Kalau mau memboikot media yang tak netral, kubu Prabowo-Sandi harusnya berlaku serupa kepada banyak media massa yang memihak mereka.
Pihak capres-cawapres Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno kembali bikin ulah dengan media massa. Menjelang debat capres keempat pada 30 Maret nanti, mereka menolak Metro TV, stasiun tv yang ditunjuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai salah satu pemegang hak siar debat keempat antara antara kubu Prabowo Subianto dan Joko Widodo.
Kubu Prabowo-Sandiaga tidak senang dituding menganut memiliki ideologi, platform, karakter dan gaya berpolitik sayap kanan jauh serupa Donald Trump di Amerika Serikat. Tudingan berkarakter ultra-nasionalis, mengeksploitasi sentimen identitas dan politics of fear, memanfaatkan metode propaganda firehose of the falsehood, serta banyak kesamaan lain yang bagi banyak orang tampak terang-benderang, selalu berusaha ditepis kubu Prabowo-Sandiaga.
Kubu Prabowo-Sandiaga bukan saja tidak memadai dalam menepis tudingan ini. Gaya berpolitik mereka malah kian menjadi-jadi mencerminkan kecenderungan sayap kanan jauh serupa Donald Trump.
Sikap permusuhan mereka terhadap media massa yang pemberitaannya dipandang tidak menguntungkan kubu Prabowo-Sandiaga adalah serupa dengan gaya berpolitik Donald Trump. Donald Trump bahkan mempopulerkan slogan "true enemy of the people" untuk menyebarkan kebencian rakyat pendukungnya terhadap media massa tertentu. Dalam sejumlah kesempatan, Prabowo Subianto melontarkan kalimat yang bermakna hampir serupa itu.
Metro TV bukan satu-satu media massa besar yang dimusuhi Prabowo Subianto. Dahulu media kredibel lain seperti The Jakarta Post dan Kompas Group juga sering dikecam Prabowo Subianto.
Sebenarnya tidak keliru penilaian bahwa media massa cenderung berpihak. Apalagi dalam dua dekade terakhir ini ketika para pemilik media ikut-ikutan mendirikan dan memimpin partai politik. Namun kubu Prabowo Subianto dan Sandiaga perlu bersikap adil dan tidak munafik. Ketika ada media yang cenderung berpihak kepada kubu petahana, banyak pula media massa yang habis-habisan mendukung Prabowo.
Jadi kalau mau serius memboikot media yang tak netral, maka kubu Prabowo-Sandiaga harusnya berlaku serupa kepada banyak media massa yang memihak mereka.
Penolakan kubu Prabowo terhadap hak tayang debat capres Metro TV adalah berlebihan. Toh Metro TV sekadar menyiarkan, bukan men-setting perdebatan.
Sikap berlebihan ini mencemaskan. Jangan-jangan jika rakyat khilaf dan akhirnya lebih banyak yang memilih Prabowo-Sandiaga sebagai Presiden RI selanjutnya, Prabowo akan mengembalikan era pemberangusan kemerdekaan media dan kebebasan berpendapat kembali ke masa Orde Baru.
Yah. Pilpres 2019 ini benar-benar sebuah pertaruhan. Akankah sebagai bangsa kita terus melangkah maju atau kelak kita kembali ke masa kelam dan harus mengulagi perjuangan berdarah-darah lagi seperti era 1980an-1990an dahulu? Rakyatlah yang memutuskan itu pada 17 April 2019 nanti.
***
Sumber:
CNN.com (20/02/2019) "New York Times responds to Trump's attack: 'It's not just false, it's dangerous'"
Tempo.co (22/03/2019) "Ini Alasan BPN Prabowo Tolak Metro TV di Debat Capres 30 Maret."
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews