Membangun fasilitas jalan kaki yang luas di tengah udara penuh polusi, sama saja membiarkan pendukung khilafah masuk TNI. Bahayanya banget.
Tapi ini Jakarta, Bung. Di sinilah, khususnya di periode sekarang, segala logika bisa jungkir balik. Agak susah menggunakan logika normal di Jakarta. Pikiran kita harus pandai-pandai berakrobat.
Di Jakarta, Gubernur membolehkan orang berdagang di jalan. Orang yang sudah punya kios di Tanah Abang, dipersilakan menggelar dagangan di jalan. Kios sepi. Jalanan berubah jadi pasar. Uang sewa ditarik oleh preman.
Anies Baswedan menggunakan kewenangannya yang diatur Perda, bahwa Gubernur boleh mengalihkan fungsi jalan. Perda itu digugat seorang warga karena bertentangan dengan Undang-undang Lalu-lintas di atasnya. Mahkamah Agung mengabulkan gugatan. Jalan Tanah Abang harus dibersihkan.
Sebetulnya gak usah pakai logika hukum segala. Orang normal juga tahu, fungsi jalan yang buat sarana transportasi. Bukan buat dagang. Tapi di Jakarta, pikiran bisa kebolak-balik.
Sama seperti Haikal Hasan. Di mall ada musholla bagus. Tapi dia memilih sholat di lobby bioskop. Apakah itu salah?
Kita bisa berdebat, sholat bisa di mana saja asal bersih. Iya, tapi buat apa ada musholla kalau orang bisa menggelar sholat di lobby bioskop.
Wajar jika logikanya ajaib. Haikal memang pendukung Anies.
Di Jakarta, kini menjamur lagi rumah kumuh di bantaran Ciliwung. Di slum-slum kumuh. Kolong jembatan. Sebab orang-orang miskin itu tidak bisa menjadi bagian mendapatkan rumah DP 0%. Syarat dapat fasilitas itu, penghasilannya harus Rp7 juta ke atas. Biar bisa bayar cicilan.
Rusun dibangun untuk dijual. Yang membeli, harus punya kemampuan bayar.
Beda dengan periode sebelumnya. Orang-orang dari slum-slum kumuh dipindahkan ke rusun. Sewanya cuma Rp300 ribu sebulan. Ada juga yang hanya Rp180 ribu. Mereka meninggalkan hunian kumuh, pindah ke rusun. Meski sewa, tapi lingkungan kehidupan berubah. Mental block terbuka. Mereka hidup layaknya masyarakat normal. Bukan jadi gelandangan lagi.
Tapi sudahlah. Ini Jakarta. Fasilitas hunian dari pemerintah bukan buat orang miskin. Tapi buat yang punya kemampuan bayar cicilan.
Sekali lagi ini Jakarta, kota dengan udara terburuk. Polusi membahayakan paru-paru. Apa langkah Pemda DKI?
Perluas trotoar agar orang bisa jalan kaki menghirup udara polusi. Dengan begitu, ada keadilan. Semua paru-paru bisa menikmati racun dari udara yang kotor.
Trotoar di perluas, jalan kendaraan malah menyempit. Macet akan menjadi-jadi. Kemacetan akan melahirkan polusi lebih parah. Dan orang-orang berjalan kaki menikmati polusi.
Hebat, kan?
Logikanya kalau orang jalan kaki gak menyebabkan polusi. Kalau naik kendaraan pasti polusi.
Tapi jalan kaki hanya cocok untuk jarak dekat. Dia gak bisa menggantikan perjalanan jarak jauh. Amien Rais aja gak mau penuhi nazarnya jalan kaki Jakarta-Jogja.
Iya juga, sih. Gila aja kali, orang kerja dari Bekasi ke Sudirman harus jalan kaki. Mau trotoar sebesar apapun, orang ogah jalan kaki sejauh itu. Gempor, bray.
Jangankan sejauh itu. Siapa juga orang kantoran yang mau jalan kaki dari Senayan ke Bunderan HI. Meski trotoarnya sudah bagus. Tapi udaranya penuh polusi.
Membangun fasilitas jalan kaki yang luas di tengah udara penuh polusi, sama saja membiarkan pendukung khilafah masuk TNI. Bahayanya banget.
Tapi di negara-negara maju orang nyaman jalan kaki. Trotoarnya juga luas. Apa salahnya kalau Jakarta meniru negara maju itu dengan membangun trotoar?
Salahnya karena yang dibangun adalah trotoar, sedangkan polusi dibiarkan merusak paru-paru rakyat yang jalan di atas trotoar itu. Itu masalahnya.
Yang menarik, untuk kampanye melawan polusi, Jakarta akan menggelar lomba Formula E. Balapan mobil listrik. Biayanya dari Rp336 miliar, naik jadi Rp360 miliar, kabarnya naik lagi sampai Rp900 miliar.
Dimana di gelarnya? Di Jakarta mana ada sirkuit untuk balap.
Saya menduga kemungkinan akan digelar di salah satu pulau reklamasi. Sekalian mempromosikan keberhasilan Pemda menciptakan pulau-pulau buatan itu. Kabarnya upacara 17 Agustus juga akan digelar di sana.
"Lho, dulu kan, menentang reklamasi?"
"Dulu dia memang belum resmi jadi 'tenaga marketing' di sana, mas," celetuk Abu Kumkum.
Eko Kuntadhi
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews