Tak lama setelah mendaftar sebagai capes-cawapres di KPU, pasangan calon presiden-calon wakil presiden nomor urut 01 Jokowi-Ma’ruf dan pasangan calon presiden-calon wakil presiden nomor urut 02 Prabowo-Sandi bersama pendukung masing-masing, menggelar deklarasi pemilihan umum damai di Monas, Jakarta.
Apakah kemudian segalanya baik-baik saja? Atau tampak tenang di permukaan, tapi sesungguhnya bergejolak hebat di dalam?
“Jokowi dan Prabowo sih asyik-asyik aja, mereka tokoh terhormat, aset bangsa. Pendukungnya yang berantem,” tutur Pepih Nugraha pendiri PepNews dalam acara Deklarasi Penulis untuk Pemilu Damai di Jakarta, Minggu 17 Februari 2019.
Pendukung ini sangat luas, yang terang-terangan maupun yang terselubung atau tidak menampakkan diri.
Berikut ini selengkapnya beberapa potensi yang harus diwaspadai, jangan sampai pemilihan presiden berujung kekacauan:
Pertama, pendukung Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) penganut ideologi khilafah, ke mana suara mereka diberikan? Apakah mereka menerima begitu saja, HTI dibubarkan oleh pemerintah? Atau mereka melakukan perlawanan? Ada gejala mereka berusaha menggagalkan pemilu?
Para pihak terkait yang bertanggung jawab pada keamanan proses pemilu (pilpres dan pileg) tentu sudah menyiapkan langkah-langkah untuk mengantisipasi potensi ini. Harus dicegah. Jangan sampai peristiwa buruk terjadi.
Kedua, hoaks bertebaran di kalangan pendukung adalah juga bisa memicu potensi kerusuhan dalam pemilihan presiden 2019.
Masyarakat sebenarnya mempunyai akses untuk mengecek apakah informasi yang ia terima di media sosial merupakan hoaks atau bukan, satu di antaranya dengan mencari data pembanding ke media massa resmi, atau ke situs-situs lembaga negara yang relevan.
Hindari sikap langsung percaya pada informasi di media sosial. Tidak semua orang di balik sebuah akun di media sosial memiliki tanggung jawab. Ada di antara mereka menggunakan media sosial untuk menumbuhsuburkan paham intoleran, radikalisme dan terorisme.
Ketiga, pengerahan massa yang terus-menerus dengan label angka-angka tertentu, bertabur jargon agama. Jangan silau dengan penampilan luar yang agamis. Cerna dengan akal sehat, ucapan-ucapan mereka yang mengklaim sebagai tokoh atau ustaz. Apakah ujarannya mengajak pada kedamaian, atau justru sebaliknya.
Masyarakat terdiri dari individu-individu yang memiliki kebebasan berpikir. Jangan terperangkap pada jebakan slogan agama yang ujungnya membuat jadi pribadi yang intoleran, bahkan lebih jauh, mengiyakan paham radikal dan teroris.
Indonesia menganut Pancasila, UUD 1945, prinsip nilai NKRI. Ini yang harus dipegang teguh oleh semua warga negara Indonesia.
Jangan mau dikecohkan oleh pihak-pihak yang mengatasnamakan agama, tapi sejatinya tak lebih dari bisnis politik.
Untuk mencegah potensi kerusuhan dalam Pemilu 17 April 2019 mendatang inilah, 30 penulis berkumpul di Jakarta pada Minggu 17 Februari 2019, dalam acara Deklarasi Penulis untuk Pemilu Damai.
Sepakat bahwa pemilu (pilpres atau pileg) bukan perang, bahwa pemilu adalah acara rutin lima tahunan, sesuatu yang biasa. Jangan sampai terjadi, hanya gara-gara beda pilihan presiden misalnya, lantas pemilu menjadi tidak damai.
Berikut ini pernyataan lengkap Deklarasi Penulis untuk Pemilu Damai:
Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa
Kami Penulis Indonesia Berjanji;
Menulis dengan hati nurani
Menulis dengan jiwa yang sehat
Melawan intoleransi, radikalisme dan terorisme
Melawan segala bentuk penyebaran hoaks, fitnah, dan ujaran kebencian
Kami Penulis Indonesia Berjanji;
Mengedepankan rasa aman dan nyaman melalui pilihan kata, fakta dan data
Kami penulis Indonesia Berjanji;
Mendorong terciptanya pemilu damai
Menegakkan yang benar
Membela yang tak bersalah
Dengan sepenuh jiwa raga
Tetap NKRI
Pemilu 2019 Damai, Damai, Damai!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews