pasalnya, mereka mengangkat artikel milik M. Rizal Fadillah dengan judul kental hasutan: Konser yang Menyinggung Umat Islam. Mereka membenturkan konser amal dengan agama. Terasa masygul membaca artikel sampah tersebut. 

Ini juga sempat saya sorot di akun facebook pribadi. Untuk menegaskan, artikel opini beginilah yang rawan. Membenturkan dua hal, antara konser dan umat Islam. Ditambah lagi dengan foto lama Presiden Joko Widodo di tengah suasana keramaian--di acara Festival Musik Syncronize tahun 2017.

Hasilnya tercipta kesan, ibadah di masjid dilarang keras karena alasan corona, tetapi tempat konser penuh dengan penonton. Inilah tujuan penulis artikel ini setelah mengemasnya berapi-api, dengan judul dan foto yang cukup potensial mengompori--foto ini baru ditarik dan diganti foto lain setelah lebih dari 10 ribu share mereka dapat.

Pengguna media sosial yang masih polos di depan "permainan" media langsung sambut-menyambut, saling mengompori untuk menghujat dan melempar sumpah serapah. Tanpa sama sekali mereka sadari, reaksi mereka itu sudah tepat atau tidak.

Dari sini cukup kentara arah dari penulis artikel sampah ini; mempermainkan emosi umat Islam yang sedang berpuasa, memfitnah, hingga mengajak orang untuk gaduh.

Tema disorot konser virtual, alias konser maya. Artinya, para penyanyi tidak mesti sepanggung, dan penonton cukup menonton dari kejauhan; lewat TV atau YouTube.

Penulis artikel ini justru serampangan membangun kesan seolah ini konser yang akan dihadiri ramai-ramai, banyak penyanyi dan penonton bejibun.

Entah mereka tidak tahu, beramai-ramai di sini bukanlah memadati lapangan konser, tapi karena konser virtual jadi cukup melihat dari kejauhan saja di luar kesibukan dan ibadah.

Artinya, sekali lagi, cukup nyalakan TV dan HP saja, nontonnya dari sana dan dari rumah saja tanpa harus ke mana-mana.

Juga dibangun kesan, bahwa konser ini adalah perlambang ketidakpekaan karena bikin acara berbau pesta di tengah duka akibat Covid-19. Padahal ini persis sama dengan konser virtual yang diadakan almarhum Didi Kempot, menggalang dana lewat konser dari rumah. Dana itu pun digunakan untuk memerangi wabah corona.

Sayangnya, penulis bernama M. Rizal Fadillah di balik artikel ini, tendensius mengatakan bahwa ini cuma buat menggalang dana semata untuk seniman saja.

Ini sih penulis malas. Ia mendahulukan sentimen dan prasangka buruk, sehingga tidak cross-check lebih dulu; dari kenapa sebenarnya acara ini dibikin sampai apa tujuan dari acara ini.

Padahal, jika saja ia mau cross-check, penyelenggara sudah mengabarkan ke berbagai media, acara ini ditujukan untuk menggalang dana; bukan cuma untuk seniman, tetapi juga sampai kepada petani sampai peternak, dan kalangan lebih banyak.

Juga, kenapa Bimbo di-highlight dari konser ini pun tidak lepas dari grup band asal Bandung ini yang dari dulu terkenal berdakwah lewat musik.

Musik-musik Bimbo bukan musik hura-hura, melainkan musik yang kental ajakan menyentuh melihat nurani; jika kau mengaku beragama, seberapa banyak kebaikan bisa kaubawa?

Sementara di artikel ini, soal Bimbo cuma diulas selewat saja dan ditonjolkan kalimat tendensius terhadap artis lain. Padahal jelas, keberadaan artis lain justru sebagai dukungan untuk Bimbo.

Cuma, dengan narasinya di artikel ini, fakta itu justru terkaburkan. Penulis ini terlihat hanya ingin memantik pergunjingan dan fitnah.

Padahal fitnahnya ini terbilang parah. Ia membungkus fitnahnya lewat artikel yang seolah membela Islam.

Padahal dengan artikel seperti ini ia justru melecehkan Islam dan umat Muslim; seolah orang Islam pendek akal, gampang tersinggung, gampang marah, dlsb.

Pertanyaannya, apakah Anda termasuk yang termakan artikel sesampah ini? Atau, Anda mau beranjak untuk melihat dengan nalar kritis ke mana arah artikel ini dan sejauh mana kebenarannya?

Saya pribadi berprinsip, jangan sampai pikiran terisi sampah, dengan menghindari bacaan sampah.

***