Buku Puisi Religi

Selebihnya selain pujian para penulisnya juga memberikan tafsir dan kritik terhadap karya-karya saya dalam buku ini. Ada yang lugas, ada yang tersamar.

Sabtu, 5 Maret 2022 | 09:05 WIB
0
180
Buku Puisi Religi
Buku puisi relegi (Foto: rok. Pribadi)

Buku kumpulan Puisi Religi karya tunggal saya berjudul “Mata Burung Gagak Gitaris Rock” bulan lalu, Pebuari 2022 (100 halaman + xvi), terbit, tapi karena berbagai kesibukan, saya baru mengambil 10 sampel atau contohnya Rabu, 2 Maret 2022. Selebihnya minggu depan bakal saya ambil lagi.

Dalam buku ini, saya meminta 12 teman untuk memberikan kesan dan kritiknya terhadap karya-karya puisi yang terdapat dalam buku ini. Mereka ialah:

Tommy F Awuy (filosof);

Sugiono MP (sastrawan senior);

Afrizal Anoda (wartawan, pemain film dan sastrawan);

Rita Srihastuti (anggota LSF dan wartawan);

Benny Benke (wartawan dan sastrawan);

Khairul Jasmi (wartawan senior);

Amir Machmud NS (wartawan dan penyair);

Des Alwi (diplomat dan penulis cerita pendek);

Arthur John Horoni (Kriktikus musik dan budayawan); 

Fahrunnas MA Jabbar (wartawan, penyair dan dosen);

Heryus Saputro, dan   

Achmad Istiqom (wartawan, penulis buku dan penyair).

Saya ingin secara khusus menyebut nama Achmad Istiqom. Ketika dia memberikan catatannya terhadap buku ini, pendek saja, wartawan olah raga dan dan redaktur budaya ini masih sehat wal alfiat. Dia merasa terkejut, saya yang dari kasat mata tak bersetuhan dengan urusan religius, kok menulis puisi religi.

Ketika buku ini dalam proses penerbitan, giliran saya yang terkejut. Sobat yang selalu energik, semangat dan optimis, dipanggil menghadap Sang Pencipta. Ada rasa sedih dan haru yang sulit saya lukisan.

Sebelum wafat, dia juga saya ajak gabung membantu Ketua MPR, Bambang Susatyo, menulis buku. Ini karena kami pernah sama-sama di harian berwarna pertama pertama di Indonesia, Prioritas dan majalah Vista.

Saya dan Iqtiqom pun sempat bakal menerbitkan Koran perempuan. Kendati semua sudah siap, tetapi karena kesibukan masing-masing, penerbitan koran perempuan itu urung terjadi.   

Buku ini menjadi kenangan khusus terakhir saya dengan Istiqom, seorang penulis yang jujur dan selalu siap membantu teman. Alfatihah buat Istiqom.

Selebihnya selain pujian para penulisnya juga memberikan tafsir dan kritik terhadap karya-karya saya dalam buku ini. Ada yang lugas, ada yang tersamar. Untuk bagian yang memujinya dapat dibaca sendiri di dalam bukunya. Sebaliknya disini justeru akan dicukil sedikit yang kritis terhadap buku ini. 

Sugiono MP di akhir ulasannya menulis,”Dan itulah warna puisi jurnalis, puisi pragmatis masa depan…..”

Afrizal Anoda, setelah memberi penafsiran, langsung “menusuk” dengan kalimat, “Terlepas dari pemborosannya menggunakan kata-kata, diksi yang itu-itu saja, dan ritma yang sederhana. Mungkin karena Wina ingin semuanya mudahndifahami, tidak berbunga-bunga…”

Benny Benke berujar, “Meski kebahasaan atau kesastraaannya, dapat kita diskusikan….” 

Kepada semuanya tiada lain selain ucapan terima kasih, takzim dan membuat saya merasa terhormat. Penjelasan mereka menjadikan karya-karya saya memperoleh mendapat pemaknaan yang luar biasa.

Tabik...

***