Pernyataan Bohong dan Handicap Kepemimpinan Prabowo-Sandi Masa Depan

Rabu, 5 Desember 2018 | 10:50 WIB
0
456
Pernyataan Bohong dan Handicap Kepemimpinan Prabowo-Sandi Masa Depan
Prabowo-Sandiaga (Foto: Pinterpolitik.com)

Pilpres tinggal 4 bulan lagi. Waktu yang relatif ; bisa dianggap masih lama dan juga bisa singkat. Semua tergantung rencana dan aktivitas yang ingin dilakukan setiap kontestan Pilpres dan tim nya.

Pada selang masa kampanye ini, pasangan Prabowo/Sandi belum menampakkan program-program andalan yang mengandung kebaruan (novelty) bila kelak menjadi pemimpin negeri ini. Belum ada rincian program yang bisa meyakinkan masyarakat pemilih bahwa mereka bisa/mampu dan layak membawa Indonesia ke arah lebih baik dibandingkan yang sudah dikerjakan Capres  petahana Jokowi. 

Sampai saat ini, Prabowo/Sandi lebih banyak berkutan pada "itu-itu saja", yakni banyak membuat pernyataan yang tidak sesuai kenyataan di masyarakat.

Sebut saja  soal Indonesia bubar tahun 2030, tempe setipis ATM, Prabowo menyatakan ekonomi saat ini merupakan ekonomi kebodohan, 99 persen rakyat Indonesia miskin,  isu PKI dan kriminalisasi ulama, kasus kebohongan Ratna Sarumpaet, dan seterusnya. Kalau hal itu sebagai bagian upaya kampanye negatif--dan itu dianggap masih dalam koridor kampanye, lalu apakah hal ini akan terus dilakukan selam 4 bulan ke depan, hanya untuk menggerus kepercayaan publik terhadap petahana Jokowi? 

Persoalannya adalah pada image berbagai pernyataan negatif itu yang kemudian terbangun di dalam masyarakat, bukan lagi semata menciptakan  gambaran negatif terhadap petahana Jokowi, namun juga image negatif pada Prabowo/Sandi sendiri di masa depan.

Katakanlah bila mereka memenangkan Pilpres 2019, maka semua  yang pernah mereka nyatakan dan lakukan selama kampanye akan melekat di diri mereka. Semua itu menjadi handicap mereka selama memimpin negeri ini.

Handicap itu menjadikan segala program yang mereka buat dan akan kerjakan di kemudian hari tak akan lepas dari ingatan publik, khususnya  pada semua kampanye negatif itu--dibalik gaya kepemimpinan mereka kelak. Ini yang mungkin  tidak disadari. Ataukah mungkin sudah disadari namun tidak dijadikan persoalan utama karena  menganggap rakyat Indonesia "bodoh" dan "permisif" terhadap taktik tak etis serta kesalahan masa lalu?

Semakin hari, rakyat semakin cerdas dalam melihat realitas para pemimpinnya bekerja. Ada pembelajaran dari cara rakyat melihat pemimpin di wilayahnya, baik itu walikota, bupati, hingga  gubernur. Dari cara itulah mereka melihat calon presidennya. Akankah  si Pemimpin itu tampil dan bekerja memberi manfaat bagi kehidupan mereka beserta anak cucunya kelak? 

Mungkin sebagian publik masih secara membabi buta mengidolakan "kegagahan Prabowo" dan "kegantengan Sandi" untuk menjadi pemimpin negeri ini. Disisi lain publik tersebut juga menikmati atau senang dengan pernyataan dan berita "bohong" yang keluar dari Prabowo/Sandi terhadap realitas publik itu sendiri karena adanya unsur pengidolaan (kultus personal) tadi.

Tapi di realitas kehidupan lain, mereka tidak juga bisa kenyang dan tak nyaman oleh kegagahan dan kegantengan. Mereka tidak bisa tenang menjalani hasil kepemimpinan Prabowo/Sandi tersebut yang tak jelas arah dan bentuknya  sejak kampanye Pilpres sampai jadi pemimpin. 

Pada saat itulah handicap yang pernah Prabowo/Sandi  lakukan (bikin) kemudian menjadi batu sandungan yang tak berkesudahan dalam masa kepemimpinan. 

Membuat pernyataan-pernyataan "bohong" --yang berkebalikan dari yang dilakukan pemerintahan Jokowi hanya akan mendegradasi citra kepemimpinan Prabowo/Sandi itu sendiri, terutama Sandi yang masih punya peluang maju di pilpres 2024. 

Kelak Sandi akan sulit lepas dalam citra negatif dari berbagai blunder politik saat masih bersama Prabowo di Pilpres 2019. Sementara terhadap Prabowo, sejarah akan mencatatnya dengan cara yang tidak lagi segagah saat masih jadi kontestan Pilpres 2019. 

Kalau orang gagah dan ganteng seperti aku sih rapopo, heuheu.....

***