Jika tidak ada aral melintang, besok Harian Kompas, tempat di mana dulu saya bekerja, akan merilis hasil survey terbarunya 27 atau 28 hari jelang Pilpres 17 April 2019. Saya mendapat informasi ini dua minggu lalu. Biasanya hasil survey Litbang Kompas sangat presisi dan terpercaya sehingga layak dijadikan rujukan.
Siapa yang meraih elektabilitas tertinggi dari hasil survey itu? Ini yang ditunggu-tunggu!
Sesungguhnya saya cuma mau mengatakan, meski sudah tidak bekerja lagi di Harian Kompas, bukan berarti saya tidak punya "feeling" atas hasil survey mereka, ya rekan-rekan saya juga yang berkarya di Litbang.
Meski mereka bersikukuh tidak memberi bocoran, namun dari "feeling" itu saya hanya bisa perkirakan berapa elektabilitas yang diraih Jokowi maupun Prabowo.
Saya tidak ingin mengemukakan siapa yang lebih unggul dalam pencapaian elektabilitas, biarlah pembaca besok menelisiknya lebih dalam di Harian Kompas edisi Rabu, 20 Maret 2019. Tetapi, yang ingin saya katakan di sini perkiraan "gap" atau perbedaannya kemungkinan mencapai 13 persen!
Sulit memahami besaran nilai angka ini?
Baik, begini saja mudahnya; "gap" hasil Pilpres 2014 angkanya di kisaran 5 persen dan perbedaan sebesar inipun cukup mengantarkan pemenangnya menjadi Presiden RI. Angka 5 persen itu kalau dikonversi ke suara berarti sekitar 8 juta.
Nah, berhubung waktu pencoblosan tinggal 27 atau 28 hari lagi, hanya keajaiban luar biasa yang dapat mengubah "gap" ini menjadi semakin kecil dan terus mengecil sampai mencapai 5 persen seperti hasil Pilpres 2014.
Kalau elektabilitasnya ingin berimbang di saat Hari "H" pencoblosan, maka sejatinya elektabilitas si pemenang harus tergerus 0,5 persen setiap harinya.
Paham?
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews