Sebagai Ibu, Mien Uno Tak Terima Sandiaga Dibilang Sandiwara

Jumat, 15 Februari 2019 | 16:40 WIB
0
605
Sebagai Ibu, Mien Uno Tak Terima Sandiaga Dibilang Sandiwara
Mien Uno dan Sandiaga (Foto: Kompas.com)

"Sandiwarakah selama ini," begitulah bait lirik lagu Glenn Redly.

Ibunda cawapres Sandiaga Uno yaitu Mien Uno meradang atau muntab (Jawa) karena anaknya dituduh melakukan sandiwara dalam momen-momen kampanye. Mien Uno mengungkapkan uneg-unegnya dalam konferensi pers di Media Center partai pengusung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Sebagai ibu yang melahirkan dan merawat atau mendidik, ia merasa sakit hati anaknya dirajam, dicela dan dicerca di media sosial. Orang-orang yang melakukan tuduhan "Sandiwara Uno" untuk berhadapan dengan dirinya dan meminta maaf.

Tentu sebagai ibu membela anaknya adalah hal yang wajar. Karena "kasih ibu sepanjang masa", sekalipun anaknya itu sudah berumur atau mempunyai cucu sekalipun, kalau anaknya dihina, sebagai ibu pasti tidak akan terima.

Mien Uno tidak terima kalau anaknya dituduh melakukan sandiwara dalam kampanye. Apalagi muncul istilah "Sandiwara Uno".

Sandiaga Uno adalah seorang cawapres. Artinya ia adalah seorang atau tokoh politik yang ingin berebut kekuasaan. Karena seorang politikus sudah sewajarnya juga kalau Sandiaga Uno akan mendapat serangan dari kubu lawan yang bersifat sinis, nyinyir dan celaan.

Serangan-serangan negatif akan tertuju kepadanya. Terkadang bisa membuat telinga panas kalau mendengar cercaan dan celaan. Itulah politik. Apalagi seorang ibu yang perasaannya halus.

Nah, sebagai seorang ibu, terkadang juga harus bijak menyikapinya. Kalau dibawa perasaan memang bisa  sakit hati, karena anaknya dihina dan dicela. Terkadang pendidikan tinggi pun tidak akan membantu dalam menyikapi masalah seperti ini. Sekalipun ia dulunya seorang guru kepribadian atau etika. Karena di sini yang bermain emosional dan perasaan sebagai ibu. Rasionalitas akan di kesampingkan dan akan mendahulukan emosi atau perasaannya.

Kalau takut anaknya dicela, dihina dan dirajam di media sosial, harusnya waktu itu melarang sang anak untuk terjun dalam dunia politik.Karena politik itu terkadang mengesampingan etika dan kesopanan. Bahkan kadang brutal.

Sebenarnya apa yang dituduhkan kepada cawapres Sandiaga Uno bahwa ia sering melakukan sandiwara dalam kampanye belum seberapa dibandingkan dengan capres Jokowi.

Jokowi baik sebagai presiden dan capres, dihina, dicerca dan dirajam di media sosial sejak ia mencalonkan diri sebagai capres 2014 sampai saat ini. Tuduhannya macem-macem yang terkadang seorang ibu hanya bisa ngelus dada karena ia yang melahirkan dituduh bukan ibu kandungnya. Bahkan disuruh melakukan tes DNA untuk membenarkan kalau itu ibu kandungnya.

Tetapi sekalipun ibunya orang ndeso dan tidak berpendidikan tinggi, tapi dalam menyikapi hinaan dan cercaan kepada anaknya santai-santai aja. Karena ia sadar anaknya tokoh politik. Cukup mendoakan saja. Toh anaknya sudah cukup dewasa.

Hinaan atau celaan dan nyinyiran yang ditujukan kepada cawapres Sandiaga Uno masih termasuk wajar sebagai kandidat cawapres. Belum mengganti bentuk fisiknya menjadi fisik seekor hewan. Beda dengan Jokowi, meme yang mengganti fisiknya dengan fisik seeokar hewan marak di media sosial.

"Politik itu kejam, kalau takut terkena percikan api, jangan bermain api, main gundu atau main yang gundul-gundul".

***