Integritasnya yang sangat kuat ini membuat Jakob Oetama mempercayai semua aset Kompas dan Gramedia di Jawa Timur yang bernilai miliaran atas namanya. Padahal kalau saja mau “nakal” bisa saja dia ambil alih aset tersebut.
Wartawan senior harian Kompas Max Margono (79) tutup usia di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta, Rabu (18/5/2022) sekitar pukul 07.25.
Almarhum menjalani rawat inap di RSPAD sejak 12 Mei setelah sempat dirawat di RS Gading Pluit Jakarta sejak 5 Mei karena mengalami stroke hemoragik post kraniotomi dekompresi. Dia meninggalkan seorang istri, Monica Pontiar dan 7 orang anak.
Menurut rencana jenazah Max Margono akan dimakamkan di TPU Pondok Rangon Jakarta. Adapun waktunya masih belum definitif. Saat ini jenazah disemayamkan di ruang VVIP.G Dasar RSPAD.
Ucapan duka cita mengalir dari pelbagai kalangan. Termasuk Menteri Koordinator Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy yang memiliki hubungan dekat.
Max Margono meniti karier jurnalistik hanya di surat kabar harian Kompas sejak pertengahan tahun 1968 sampai pensiun tahun 2008. Masa dinasnya banyak dihabiskan di Jatim sampai menjadi Kepala Biro Kompas Jatim. Pada pertengahan dekade 1990-an dia dipindah ke kantor pusat Jakarta menjabat sebagai Redaktur Daerah.
Dia pernah mendapat tugas dari Kompas bersama Valens Goa Doy untuk mendirikan Pers Daerah (Persda), sebuah perusahaan anak Kompas yang menangani koran-koran di daerah. Di antaranya mendirikan Sriwijaya Post Palembang, Serambi Indonesia Banda Aceh.
Pada tahun 1989 ia bersama antara lain Valens, Anwar Hudijono, Basuki Subianto, AR Suyatna merevitalisasi tabloid mingguan Surya menjadi koran harian. Ia dipercaya menjadi redaktur pelaksana.
Di antara ciri kepribadian almarhum yang paling terkesan baik di kalangan insan pers maupun masyarakat adalah santun, lemah lembut, sabar, rendah hati dan akrab dengan siapapun. Ibarat ikan yang tanpa tulang dan duri (wong tanpo balung eri).
Spektrum pergaulannya sangat luas. Max adalah mantan frater Katolik Sarekat Jesuit yang dekat dengan kalangan kiai. Dia termasuk yang menunggui ketika Rais Aam PBNU KH Bisri Syansuri wafat. Sangat dekat dengan KH R Asad Syamsul Arifin, pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Situbondo maupun Rais Aam PBNU KH Achmad Sidiq. Dia juga dekat dengan tokoh Muhammadiyah seperti A Malik Fadjar, Prof dr Sam Soeharto.
Di kalangan jurnalis seangkatannya seperti almarhum Anshary Thayib, Peter A Rohi, Hadiaman Santoso, Ali Salim, Erol Jonathan, Dahlan Iskan, Max dikenal sebagai wartawan yang memiliki lobi kuat di kalangan militer. Jenderal Widjojo Suyono (alm) adalah salah satu teman dekatnya.
Berkat lobinya inilah nyawa Valens Doy berhasil diselamatkan semasa Operasi Seroja Timor Timur. Saat itu tulisan-tulisan Valens dinilai kritis terhadap ABRI (sekarang TNI). Max antara lain melobi Benny Moerdani (kemudian menjadi Panglima TNI).
Ia sangat kokoh menjaga integritas kewartawanannya. Pernah suatu saat Gubernur Jatim Moh. Noer hendak memberi dia rumah. Mungkin tahu saat itu Max tinggal di rumah kontrakan di kampung Kalibutuh yang langganan banjir. Kendati demikian Max tidak bersedia menerima. Demikian pula tawaran materi apapun ditolaknya. Sikapnya yang steril terhadap “amplop” membuat dia dihormati narasumber.
Tetapi ketika membela eksistensi dan kehormatan wartawan, Max sangat gigih dan tak kenal takut. Seperti kasus “lemak babi” Dr Tri Susanto, dosen Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya di tahun 1980-an.
Intinya Tri Susanto melakukan penelitian biskuit, termasuk produksi perusahaan besar di Surabaya. Ia menemukan ada kandungan lemak babi di dalam bahan biskuit itu. Kasus ini dibuka oleh J Widodo, wartawan sebuah harian terbitan Surabaya.
Kodam V/Brawijaya yang menangani kasus itu. Widodo dan Tri Susanto diperiksa “habis-habisan” oleh pihak Kodam V (era itu ABRI sangat berkuasa karena memiliki Dwifungsi). Hal ini membuat dunia pers tiarap.
Max melihat tindakan Kodam V sudah melampaui batas. Bisa mematikan kebebasan dan wibawa akademik perguruan tinggi, maupun independensi pers. Ketika yang lain tiarap, Max justru membuat liputan besar-besaran. Sampai akhirnya dia sendiri berurusan dengan ABRI. Tapi dia berhasil meyakinkan kalangan pimpinan ABRI bahwa tindakannya harus dikoreksi.
Integritasnya yang sangat kuat inilah membuat pimpinan Kompas Jakob Oetama mempercayai bahwa semua aset Kompas dan Gramedia di Jawa Timur yang bernilai miliaran atas namanya. Padahal kalau saja mau “nakal” bisa saja dia ambil alih aset tersebut.
Di masa pensiun almarhum banyak tinggal di Jakarta karena ingin dekat dengan anak perempuannya, Maria Eva yang merupakan satu-satunya anak perempuan dari 7 bersaudara.
Anwar Hudijono, wartawan senior.
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews