Politik bukan hanya dinamis semata, tetapi politik juga seni membagi kue kekuasaan. Bahkan kurang adil dalam membagi kue kekuasaan bisa timbul masalah dikemudian hari.
Apa yang membedakan pemerintahan Jokowi periode pertama dan kedua khususnya di kementerian BUMN?
Seperti kita ketahui, menteri BUMN periode pertama pemerintahan Jokowi adalah Rini Soemarno. Sedangkan pada periode kedua menteri BUMN adalah Erick Thohir.
Mengapa menteri Rini Soemarno tidak disukai oleh kalangan politisi Senayan, bahkan yang bersangkutan tidak bisa melakuan rapat karena ditolak politisi Senanyan?
Malah politisi senayan sering mengusulkan kepada Presiden untuk memecat atau mengganti menteri Rini Soemarno sebagai menteri BUMN.
Akan tetapi setiap ada perngantian menteri atau reshuffle nama yang bersangkutan selalu muncul yang akan diganti, tetapi selalu dipertahankan oleh presiden Jokowi. Padahal selama periode pertama, Presiden Jokowi kurang lebih tiga kali melakukan pergantian kabinet atau menteri dan nama menteri Rini Soemarno selalu muncul. Dan sampai masa habis jabatan sebagai menteri BUMN.
Rini Soemarno adalah menteri BUMN yang menolak para politisi menjabat atau mengisi jabatan di BUMN, sekalipun hanya sebagai komisaris. Bisa dikatakan di masa Rini Soemarno tidak ada para politisi yang menjabat sebagai komisaris BUMN. Juga tidak ada mantan jenderal TNI dan Polri yang menduduki atau menjabat sebagai komisaris BUMN.
Inilah yang melatarbelakangi para politisi senayan tidak suka dengan Rini Soemarno.Dan selalu dimusuhi.
Hanya ada dua relawan Jokowi yang menjabat sebagai komisaris era Rini Soemarno yaitu Fajroel Rachman sebagai komisaris Adhi Karya dan Kartika Djoemadi sebagai komisaris Dana Reksa. Dan para politisi praktis era Rini tidak ada yang menjadi atau kebagian jabatan sebagai komisaris BUMN.
Bahkan kasus Jiwasraya yang melaporkan ke Kejaksaan juga menteri Rini sebelum akhir masa jabatannya. Dan ini juga sudah dikonfirmasi oleh Jaksa Agung. Bahwa kasus Jiwasraya yang ditangani oleh Kejaksaan atas laporan menteri Rini.
Nah, di periode kedua dan Erick Thohir sebagai menteri BUMN ada perbedaan. Kalau di masa Rini tidak ada politisi Senayan menjabat sebagai komisaris BUMN, maka pada masa Erick Thohir kembali para politisi menduduki atau menjabat sebagai komisaris.
Bukan hanya para politisi yang menjadi komisaris BUMN, akan tetapi para pensiunan jenderal TNI dan Polri juga mendapat bagian untuk menjabat sebagai komisaris BUMN.
Sebut saja Roy E. Maringkas politisi PDIP menjabat sebagai komisaris PT Krakatau Steel Tbk (KRAS). Basuki Tjahaya Purnama kader PDIP sebagai komisaris Pertamina. Zulhanar Usman politisi Hanura menjabat sebagai komisaris Bank BRI dan Dwi Ria Latifa politisi PDIP juga sebagai komisaris Bank BRI. Arif Budimanta dari politisi PDIP juga menjabat sebagai komisaris Bank Mandiri. Rokhmin Dahuri politisi PDIP menjadi penasehat menteri Edhy Prabowo di Kementerian Kelauatan dan Perikanan.
Dan akan masih banyak lagi komisaris akan diisi oleh para politisi seiring pergantian direksi di jajaran BUMN yang jumlahnya mencapai 142 BUMN. Karena banyak partai pendukung yang belum mendapat atau kebagian jabatan. Apalagi kuota jabatan menteri dan wakil menteri terbatas. Maka solusinya menempatkan para politisi di jabatan komisaris atau sebagai Duta Besar.
Politik bukan hanya dinamis semata, tetapi politik juga seni membagi kue kekuasaan. Bahkan kurang adil dalam membagi kue kekuasaan bisa timbul masalah dikemudian hari.
Saatnya para politisi menggangsir BUMN.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews