Meskipun Anies Baswedan mendukung demo 212, namun Polri bertindak tegas. Tidak ada Reuni 212. Dari logika saja sudah salah. Mana ada demo melakukan reuni.
Top! Polisi bertindak tegas! Publik tak usah risau. Demo 212 tidak akan pernah terjadi secara besar-besaran. Kecut. Kecil. Jika memaksa akan berhadapan dengan aparat keamanan yang akan bertindak tegas.
Mereka tetap mau memaksa demo di Patung Kuda Monas Jakarta. Di masjid Az Zikra pun ditolak. Karena tujuannya tidak benar. Sesat politik. Tak benar di agama. Tak popular di publik. Kehilanngan magnet.
Jargon yang dipakai adalah bela ulama, bela MUI, ganyang koruptor. Itu hanya kedok. Mereka melakukan demo justru menjadi budak 3C (Cendana, Caplin, Cikeas) yang sedang bermasalah. Sebagian BLBI dan juga gurita bisnis illegal yang tengah dibongkar oleh Jokowi.
(Seperti teriakan Fadel Muhammad minta Sri Mulyani dipecat karena Fadel ternyata obligor dana BLBI. Mereka berteriak karena bisnis dan kepentingan mereka dihantam Jokowi.)
Karena sejatinya para anggota gerombolan dan simpatisan 212 bergerak atas nama sentiment. Sentimen agama. Sentimen politik. Dengan politik identitas sebagai panglima.
Artinya, mereka adalah gerombolan para pengecut. Isi narasi demo tak lain adalah ungkapan frustasi, kebencian, dan thoghut. Khas para pengasong Khilafah. Dengan target delegitimasi Pemerintahan Jokowi.
Betapa mereka yang muncul paling kelompok Martak. Haikal Hassan. Syamsul Ma’arif. Eka Jaya. Dan, dengan tim hore yang terkait dengan teroris FPI dan HTI. Ditambah gerakan teroris Ahmad Zain An Najah. Dan aneka sel teroris yang bersembunyi dalam gerakan amal. Kotak sumbangan minimart di seantero Indonesia.
Di tengah Pandemi Covid-19 yang belum selesai, mereka akan memaksakan gerakan politik. Tujuannya mendeskriditkan Presiden Jokowi. Gatel kekuasaan dan kerakusan duniawi adalah panji gerakan 212.
Kasus penipuan 212 Mart adalah sebagai bukti. Mereka ingin menguasai ekonomi dengan jalan pintas. Bahwa proses bisnis didasarkan pada niat jahat membenci yang bukan kelompok mereka.
Bahkan Nabi Muhammad pun tetap berbisnis dengan Yahudi. Islam tidak mengajarkan membenci kaum yang berbeda keyakinan. Para penganut 212 adalah kaum yang hobinya membenci sesama.
Paham khilafah yang mereka percayai menjadi landasan berpikir. Takfiri. Mereka membangun musuh bersama Jokowi. Walhasil Wahabi, Ikhwanul Muslimin, HTI, teroris FPI bergabung.
Untuk menambang uang, mereka memanfaatkan bohir, Cendana, Cikeas, dan Caplin. Tiga organ utama yang memiliki catatan kotor sebagai para pengemplang duit. Gurita Cikeas menggambarkan kekayaan tujuh turunan yang akan dibawa mati. Kita memberi kesempatan mereka membawa mati harta benda ya guys buat mereka.
Meskipun Anies Baswedan mendukung demo 212, namun Polri bertindak tegas. Tidak ada Reuni 212. Dari logika saja sudah salah. Mana ada demo melakukan reuni. Demo berbau makar dan demo kriminalisasi Ahok, dengan tujuan menjungkalkan Jokowi.
Hanya karena Jokowi berani menantang larangan Gatot Nurmantyo, Jokowi berhadapan langsung dengan Muhammad Rizieq Shihab (MRS) di Monas. MRS dan para gangster 212 kehilangan akal. Tidak memiliki Plan B di lapangan. Gelagapan.
Kini kelompok paria 212 yang beranggotakan para pengecut karena berhasil mengriminalisasi Ahok akan bertingkah lagi. Memori itu yang dijual ke pendana demo. Karena lebih baik ada kisruh daripada tenang, maka bohir pun tetap membiayai.
Meskipun hasilnya bisa berantakan. Seperti ketika Cikeas, Cendana, Caplin mendanai kepulangan Rizieq Shihab yang membawanya ke bui. Berantakan. Ini terjadi pada demo gagal hari ini. Nekat, sikat!
Ninoy Karundeng
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews