Natal tahun ini terasa menjadi sangat spesial ketimbang natal tahun-tahun sebelumnya. Selain tidak adanya aksi sweeping yang dilakukan oleh para laskar FPI terhadap pusat-pusat perbelanjaan yang menggunakan simbol-simbol natal, perayaan natal tahun ini juga menjadi sarat muatan politiknya.
Jika disimpulkan, politisasi natal tahun ini begitu terasa. Para politikus yang akan turun pada Pemilu tahun depan, menjadikan natal sebagai ajang pencitraan. Para politikus itu berlomba-lomba meraih simpati umat Krisitiani yang sedang merayakan hari kelahiran Yesus Kristus, Tuhan dan Juru selamatnya, dengan menyampaikan ucapan selamat natal lewat berbagai media.
Bahkan ada politikus yang memborong satu halaman penuh surat kabar hanya untuk mengucapkan selamat natal. Tujuannya apa? pastilah untuk mencitrakan diri kepada masyarakat bahwa ia adalah seorang politikus yang peduli, politikus yang toleran, seorang politikus yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebhinekaan.
Namun di sisi lain, ada pula pihak-pihak yang menentang keras ucapan selamat natal tersebut. Mereka berpendapat bahwa mengucapkan selamat natal telah menyalahi akidah.
Mengucapakan selamat natal sama saja dengan mengakui Yesus Kristus, yang di dalam Al-Quran dikenal dengan Isa, sebagai Tuhan, sebagai Anak Allah. Namun, sekalipun umat Kristiani sudah berkali-kali menyatakan bahwa mereka sebenarnya tidak terlalu mengharapkan ucapan selamat Natal dari umat yang bukan Kristen, namun ulama dan jemaah 212 tetap saja meributkannya.
Haikal Hasan misalnya. Dalam cuitannya, ia bahkan menyangkal apa yang diyakini umat Kristen bahwa Yesus lahir di kandang domba di Betlehem, yang membuat Jansen Sitindaon gerah atas pendapatnya itu.
Ustaz Abdul Somad juga menyampaikan dalam video lawasnya yang kembali viral beberapa hari belakangan ini, berpendapat bahwa mengucapkan selamat natal itu, haram. Begitupun Rizieq Shihab, Imam besar FPI dan Jemaah 212 itu. Lewat akun twitternya, ia secara tegas menyerukan kepada para pengikutnya agar tidak mengucapkan selamat Natal atau ikut merayakannya.
Sampai di sini cukup jelas. Bahwa ada dua pendapat yang berbeda tentang natal. Para ulama yang kebetulan mendukung Jokowi tidak mempermasalahkan tentang ucapan natal tersebut. Sementara para ulama yang berdiri di pihak Prabowo juga memiliki pendapat bahwa mengucapkan selamat natal adalah haram dan melanggar akidah.
Namun ketika yang mengucapkan selamat natal itu adalah seorang Prabowo, Capres yang mereka dukung, mereka seakan tidak berkutik. Mereka hening, mereka seperti hilang ditelan bumi. Tidak ada sepatah kata pun yang mereka sampaikan kepada Prabowo hanya untuk sekedar mengingatkan bahwa apa yang dilakukan Prabowo itu kurang tepat.
Ternyata tidak berhenti sampai di situ saja. Setelah Prabowo menyampaikan selamat Natalnya, ia terlihat ikut merayakan Natal bersama keluarga besarnya. Momen Natal yang tahun ini jatuh pada hari Selasa kemarin tentu saja menjadi momen untuk berkumpul dengan keluarganya.
Potret kehadiran Prabowo pada acara keluarga tersebut diunggah oleh Rahayu Saraswati, putri Hashim Djojohadikusumo yang merupakan keponakan Prabowo. Rahayu sebelumnya mengunggah foto keluarga besar pada acara perayaan Natal tersebut. Dari foto tersebut terlihat sosok Prabowo hadir di tengah-tengah keluarga. Prabowo nampak begitu bergembira. Ia begitu sumringah. Ia tidak kaku. Ia benar-benar seperti dirinya sendiri tanpa ada rasa tertekan.
Tidak ada sedikitpun keterpaksaan dan amarah di wajahnya. Prabowo begitu menikmatinya. Dengan penuh sukacita, ia menari, ia berjoget bersama seluruh keluarga diiringi lagu-lagu rohani Kristen. Kehadirannya dalam acara natal keluarga itu, setidaknya telah menunjukkan kepada kita semua, bahwa Prabowo yang mereka agung-agungkan itu, tidak seagung yang selama ini mereka agungkan.
Dengan diamnya para ulama pendukung Prabowo tersebut atas ucapan selamat natal yang disampaikan Prabowo, serta turut hadrinya Prabowo merayakan natal bersama keluarganya, menyadarkan kita bahwa mereka tidak sedang membela Islam sebagaimana selama ini mereka kerap sampaikan.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews