Survei Kompas: Skenario Terburuk Jokowi yang Patenkan Kekalahan Prabowo

Tidak ada salahnya jika mengatakan survei Litbang Kompas sebagai skenario terburuk Jokowi yang mematenkan kekalahan Prabowo.

Selasa, 26 Maret 2019 | 17:49 WIB
0
470
Survei Kompas: Skenario Terburuk Jokowi yang Patenkan Kekalahan Prabowo
Sumber ilustrasi Kompas.com

“[BERITA POPULER] Survei Litbang Kompas: Menipisnya Jarak Elektabilitas Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandiaga”. Begitu judul yang dipilih Kompas.com sebagai pengantar pemberitaannya seputar rilis hasil survei Pilpres 2019.

Menipisnya jarak elektabilitas Jokowi-Ma’ruf Amin dengan dengan pesaingnya, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, merupakan kesimpulan dari dua survei yang digelar Litbang Kompas pada 24 September- 5 Oktober 2018 dan 22 Februari – 5 Maret 2019.

Kata “Menipisnya” yang dipilih Kompas, seolah mengopinikan jika jarak atau selisih elektabilitas kedua paslon peserta Pilpres 2019 semakin dekat. Atau dengan kata lain, tingkat elektabilitas Prabowo-Sandi hampir menyalip tingkat elektabilitas Jokowi-Ma’ruf. Dan, pada 17 April 2019 nanti, Prabowo-Sandi dapat mengalahkan Jokowi.

Benarkah demikian.

Dari hasil survei yang dihelat Litbang Kompas, elektabilitas pasangan nomor urut 01 menurun dari 52,6 persen pada Oktober 2018 menjadi 49,2 persen pada Februari 2019. Sebaliknya, selama enam bulan, pasangan nomor urut 02 mampu meningkatkan elektabilitasnya dari dari 32,7 persen menjadi 37,4 persen.

Sebenarnya tidak ada yang aneh dengan hasil survei Litbang Kompas. Sebab, dari sejumlah pengalaman dua pilpres sebelumnya, tingkat elektabilitas calon petahana terus menurun sampai hari-H pemilihan.

Menariknya, Litbang Kompas menyebut tingkat elektabilitas Jokowi-Ma’ruf berada di bawah 50 persen. Tentu saja, bagi Jokowi yang maju sebagai calon petahana, memiliki tingkat elektabilitas di bawah 50 persen merupakan lampu kuning bagi kinerja tim kampanyenya.

Memang, angka yang diungkap Litbang Kompas ini berbeda dengan sejumlah survei yang dirilis lembaga survei lainnya pada dua minggu sebelumnya. Menurut Lingkaran Survei Indonesia (LSI), misalnya, elektabilitas Jokowi-Ma’ruf adalah 58,7 persen. Sementara Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menyebut Jokowi-Ma’ruf dipilih oleh 57,6 persen responden.

Tetapi, bagaimana pun juga sebuah hasil survei sebenarnya tidak bisa dibanding-bandingkan satu dengan yang lainnya. Misalnya, hasil survei Litbang Kompas tidak bisa di-apple to apple-kan dengan hasil survei LSI maupun SMRC.

Salah satu faktor yang menyebabkan hasil survei antar lembaga survei tidak bisa dibanding-bandingkan adalah waktu pelaksanaan survei. Ambil contoh, hasil survei yang digelar sebelum debat Pilpres dengan hasil survei setelahnya pasti berbeda.

Pasalnya, setelah debat Pilpres, terjadi perubahan pilihan pada kelompok swing voter dan undecided voter. Pasangan calon yang mampu memaparkan visi misinya saat debat Pilpres pastinya akan meningkat elektabilitasnya. Begitu juga sebaliknya.

Dan, meskipun disebut tingkat elektabilitasnya menurun hingga di bawah 50 persen, bagi Jokowi-Ma’ruf, hasil survei Litbang Kompas tersebut sangat positif.

Pertama, ada 13,4 persen resptonden yang tidak mau menjawab pertanyaan soal paslon pilihannya jika Pilpres 2019 dilangsungkan pada saat survei digelar.

Bagi Jokowi-Ma’ruf yang menurut Litbang Kompas memiliki tingkat elektabilitas 49,2 persen tentunya lebih mudah memenangkan Pilpres 2019. Lantaran paslon yang didukung oleh PDIP, Golkar, PKB, PPP, Nasdem, Hanura, dan PSI ini hanya membutuhkan tambahan sekitar 0,9 persen suara kelompok undecided voter.

Bandingkan dengan Prabowo-Sandi yang memiliki tingkat elektabilitas hanya 37.4 persen. Untuk memenangkan Pilpres 2019, keduanya harus menambah dukungan sekitar 12,7 persen suara kelompok undecided voter.

Dengan demikian, pekerjaan Jokowi-Ma’ruf dan tim pemenangan kampanyenya jauh lebih ringan dengan pasangan Prabowo-Sandi beserta tim pemenangan kampanyenya.

Kedua, penurunan tingkat elektabilitas Jokowi-Ma’ruf selama enam bulan hanya 3,4 persen atau rerata 0,56 persen per bulannya. Sebaliknya kenaikan tingkat elektabilitas Prabowo-Sandi dalam rentang waktu yang sama hanya 4,7 persen atau rerata 0,7 persen per bulannya.

Jika mengacu pada hasil survei Kompas tersebut, jelas jika dengan kenaikan tingkat elektabilitasnya, Prabowo-Sandi tidak mampu menyalip tingkat elektabilitas Jokowi-Ma’ruf dalam rentang waktu 1,5 bulan setelah Litbang Kompas menggelar surveinya. Artinya, berdasarkan hasil survei Litbang Kompas, Jokowi-Ma’ruf akan memenangkan Pilpres 2019 yang digelar pada 17 April 2019.

Ketiga, menurut Litbang Kompas, ekstrapolasi elektabilitas Jokowi-Ma’ruf sebesar 56,8 persen dan Prabowo-Sandi 43,2 persen. Angka ini diambil dengan mengasumsikan kelompok undecided voter terbagi secara proporsional menurut pilihan responden pada kedua paslon.

Meskipun menurut hasil survei Litbang Kompas pada Oktober 2018 ekstrapolasi elektabilitas Jokowi-Ma’ruf menurun 4,9 persen dari 61,7 persen, kenailkan ekstrapolasi elektabilitas Prabowo-Sandi yang disebut sebesar 4,9 persen dari 38,3 persen tetap masih di bawah Jokowi-Ma’ruf.

Karenanya, meskipun tingkat elektabilitas Jokowi disebut di bawah 50 persen, dari sudut manapun, hasil survei Litbang Kompas tetap memprediksikan Jokowi-Ma’ruf sebagai pemenang Pilpres 2019.

Tidak ada salahnya jika mengatakan survei Litbang Kompas sebagai skenario terburuk Jokowi yang mematenkan kekalahan Prabowo dalam Pilpres 2019.

***