Kejadian atau peristiwa bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, banjir bandang dan tanah longsor banyak menyisakan cerita yang penuh kesedihan dan kedukaan. Karena banyak korban yang meninggal yang kadang jumlahnya bukan hanya ratusan, tetapi kadang mencapai ribuan nyawa.
Anak kehilangan orang tua atau orang tua kehilangan anak. Atau malah dua-duanya orang tua dan anak kehilangan nyawanya akibat terkena bencana alam. Ada juga suami kehilangan istri atau istri kehilangan suami (tapi bukan karena pelakor lho yaa). Anak menjadi yatim atau piatu.
Bencana alam datangnya juga tak kenal waktu atau disangka-sangka: bisa siang, bisa sore, bisa malam atau bisa di tengah-tengah tertelapnya tidur yang kadang tidak bisa untuk menyelamatkan diri. Hanya bisa pasrah pada takdir ilahi.
Terkadang dalam setiap peristiwa atau kejadian bencana alam, baik karena gempa bumi atau stunami yang memakan banyak korban jiwa, masih menyisakan cerita "keajaiban" atau terhindar dari akibat bencana alam tersebut. Yang menurut nalar atau logika mustahil nyawanya bisa terselamatkan.
Seperti peristiwa tsunami di Aceh yang memakan korban jiwa mencapai ratusan ribu, ada saja cerita keajaiban seseorang yang terhindar dari kematian, sekalipun tidak makan beberapa hari. Atau menjadi korban reruntuhan bangunan yang diketemukan dalam kondisi masih hidup.
Pada kejadian gempa bumi dan tsunami di Palu dan Donggala juga begitu, ada cerita keajaiban yang dialami oleh orang-orang yang terhindar dari kematian, padahal menurut nalar dan logika harusnya kematian menghampiri dirinya.
Tsunami di pantai Anyer atau Selat Sunda juga ada cerita keajaiban, seorang bayi yang berumur beberapa bulan terhindar dari kematian atau ada anak yang diketemukan di bawah tumpukan kayu-kayu ternyata masih hidup.
Ruapanya cerita keajaiban dalam setiap kejadian bencana alam bukan terjadi pada abad ini yang bisa dilihat atau disaksikan secara langsung baik melalui media televisi atau media online.
Bencana alam gempa bumi dan menimbulkan tsunami pernah terjadi di Nusantara ini. Bahkan termasuk tsunami yang terbesar dengan tinggi gelombang mencapai 80 meter, bukan 8 meter. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 17 Februari 1674 di Ambon. Mengakibatkan tsunami di Laut Banda.
Menurut rekaman sejarah, gempa di Ambon 1674 dan menimbulkan tsunami yang sangat mengerikan, terjadi pada Sabtu jam 07.30 malam, saat bulan purnama di mana langit sangat cerah. Cerah di langit tetapi mengakibatkan gelombang di laut malah sangat ganas, siap menggulung daratan.
Gempa bumi dan tsunami di Ambon itu mengakibatkan 2.000 korban meninggal dunia. Ini menurut peneliti Edward A. Bryant, peneliti dari Universitas Wollongong, Australia, dikutip Gatra, 5 Juli 2006.
Dan masyarakat pada berlarian ke tempat yang lebih tinggi untuk menyelamatkan diri dan memanjatkan doa bersama dengan gubernur era itu di bawah cahaya bulan purnama dengan diiringi dentuman ledakan dari kejauhan. Seperti penuturan naturalis Rumphius yang sudah tinggal di Ambon selama 50 tahun pada masa itu.
Tetapi setiap kejadian bencana alam yang banyak memakan korban jiwa, ada saja kisah keajaiban. Seperti gempa bumi atau tsunami yang terjadi di Ambon pada tahun 1674.
Menurut Rumphius, tiga hari pasca gempa bumi atau tsunami ditemukan seorang bayi Tionghoa yang berumur satu bulan diketemukan selamat di bawah reruntuhan dan dalam dekapan sang ibu. Tetapi ibunya dalam keadaan sudah meninggal.
Inilah kisah keajaiban dalam setiap peristiwa atau kejadian bencana alam, masih ada yang tersisa terhindar dari kematian.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews