Pertanyaan akan berbentuk terbuka dan tertutup. Terbuka artinya ruang pertanyaan akan disampaikan pada masing-masing paslon 7 hari sebelum hari Debat. Tertutup artinya pertanyaan akan datang dari paslon dan harus dijawab paslon lainnya.
Saya setuju dengan model seperti yang ditawarkan KPU ini. Bukan apa-apa, saya sendiri sudah menerapkan model seperti ini saat memandu Debat Pilkada Kota Makassar tahun 2013 lalu. Pengalamannya saya tuangkan dalam bentuk Note yang lumayan panjang di lapak FB ini. Hehehehe.
Saat itu KPU Kota Makassar mengamanatkan media tempat saya bekerja sebagai penyelenggara Debat Pilkada Kota Makassar, tepatnya Debat yang kedua. Debat pertama telah diselenggarakan media lain.
Sampai kepada model seperti itu terdorong karena 2 hal. Pertama, kami harus memfasilitasi Debat yang pesertanya berjumlah 10 Paslon. Sepuluh. Faktor durasi waktu tentu menjadi tantangan besar. Kami harus "menjaga" agar Debat tidak ngalor-ngidul dan mencapai katakanlah 50% porsi waktu, sementara substansi bahasan baru mencapai 20%. Pula, harus secara eksak menjatahkan waktu-bicara yang adil (sama persis) pada tiap Paslon.
Alat kendalinya adalah "daftar pertanyaan". Saya lebih memilih menyebutnya "ruang pertanyaan". Nah, para Paslon kami "kurung" pada ruang tersebut, agar fokus. Konsekuensinya, mereka berhak mengenal "ruang" tersebut. Mereka harus diberi bayangan di depan apa yang menjadi bakal pertanyaan.
Yang kedua, bersifat filosofis. Kami beranggapan siapa pun Paslon yang akan menjadi Walikota dan Wakil Walikota nantinya, persoalan yang mereka hadapi nantinya saat memerintah akan datang secara terbuka. Untuk menjawab persoalan tersebut mereka boleh "open book" (wajib, bahkan, di antaranya wajib patuh pada "buku aturan" atau hukum yang ada).
Selain boleh open book, mereka tidak harus menyelesaikan persoalan secara individual, karena di bawah mereka ada jajaran Kepala Dinas/Badan plus Sekretariat Daerah yang dikepalai Sekretaris Daerah. Yang kita harapkan dari mereka nantinya adalah output-output kebijakan (terhadap persoalan yang akan ditangani).
Karena Pilkada itu bersifat kompetisi (pun demikian untuk Pilpres), maka kami menyediakan ruang "pertarungan" gagasan secara langsung, yaitu: tanya-jawab langsung antar-paslon. Tentu, kami selaku penyelenggara tidak tahu apa yang akan ditanyakan satu paslon kepada paslon lainnya karena hanya para paslon yang tahu. Itulah sifat tertutupnya.
Selanjutnya: siapa yang membangun ruang pertanyaan?
Kami mendaulat sejumlah akademisi dan aktivis masyarakat di Makassar. Mereka-mereka yang punya keahlian dan pengetahuan pada sub-sub thema yang akan diperdebatkan. Kami workshop dengan mereka. Dari merekalah pertanyaan-pertanyaan lahir. Susunan kalimat pertanyaan kami elaborasi berulang kali agar formulasinya jelas dan tidak membingungkan.
Saya kemudian menghabiskan 2 hari, nyaris penuh, melenting dari 1 markas pemenangan ke markas pemenangan lainnya. Ada yang di hotel, ada yang di ruko, ada yang di rumah biasa. Menjelaskan kepada pada para Paslon teknikal penyelenggaraan Debat, menyerahkan ruang pertanyaan untuk mereka pelajari.
Tak semua pertanyaan yang ada dalam ruang akan tertanyakan pada mereka, tapi yang ditanyakan kepada mereka nantinya tidak akan "lari" dari ruang. Kecuali pertanyaan dari paslon lain.
Debat berlangsung lancar, terjadi tukar menukar gagasan secara sehat dan bersemangat, bahkan banyak tawa terselip. Tidak perlu muncul pertanyaan menjebak semacam menyelipkan "singkatan-singkatan" teknis seperti "TPID".
Dari situ warga Kota Makassar dapat melihat dengan jelas, siapa Walikota dan Wakil Walikota yang paling pas memimpin mereka selanjutnya.
Demikian.
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews