Aneh, Partai Keadilan Sejahtera ikut membahas atau menyetujui UU pemilu pasal 222 no 17 tahun 2017, tetapi melakukan Judicial Review.
Kurang lebih sudah ada 30 gugatan ke Mahkamah Konstitusi yang diajukan oleh partai politik, ormas atau perorangan terkait ambang batas atau Presidential Threshold. Semuanya ditolak.
Pasal 222 Undang-undanh Nomor 17 tahun 2017 ini dianggap menjadi penghalang atau batu sandungan oleh partai politik atau ormas yang ingin mencalonkan sebagai capres atau cawapres.
Pasal di atas mensyaratkan, pencalonan capres-cawapres dengan ambang batas 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional.
Ambang batas ini dianggap memberatkan dan tidak demokratis oleh partai politik yang perolehan suaranya kurang dari 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional.
Sebenarnya bisa dengan gabungan atau koalisi di antara partai politik. Namun, mereka atau partai politik ingin mengusung sendiri calonnya.
Partai politik atau ormas atau perorangan yang menguji materi ke Mahkamah Konstitusi ingin ambang batas itu dihapuskan atau nol persen.
Nah, ada yang menarik terkait uji materi, pasal 222 UU Nomor 17 tahun 2017 yang diajukan oleh Partai Keadilan Sejahtera atau PKS ke Mahkamah Konstitusi.
Partai Keadilan Sejahtera atau PKS mengajukan ambang batas atau Presidential Threshold sebesar 7-9 persen.
Ini menarik. Biasanya partai politik melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi terkait UU pemilu ingin ambang batas 20 kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional itu dihapus atau nol persen. Tapi Partai Keadilan Sejahtera justru minta 7-9 persen.
Mengapa Partai Keadilan Sejahtera atau PKS minta ambang batas 7-9 persen?
Karena perolehan suara Partai Keadilan Sejahtera atau PKS pada pemilu 2019 memperoleh suara kursi DPR 8,21 persen atau 8,7 persen suara sah nasional.
Artinya Partai Keadilan Sejahtera atau PKS hanya mementingkan kepentingannya sendiri atau egois.
Mengapa tidak sekalian ambang batas dihapus atau nol persen sekalian, jadi yang lain juga terakomodir?
Yang menarik lainnya, yaitu Partai Keadilan Sejahtera atau PKS justru ikut membahas atau menyetujui UU pemilu pasal 222 no 17 tahun 2017 ini.
Tetapi mengapa baru sekarang menggugat atau tidak setuju dan melakukan uji materi?
Dan yang selalu menjadi dalih dan dalil terkait gugatan ambang batas ini jargon yang bertentangan dengan demokrasi dan politik oligarki.
Dua dalih dan dalil itu yang selalu menjadi alibi partai politik, ormas atau perorangan yang menguji materi ambang batas pencalonan capres-cawapres.
Padahal partai politik itu sendiri juga bagian dari politik oligarki yang hanya dikuasai oleh elit-elit partai.
Pemilihan presiden dan wakil presiden bukan pemilihan kepala desa yang tidak ada ambang batas.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews