Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan juga UU Perlindungan Anak perlu direvisi karena ada pasal-pasal yang kurang berkeadilan.
Mengerikan!
Vonis terhadap Julianto Eka Putra sudah dijatuhkan: hukuman penjara 12 tahun, denda 300 juta, kompensasi 14 juta kepada korban. Pelanggaran hukumnya: melakukan persetubuhan dengan anak di bawah umur. Tok tok tok.
Sungguh mengerikan. Inilah pengadilan karena tekanan publik. Bahwa JE adalah predator anak. Dimagnifikasi oleh platform-platform besar medsos (podcast besar). Hakim yang memutuskan juga tidak berdaya karena dua alat bukti yang diajukan jaksa sudah sah menurut hukum.
Alat bukti tersebut adalah BAP laporan korban bahwa yang bersangkutan mengalami kekerasan seksual dan hasil visum et repertum bahwa yang bersangkutan tidak perawan lagi. Ini amanat yang tersurat pada UU sehingga tdk bisa diganggu gugat.
Tapi coba kita kritisi dari sudut pandang yang lain. Pertama, soal laporan seseorang (perempuan) bahwa dia telah mengalami kekerasan seksual. Menurut UU, laporan tersebut harus dianggap benar dan tidak boleh ditolak/diragukan oleh polisi.
Dan laporan ini menjadi satu alat bukti. Tidak diberi ruang adanya kemungkinan bahwa si pelapor itu sudah berbohong/memfitnah seseorang. Pokoknya harus diterima dan dijadikan alat bukti.
Tinggal dicari satu lagi alat bukti untuk menggenapi persyaratan dua alat bukti. Maka si pelapor melakukan visum. Hasil visum menyatakan yang bersangkutan sudah tidak perawan lagi. Ini sudah dianggap meyakinkan bahwa yang bersangkutan kehilangan keperawanan karena disetubuhi 12 tahun silam pada waktu yang bersangkutan berusia 16 tahun (anak di bawah umur).
Marilah kita menggunakan nalar: dalam jangka waktu 12 tahun si pelapor bisa kehilangan keperawanan oleh siapa saja. Bisa pada waktu yang bersangkutan masih di bawah umur, bisa waktu yang bersangkutan sudah dewasa. Hasil visum itu tidak menyimpulkan apa-apa. Kecuali pada waktu yang bersangkutan disetubuhi oleh JE langsung melapor ke polisi dan dilakukan visum pada saat itu juga, baru ini disebut alat bukti yang kuat.
Vonis kasus Julianto ini merupakan preseden hukum yang mengerikan. Siapa saja bisa dilaporkan ke polisi dengan pasal kekerasan seksual. Dan si perempuan bebas berbohong karena menurut UU laporan itu harus diterima sebagai kebenaran plus dijadikan alat bukti.
Dan mengenai visum juga tidak dibatasi waktu, dia bisa melaporkan kekerasan seksual yang dialami 12 tahun yang lalu. Sungguh sangat absurd. Menyimpulkan dia kehilangan keperawanan karena kekerasan seksual yang diklaim yang terjadi 12 tahun yang lalu.
Menurut saya, UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan juga UU Perlindungan Anak perlu direvisi karena ada pasal-pasal yang kurang berkeadilan.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews