Matinya Ferdy Sambo

Hidup Sambo sudah berakhir, cerita indahnya sudah berakhir bahkan ia mati lebih cepat dari hukuman matinya sendiri.

Selasa, 14 Februari 2023 | 09:52 WIB
0
521
Matinya Ferdy Sambo
Ferdy Sambo (Foto: liputan6.com)

Sambo adalah tragedi, hidupnya penuh panggung sandiwara seperti lantunan lagu Ahmad Albar, hidup Sambo seperti tragedi dalam kisah-kisah Yunani. Karir yang cepat, moncer dan penuh hormat dalam sedetik ia masuk ke dalam lubang kotoran hinaan. Tapi sesungguhnya ia bukan terancam ditembak mati tapi sudah mati dalam hidupnya. 

Kematian Sambo justru berawal dari masa depan yang cerah, masa mudanya penuh kebahagiaan dan selalu dituruti takdir untuk mendapatkan yang terbaik. Mulai dari kecemerlangannya di masa sekolah, mendapatkan pacar anak petinggi militer dan dilingkari kawan-kawan yang bergembira. Masa muda Sambo adalah impian dari jutaan anak muda Indonesia dan Sambo berada dalam puncak impian itu. Di masa muda ia masuk Akademi Kepolisian, impiannya menjadi pejabat polisi seperti Oom-nya yang mantan Kapolda Sumatera Utara dan jadi kebanggaan keluarga besarnya. Mimpi Sambo seperti sudah di depan mata. 

Pada saat lulus sekolah kepolisian, Sambo mendapati mantan pacarnya waktu SMP, Putri Chandrawati kuliah di Jakarta dan dengan penuh semangat dia mengajak mantan pacarnya jalan-jalan keliling kota Jakarta dengan menyetir mobilnya ia sambil menggenggam tangan Putri, Sambo bergumam “Kita raih masa depan” di tengah hujan bulan Desember awal tahun 90-an. Dan cinta masa SMP bersemi kembali. Kisah Sambo dan Putri mirip Romeo dan Juliet tanpa pertengkaran keluarga. Cinta yang dipenuhi bunga-bunga. 

Putri yang berpraktek sebagai Dokter Gigi menerima pinangan Sambo dengan iringan lagu Kahitna “Pinangan tanpa sisa cinta yang lain. Rona bahagia terpancar dari anggukan. Saat ku pasangkan pasang cincin di jemari”. Sambo seperti seorang Pangeran yang memenangkan cinta-nya dan ia juga melangkah mantap dengan karirnya. Setelah menikahi Putri ia melanjutkan pekerjaannya sebagai agen reserse kepolisian di wilayah Jakarta Barat. Kasus Narkoba yang marak di pertengahan tahun 90-an menjadi makanan sehari-hari. Bandar demi bandar narkoba kelas teri dia sikat, kasus kemalingan dan perampokan di Jakarta Barat ia ungkap sehingga menarik perhatian atasannya dan dia diangkat menjadi kepala polisi wilayah di Purbalingga kemudian ditarik ke Brebes Jawa Tengah. 

Di Brebes pesona Sambo sungguh memikat banyak orang. Bisa dibilang ia adalah sosok polisi idola dan keramahannya menghadapi masyarakat. Kemudian atas prestasinya dalam komunikasi publik ia ditarik lagi ke Jakarta. Di Jakarta-lah karir Sambo benar-benar cemerlang dan kebetulan ia berada dalam circle yang mendukung lompatan karirnya. Atasannya langsung Kombes Krishna Murti menjadi idola di media sosial, ia menempel ke Krishna Murti pada kasus bom Sarinah yang diingat publik Indonesia sebagai ‘Kasus teror lucu-lucuan’ karena saat polisi mengepung teroris pedagang kaki lima : tukang bakso, tukang teh botol, tukang rokok, tukang sate bukannya menghindar malah mengerubungi lokasi kejadian sambil dikerumuni masyarakat luas yang dengan santainya makan sate sambil nontonin polisi adu tembak dengan teroris. Dan Sambo berada dalam pusat kejadian. Ia bermain sebagai Polisi yang adu tembak lawan teroris. Tapi dalam kasus ini Kombes Krishna Murti yang jadi bintangnya, Sambo hanya jadi bintang tamu tapi karirnya justru melejit, malah Krishna Murti yang mandeg karirnya. 

Tahun 2015 Sambo diangkat jadi Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum (Wadireskrimum) yang banyak menghubungkan Sambo dengan kasus-kasus besar. Di sinilah bendera Sambo berkibaran kuat, ia seperti orang yang lain. Wataknya berubah tidak seramah saat jadi Kapolres Brebes, ia begitu flamboyan bahkan pengawalan pribadinya melebihi Kapolri. Ia bentuk skuad inti. 

Antara tahun 2015-2022 Sambo seperti hidup di atas awan. Ia punya pasukan sendiri di kepolisian dan diback up petinggi Polisi sampai tingkat Kapolri. Ia bentuk Satgas Merah Putih semacam tim khusus kepolisian yang menakutkan semua orang, dan ia menjadi orang terkuat di kepolisian di bawah bayang-bayang Kapolri. 

Tapi kisah manis Sambo ternyata seperti kutukan pesugihan. Manis diawal tapi berakhir pahit dan ujungnya pemberian nyawa. Kehancuran hidup Sambo justru bermula dari kasus sepele ajudan anggota Skuad-nya ia tembak mati dan kemudian penembakan itu ia tutup-tutupi yang rencananya mudah tapi kemudian menjadi sulit setelah kemunculan “Kamarudin Simanjuntak”. Kamarudin seperti seorang Hamlet di depan Sambo, ia semacam mimpi buruk. 

Awalnya kehadiran Kamarudin Simanjuntak banyak dicibiri masyarakat tapi kemudian waktu menjawab bahwa Kamarudin adalah ‘kebenaran yang dikirim Tuhan’ untuk menyudahi kecemerlangan Sambo. Kecerobohan Sambo dalam menyepelekan rekayasa kasus penembakan Joshua justru terbongkar dari kesemberonoan bawahan Sambo, Brigjen Hendra Kurniawan yang enggan melepas sepatunya dan menginjak-injak karpet tempat tidur keluarga Joshua seraya melarang peti mati terbuka. Teriakan ibunda Joshua sekonyong-konyong membuka mata publik ‘ada yang tidak beres dalam kasus penembakan Duren Tiga’

Dan dunia media sosial ribut. Hal yang tak pernah disadari Sambo adalah ‘kekuatan media sosial’ beda dengan eks atasannya Krishna Murti yang sadar media sosial, Sambo tampaknya asing dengan media sosial apalagi separuh karirnya dijalani sebagai detektif kepolisian yang tak butuh penampakan. Ia dihajar habis di media sosial, sebuah sistem yang tidak dimengertinya. 

Hidup Sambo sudah berakhir, cerita indahnya sudah berakhir bahkan ia mati lebih cepat dari hukuman matinya sendiri.

Anton DH Nugrahanto