Pantas Jokowi geram! Lah, dia juga kena kibul Mafia Hukum dan penjahat, maling, pencuri berkedok Gereja.
Jokowi pun masuk dalam target pusaran kasus mafia hukum. Bukan kasus ecek-ecek ala laporan kadrun pendukung PKS Dosen UNJ Ubeidilah Badrun. Kali ini ada bukti yang menyerat Jokowi untuk tanda tangan.
Jika sebelum Pilpres 2019 kasus ini diangkat, Jokowi dipastikan akan keok di Pilpres 2019. Ini bukan pula seperti kasus Sumber Waras, yang penuh rekayasa. Bukan pula seperti kasus kelebihan bayar (modus korupsi gaya baru di DKI Jakarta).
Bukan. Ini tentang kerja mafia hukum yang melibatkan gereja. Dan, dugaan permainan hakim pengadilan berbagai tingkatan. Sehingga kasus diajukan ke Komisi Yudisial.
Edan memang mafia hukum. Pantas Jokowi marah. Kasus The Kuningan Place menyeret namanya. Dugaan penipuan yang dimenangkan pengadilan tingkat pertama, hancur berantakan di dua tingkatan berikutnya.
Penyebabnya saksi ahli yang dihadirkan oleh aktivis gereja Indri Gautama adalah Edward Omar Sharif Hiariej. Orang ini kelak diajak Jokowi menjadi wakil Menteri Hukum dan HAM.
Prof Eddy saya dulu kagumi. Ketika berargumentasi di Mahkamah Konstitusi. Saya baru sadar dia top karena yang dilawan adalah pepesan kosong; dalil yang diberikan adalah orasi akademis tanpa perlawanan. Omong ngalor-ngidul tak karuan.
Ibarat orang berbicara bahasa Ibrani di depan warga desa yang sama sekali tak paham selain bahasa Jawa dan Indonesia. Saya dulu kagum. Kok cerdas. Begitu mengikuti kasus kesaksian Prof. Eddy dalam kasus penipuan oleh Indri Gautama, rontok sudah kekaguman saya sebagai pendukung Eddy. Bubar jalan. Nol.
Modusnya. Aktor pembohongan terhadap Jokowi adalah Indri Gautama dan Yusuf Valent. Indri Gautama menjual dua lantai gedung komersil kepada PT Brahma Adhiwidia. Indri Gautama mengatasnamakan para pemilik untuk mengubah peruntukan menjadi sekolah. Termasuk dua unit yang dijual kepada PT Brahma. Tanpa sepengetahuan pemilik.
Tanpa memeriksa lebih detail, Jokowi tanda tangan. Berubahlah peruntukan unit-unit dari lantai 6,7,8,9,10,11 jadi sekolah.
Akibat dari tanda tangan Jokowi, pembeli dua unit The Kuningan Place, kehilangan Rp34 miliar. Mafia mengeruk keuntungan. Hilanglah jejak dokumen unit-unit milik PT Brahma. Karena telah diubah peruntukannya.
Indri Gautama menguasai kembali unit-unit milik pembeli. Habis mengeruk Rp34 M, dua unit kembali dijadikan asset sekolah milik Indri Gautama.
Kasus bergulir di pengadilan. Hanya Peninjauan Kembali yang bisa menyelamatkan Jokowi dari noktah jejak dikibuli mafia. Ini sangat berat. Karena saksi ahli Prof. Eddy Wakil Menteri Hukum dan HAM.
Maka PT Brahma yang menjadi korban mafia hukum, mengadukan kasus ke Komisi Yudisial. Namun, menurut pengamatan saya, sulit untuk menang. Karena para saksi tidak mau hadir. Setting kekuatan mafia hukum sangat kuat.
Pantas. Jokowi berang terhadap mafia hukum. Karena sepak terjang mafia hukum sungguh nekat dan luar biasa. Bahkan bisa menghadirkan saksi ahli sekelas Wamen Hukum dan HAM. Yang dulu saya kagum.
Dan, sekarang baru sadar, dia hanya balak kosong: tong kosong. Yang mau menjadi saksi ahli tanpa melihat seluruh konstruksi dan bukti hukum. Sangat menjijikkan. Dan, lebih gilanya, Jokowi pun dimasukkan dalam pusaran mafia, terseret kasus penipuan dengan membubuhkan tanda tangan.
Karena dibohongi oleh Indr Gautama dan Yusuf Valent: yang atas nama gereja membuat penipuan untuk membuat sekolah. Kegilaan yang luar biasa dari mafia dan mafia hukum di Republik ini.
Pantas Jokowi geram! Lah, dia juga kena kibul Mafia Hukum dan penjahat, maling, pencuri berkedok Gereja.
Yang bisa membersihkan nama Jokowi hanya Hakim KY. Dan, Hakim Mahkamah Agung nanti jika mengadili di tingkat Peninjauan Kembali (PK). Jika tidak sampai kiamat Jokowi akan tercatat menjadi korban kibulan mafia hukum, mafia property Indri Gautama dan Yusuf Valent.
Lebih gila lagi, dalam kasus di pengadilan tinggi ada rekaman ada rekaman dan sosok Zulvia dan Jack, yang mengindikasikan adanya suap ke hakim pengadilan tinggi. Serem benar jejak para mafia. Jokowi pun terseret. Ampun deh!
Ninoy Karundeng.
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews