Betapa makanan yang disediakan masjid-masjid itu sangat menolong mereka dan anak-anaknya. Mengapa kebiasaan baik ini berhenti ketika Ramadan lewat?
Mohon maaf, para guru, para ustad, izinkan saya curah renungan di Jumat mulia ini:
Masjid yang Memberi Makan
Setiap Ramadan kita menyaksikan hampir semua masjid menyediakan makanan takjil, dan tak sedikit yang juga memberikan makan berat setelah takjil.
Siapa yang menyediakan itu?
Di kompleks perumahan maupun di RT/RW, setiap keluarga kena giliran menyumbang makanan itu. Maka sibuklah para ibu rumah tangga manakala gilirannya tiba. Tapi tidak ada yang keberatan. Ibu-ibu malah gembira jika makanannya ludes, dan khawatir bila makanan sumbangannya tidak disantap.
Bukankah begitu ya teman-teman? Ikhlas dan bahagia bisa menyediakan makanan?
Di masjid-masjid besar, donatur-donatur kakap, termasuk perusahaan-perusahaan juga ikut menyumbangkan makanan.
Di kota-kota besar nan padat, seperti Bandung Raya, keberadaan makanan di masjid ini sangat membantu mereka yang terpaksa buka tidak di rumah. Mereka adalah pelalu lintas, sopir angkot, pemulung, pengemudi ojol, dan lain-lain. Di masjid kampus, para mahasiswa yang kuliah sampai jelang magrib, menunggu adzan buka, setelah itu mereka makan besar.
Saya pernah ngobrol dengan sopir angkot Abdul Muis-Dago yang mampir tajil di Masjid Salman. Kebetulan sopir itu saya tegur, karena saya lihat dia bolak-balik ambil nasi kotak lebih dari satu. Tapi saya urung marah ketika dia bilang : "Kanggo putra pak! Kaleresan gaduh tilu. Lumayan tiasa ngabantos, da ayeuna mah penghasilan angkot teh teu sapertos kapungkur. Abdi mah langki mendak daging."
Dari ingin menegur saya jadi balik merenung.
Bagi pekerja kelas bawah perkotaan dengan penghasilan harian tak tetap, tampaknya komponen biaya hidup terbesar adalah biaya makan.
Bekerja di jalanan, pulang bawa uang buat makan. Uang habis, kembali lagi ke jalan buat cari uang. Duit dapat, habis buat makan. Begitu terus. Kadang uang sedikit tak cukup buat menyediakan makanan bergizi!
Kalau begitu apa beda pekerja rendahan dengan kuda? Kuda bekerja untuk makan, dan makan untuk bekerja.
Tidak ada cukup uang untuk meningkatkan pendidikan anak, tak ada tabungan buat hidup ke depan. Tak ada sisihan buat hiburan.
Saya juga beberapa kali ngobrol dengan teman-teman ojol, sampai pemulung. Betapa makanan yang disediakan masjid-masjid itu sangat menolong mereka dan anak-anaknya. Uang mereka jadi selamat, dan bisa digunakan beli yang lain, seperti susu, atau pakaian seadanya.
Lantas, mengapa kebiasaan baik ini berhenti ketika Ramadan lewat?
Ramadan sebagai arena latihan kasih sayang, mestinya bisa membuat kita lebih care kepada mereka yang susah. Dan ternyata kita bisa menjadikan masjid sebagai pusat makanan, food hub, food shelter, food bank... atau apapun namanya.
Masjid adalah titik pusat gotong royong, masjid adalah jaring pengaman sosial. Masjid adalah bantal sosial (social cushion) yang menjadi alas pelindung jika seseorang terjatuh.
Orang-orang lapar berpotensi kriminal di perkotaan. Bila perut kenyang, mudah-mudahan angka kriminal kota berkurang.
Kebiasaan ini harus diteruskan.
Kita semua percaya manusia itu terlahir dengan fitrah baik. Dia ingin berbagi. Namun tidak ada yang memfasilitasi.
Kita harus membalik jargon "Memakmurkan Masjid" menjadi "Masjid Memakmurkan Kota". Pengurus masjid jangan lagi bangga mengumumkan saldo kas yang besar. Itu tandanya uang umat ngendon, tak berputar. Bila uang berputar, mesin ekonomi akar rumput akan berputar. Jangan khawatir kas kosong, orang-orang baik akan mengisinya kembali.
Jangan anggap remeh kencleng masjid. Saya baca buku yang ditulis Iip Dzulkipli Yahya, Bank BRI (yang menjadi bank terbesar di Indonesia, masuk Forbes 2000 pada 2022 ini yaitu sebagai perusahaan yang masuk dalam 2000 perusahaan publik terbesar dunia), itu awalnya dari KENCLENG masjid! Cuma kemudian diambilalih Belanda. BRI banyak membantu pengusaha kecil.
Sesuai dengan semangat Sustainability Developmet Goals (SDGs), masjid bisa menjadi kekuatan ketahanan masyarakat kota. Bila ada krisis karena bencana atau wabah, orang-orang terdampak bisa berharap ke masjid.
Ada 2.143 masjid di Kota Bandung (BPS, 2019). Bila berfungsi semuanya, kemakmuran Kota akan meningkat. Banyak orang baik, banyak restoran, banyak kafe yang bisa menyumbang makanan.
Maka masjid itu menjadi pilar, dan agama terasa adanya.
Saya selalu terganggu oleh Cerpen AA Navis (Robohnya Surau Kami) yang saya baca lebih dari dua puluh tahun lalu: Masjid kokoh yang tidak hirau pada realitas sekelilingnya, pada hakekatnya masjid itu sudah roboh!
Nauzubillah....
Budhiana, Odesa Indonesia
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews